Minggu, 04 Desember 2016

KEKUATAN VISI DALAM KEPEMIMPINAN KRISTEN
Oleh Pdt Bambang Nugroho Hadi

            Visi adalah kemampuan untuk melihat pada inti persoalan, pandangan luas, apa yang tampak pada khayal, penglihatan atau pengamatan.[1] Visi atau vision berasal dari kata Latin videre yang berarti penglihatan,[2]  yakni kemampuan melihat apa yang orang pada umumnya tidak dapat melihat.
            Visi bagaikan sasaran tembak yang akan dibidik. Tanpanya, sebuah organisasi tidak akan bisa memobilisasi segala aset dan sumber daya yang dimilikinya untuk mencapai sesuatu, karena visi menentukan arah dan tujuan organisasi. Visi juga merupakan impian yang hendak dicapai dalam periodesasi tertentu.
            Gereja yang berhasil digerakkan oleh visi. Visi artinya seni atau kemampuan untuk melihat sesuatu yang tak terlihat.[3]  Rick Warren mengatakan bahwa visi adalah kemampuan menilai dengan tepat perubahan-perubahan yang terjadi dewasa ini dan menarik manfaat dari perubahan-perubahan tersebut. Visi adalah perasaan peka terhadap setiap kesempatan.[4] Dengan demikian, visi bukan sekedar gambaran terhadap sesuatu yang akan datang berdasarkan mimpi saja, tapi berdasarkan situasi dulu dan kini yang digabungkan dan dinilai dengan tepat sehingga diperoleh gambaran yang jelas terhadap masa depan yag diharapkan. Tetapi visi tak bisa dicapai sendiri.[5] Pemimpin memerlukan kerjasama dengan orang lain dalam satu tim kepemimpinan. Oleh karenanya, pemimpin harus mampu untuk bersikap peka terhadap perubahan yang terjadi, memobilisasi anggota tim dan pengikut serta menyusun skenario dengan menarik manfaat dari perubahan itu untuk masa depan yang lebih baik.
            Visi adalah masa depan yang dirancang dan diharapkan. Pemimpin adalah orang yang memiliki gambaran masa depan seperti apa yang diinginkan dan percaya bahwa ia ada untuk mencapainya. Visi yang kuat akan membakar semangat pemimpin sehingga ia berani menerjang segala tantangan dan melupakan ratusan jam kerja yang melelahkan.[6] Karena Visi, maka Thomas Alva Edison bekerja tanpa kenal kata menyerah untuk membuat lampu pijar yang bertahan lama. Karena visi maka Lumy SS memimpikan keluarga-keluarga menampung para gelandangan dan memelihara serta membesarkan anak-anak mereka dan itu dipraktikkan dalam keluarganya sendiri. Apa yang biasa kita lihat, dengar dan alami mungkin sesuatu yang tidak terlalu istimewa, namun orang-orang yang memiliki visi berani membayangkan hadirnya sesuatu yang lebih baik, lebih bermakna, lebih bermanfaat dan lebih berguna bagi banyak orang. Semua terjadi karena mereka memiliki impian. Visi itulah yang membuat mereka memfokuskan impian mereka dan mewujudkannya. Visi membuat mereka terdorong bekerja keras dan pantang mundur untuk mengejarnya. Mereka membuat dunia menjadi lebih baik.
            Visi bukanlah impian yang tidak mendasar. Bagi orang Kristen, visi merupakan lompatan iman. Saat ia memiliki visi, ia percaya bahwa itu akan terjadi. Keyakinannya itu berasal dari kedekatannya dengan Tuhan. Ia kemudian memainkan peran tertentu agar situasi yang diimpikan terwujud. Situasi memang berubah dan diwarnai dengan berbagai ketidakpastian. Tetapi pemimpin hebat dengan visi yang jelas memandang perubahan-perubahan  dan ketidakpastian yang ada di dunia dengan kacamata harapan, memberikan inspirasi melalui visi yang jelas, optimisme dan percaya diri untuk mengubah mimpi menjadi kenyataan.  
            Visi berbeda dengan misi. Pertama, visi adalah gambaran mental. Kedua, visi adalah sesuatu yang akan ada di masa mendatang. Karena kedua aspek ini, maka visi bersifat umum dan cenderung abstrak. Misi adalah perwujudan dari visi. Bila visi adalah impian, maka misi adalah wujud atau bentuk dari impian. Misi merupakan rumusan nyata usaha seseorang untuk mencapai visi. Robby I Chandra menjelaskan hal ini dengan suatu contoh. Misalnya impian kita adalah memiliki sebuah pusat pembelajaran yang ikut membangun bangsa serta meningkatkan kesejahteraan banyak orang. Maka misi bisa berupa mewujudkan lembaga pelatihan kewiraswastaan. Dapat juga berupa membentuk akademi yang khusus mendidik orang menjadi manager profesional.[7]
            Menurut Robby I. Chandra, ada lima tipe pemimpin dalam berurusan dengan visi dan misi. Pertama, adalah tipe pemimpin yang mengetahui bahwa visi dan misi adalah penting. Mereka menyibukkan diri dengan tugas dan kegiatan rutin. Hidupnya merupakan rangkaian dari satu akktivitas ke aktivitas lain tanpa didasari arah yang jelas. Mereka hidup dan bekerja tanpa desain dasar. Bagaikan tukang bangunan yang sibuk mendirikan rumah tanpa kejelasan gambar rumah yang akan dihasilkan. Mereka bagai komandan tentara yang berulang kali menerjunkan pasukan ke tempat yang sama tanpa memperhitungkan akan lebih mudah bila di tempat itu didirikan landasan pesawat.          Tipe kedua adalah pemimpin yang tahu bahwa visi dan misi adalah hal penting untuk menuju sukses, tapi mereka tidak menyediakan diri dan waktu mereka untuk merumuskan visi dan misi mereka ataupun visi dan misi organisasi mereka. Segala sesuatu berjalan tanpa arah. Tipe ketiga adalah orang yang menyadari pentingnya visi dan misi, telah menyusun dan merumuskannya. Namun metodenya keliru dan pemahamannya terbatas sehingga visi dan misi itu tidak menghasilkan hal bermanfaat apapun bagi orang banyak. Tipe keempat, merupakan tipe pemimpin yang menyadari, mengupayakan, serta memiliki metode yang benar sehingga rumusan visi da misinya baik. Namun mereka tidak memiiki bekal yang cukup dan cocok untuk mewujudkan visi dan misi mereka. Sementara tipe terakhir yakni pemimpin dengan tipe kelima adalah pemimpin yang  menyadari pentingnya visi dan misi, merumuskannya, menggunakan metode yang benar untuk mewujudkannya.[8]
            Bagi pemimpin gereja, visi dan misi yang dimilikinya harus sesuai dengan visi dan misi Allah. Hal ini disebabkan oleh kepemilikan gereja ada pada Allah. Allah adalah Raja dan Pemilik gereja. Dengan demikian,  visi dan misi yang diharapkan terjadi harus sesuai dengan visi dan misi yang diemban atau Allah mandatkan kepadanya. Misi gereja merupakan alasan mengapa organisasi gereja ada. Merupakan alasan mengapa gereja diutus Allah di dunia kini dan di sini. Secara prinsip, Gereja ada di dunia untuk mengerjakan  missio Dei. Mengerjakan misi Allah yang dimandatkan kepada gereja, sehingga visi Allah tercapai dan terwujud.
            Misi gereja secara garis besar adalah diutus ke dalam dunia untuk melaksanakan tiga tugas yang dikenal sebagai tri tugas gereja yakni bersekutu (koinonia), bersaksi (marturia) dan melayani (diakonia). Penjabaran misi gereja pada umumnya berasal dari tri tugas gereja di atas.     Gereja melaksanakan tugas bersekutu dengan menyelenggarakan ibadah Minggu, Ibadah pada hari-hari raya gerejawi[9], ibadah khusus[10], studi pemahaman Alkitab, Kebaktian Kebangunan Rohani, Ibadah Anak (Sekolah Minggu), retret, katekisasi, dsb. Gereja melaksanakan tugas kesaksian dengan melaksanakan pemberitaan Injil, bersaksi kepada sesama melalui peran hidup, dialog antar agama[11], konseling pastoral, penyelenggaraan fasilitas kesehatan (mendirikan rumah sakit), penyelenggaraan pendidikan (mendirikan sekolah), pemberitaan firman pada saat ibadah yang dihadiri anggota masyarakat seperti bidstond, ibadah pemakaman, ibadah penghiburan, dsb.  Gereja melaksanakan tugas  berdiakonia dengan memberikan bantuan bagi orang sakit, tertimpa musibah bencana alam, pendampingan pastoral, pemberdayaan masyarakat, penyadaran hak, dsb. Pelayanan diakonia ini dapat digolongkan kepada diakonia karitatif, reformatif dan transformatif.



                [1] Tri Kurnia Nurhayati, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, peny. Tim Redaksi Eska Media, ed. kesepuluh (Jakarta: Eka Media,2012),918.
                [2] Jahenos Saragih, Manajemen Kepemimpinan Gereja (Jakarta: Suara GKYE Peduli Bangsa, 2009), 128.
                [3] Andy Stanley,  Visioneering (Oregon: Multnomah Publishers Siater, 1999), 29. [Terjemahan Langsung]. Stanley mengutip pendapat Jonathan Swift yang mengatakan, “Vision is the art of seeing things invisible”.
                [4] Rick Warren, The Purpose Driven Church, Pertumbuhan Gereja Masa Kini,  ed. ketujuh (Malang, Gandum Mas, 2006), 32. [Terjemahan oleh Penerbit].
                [5] Charles Agyin-Asare, Dari Orang Biasa  Menjadi luar Biasa, pen. Yan Iskandar, red. Ester S.W. (Yogyakarta: Andi Offset, 2008), 4.
                [6]Ibid, 206-208.
                [7] Ibid, 158-159.
                [8] Robby I Chandra, Kamu Juga Bisa Kenal, Cara Memimpin Di Wilayah Diri, peny. Lisa Suroso dan Emmanuella (T.k.: Young Leader Institute, 2009),159-160.
                [9] Yang dimaksud ibadah pada hari-hari raya gerejawi antara lain: ibadah pada hari raya Natal, Jumat Agung, Paskah, Kenaikan Tuhan Yesus dan Pentakosta.
                [10] Yang dimaksud ibadah-ibadah khusus antara lain: ibadah pada malam akhir tahun, tahun baru,  peresmian calon jemaat, peresmian jemaat, pendewasaan jemaat, penerimaan jemaat yang menggabungkan diri, penahbisan Pendeta, peneguhan Pendeta, Pengutusan Pendeta, emiritasi Pendeta, ibadah dalam rangka persidangan gerejawi, ibadah oikumene, ibadah pemberkatan nikah, pemakaman dan ibadah peringatan  hari raya nasional.
                [11] Yang dimaksud dialog antar agama adalah dialog antar umat yang berbeda agama dan dapat diaksanakan dengan dialog kehidupan, dialog pengalaman religius, dialog aksi dan dialog teologis. Lih. Bambang Nugroho Hadi, Dialog Kristen-Islam Menuju Indonesia Damai (Yogyakarta: Smart Writing, 2013), 79-82. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar