MATERI AJAR KEPEMIMPINAN KRISTEN LANJUTAN
STT SYALOM LAMPUNG
Dosen :
Pdt. Dr. Bambang Nugroho
Hadi, M.Th.
I.
URGENSI
KEPEMIMPINAN
Dunia
kita adalah jagad baru yang membutuhkan gaya kepemimpinan yang baru. Hampir semua yang kita anggap benar selama
ratusan bahkan mungkin ribuan tahun, kini mengalami transformasi yang amat
besar. Iklim planet yang berubah berdampak pada flora, fauna, hasil pertanian
dan kehidupan laut. Terjadi kekuatan dahsyat di planet bumi yang nampak dalam
bencana alam, baik topan, banjir, tsunami ataupun kemarau. Berbagai penyakit
baru bermunculan. Sistem sosial banyak berubah, berbagai konflik yang dulu
dalam lingkup lokal kini menjadi masalah global. Dalam situasi yang berubah,
pemimpin hebat memandang perubahan-perubahan
dan ketidakpastian yang ada di dunia dengan kacamata harapan, memberikan inspirasi melalui visi yang jelas,
optimisme dan percaya diri untuk mengubah mimpi menjadi kenyataan.[1]
Kepemimpinan yang menginspirasi selalu
diharapkan.
Kepemimpinan
berhubungan dengan kemampuan mempengaruhi. Orang hanya dapat memimpin orang
lain sejauh ia dapat mempengaruhi mereka. Seorang pemimpin adalah orang yang
mengenal jalan, yang dapat terus maju dan yang dapat menarik orang lain
mengikuti dia. Pemimpin hebat adalah
orang yang mempunyai kemampuan untuk membuat orang lain suka melakukan
sesuatu yang tadinya mereka tidak suka/tidak mau melakukannya karena mengerti
bahwa peran serta mereka berdampak pada perubahan situasi yang mereka harapkan.
Seorang
pemimpin selalu dibutuhkan. Dalam sebuah kelompok masyarakat mau tidak mau, baik secara kasat
mata maupun tersamar selalu membutuhkan dan menunjuk seorang pemimpin. Untuk
itu ada pemimpin adat, kepala sekolah, Kepala Negara, ketua kelompok tani dan lain-lain. Seorang pemimpin
bisa dicintai/direstui oleh yang ia pimpin ataupun juga sebaliknya. Pada
dasa warsa ini, pelatihan-pelatihan
kepemimpinan diadakan dimana-mana untuk mencetak para pemimpin yang bisa secara gemilang memimpin sebuah
kelompok untuk menuju tujuannya.
Kepemimpinan yang baik merupakan
syarat mutlak bagi pertumbuhan, kestabilan dan kemajuan kelompok apapun. Ini
berlaku bagi kelompok skala raksasa, seperti sebuah bangsa atau negara, sampai
kelompok skala kecil misalnya klub sepak bola.[2]
Kita
memerlukan pemimpin sejati dalam bidang pemerintahan, bisnis, sekolah, lembaga
masyarakat, komunitas kaum muda, organisasi keagamaan, rumah tangga, dan semua
arena kehidupan – termasuk disiplin hukum, kedokteran, ilmu pengetahuan,
olahraga, dan media.[3] Saat
ini berbagai bidang kehidupan mengalami krisis kepemimpinan. Kebutuhan akan kepemimpinan yang efektif
begitu mendesak. Pertanyaan-pertanyaan
tentang integritas moral, kehormatan, nilai-nilai, teladan, dan standar yang
layak dihormati adalah topik-topik diskusi pada masa kini. Myles Munroe dalam
bukunya The Spirit Leadership percaya
bahwa krisis kepemimpinan terjadi karena kepemimpinan lebih dimaknai sebagai
tindakan dan bukan panggilan.[4] Oleh sebab itu kita sering mendengar para
pemimpin yang terlibat dalam petualangan-petualangan seks, tokoh bisnis jatuh
dalam korupsi, politisi dan pemimpin daerah dan nasional diadili karena
kecurangan dan penyalahgunaan kekuasaan. Hal-hal di atas disebabkan standar
ganda yang dijalani pemimpin. Di kantor
dan pelayanan bertindak dengan cara tertentu, tetapi saat mereka di luar tugas
menjalani kehidupan yang kontradiksi.
II.
KEPEMIMPINAN
UMUM DAN KEPEMIMPINAN KRISTEN
Kepemimpinan
adalah konsep yang dipakai baik oleh gereja maupun dunia. Namun tidak boleh
diasumsikan bahwa paham kepemimpinan kristen dan paham kepemimpinan dunia pada
umumnya adalah identik. Oleh sebab itu penelitian terhadap kepemimpinan secara
umum dan kekhasan kepemimpinan kristen mutlak diperlukan agar
organisasi-organisasi kristen termasuk gereja dapat memberlakukan kepemimpinan
yang kontekstual pada dirinya sendiri sehingga dapat secara efektif
melaksanakan tugas panggilannya di dunia dengan optimal.
Kepemimpinan
yang baik tentu menghasilkan kehormatan dan yang tidak baik mengundang caci
maki atau kutukan dan hujatan. Orang tentu menyukai kehormatan. Tidak ada
larangan untuk mencari kehormatan atau untuk menjadi orang terhormat atau orang
terkemuka. Namun kehormatan yang sungguh hanya dapat diperoleh dengan prestasi
dan kerendahan hati. Prestasi dan kerendahan hati itu diwujudkan dengan
melakukan tugas seorang “pelayan” atau “hamba” terhadap orang-orang yang
terkait dengan tugas itu. Dalam hal ini, menurut Meno Soebagjo, kehormatan
tidak didasarkan atas status formal seseorang sebagai pemimpin, tetapi justru
oleh pelayanan yang diberikan secara baik. Itulah bentuk pelayanan sebagai
model keteladanan yang mendatangkan
kehormatan.[5]
Pendapat Meno Soebagjo didasarkan atas cerita
tentang permintaan ibu Yakobus dan Yohanes yang meminta agar kedua anaknya
diberi tempat / posisi penting dalam Kerajaan Allah. Pada kesempatan itu Yesus
mengajar bahwa barangsiapa ingin menjadi yang terbesar/terkemuka, hendaklah ia
menjadi pelayan dan hamba bagi lainnya. [6] Yesus
tidak melarang orang untuk menjadi yang terkemuka, dan Yesus memberitahukan
caranya yaitu dengan menjadi pelayan yang melayani, sebagaimana yang Yesus
terapkan.
Menurut
A.T. Hanson, Rasul Paulus dalam 1
Korintus 3:18-4:16; 9:1-2; 12:24-30, dan 2 Korintus 3-6 menjelaskan bahwa
pelayanan Yesus Kristus telah menjadi dasar bagi pelayanan para rasul yang
mengakibatkan berdirinya gereja. Setelah gereja berdiri, maka pelayanan para
rasul dikerjakan dengan mengajak seluruh warga gereja untuk memberikan
pelayanan.[7]
Dengan
demikian, gereja harus melayani sebagaimana Kristus dan para rasul
melayani. Sewaktu ada di dunia, Tuhan
Yesus Kristus menyadari sepenuhnya bahwa kedatanganNya ke dunia ini tidak untuk
dilayani melainkan untuk melayani.[8]
Secara jelas hal ini diungkapkan di dalam perkataanNya : “Anak Manusia datang
bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawaNya
menjadi tebusan bagi banyak orang”.[9] Pelayanan dalam kepemimpinan Yesus Kristus, dengan
demikian harus dipahami dan dipraktikkan oleh semua pemimpin kristen agar dalam
kepemimpinannya sungguh-sungguh meneladan kepada kepemimpinan Yesus Kristus,
Sang Pemimpin Gereja.
III.
DEFINISI
KEPEMIMPINAN
Pada
umumnya kepemimpinan diartikan sebagai pengaruh. Setiap hari manusia ada dalam
proses saling mempengaruhi satu sama lain. Manusia tidak dapat dilepaskan dari
persoalan kepemimpinan. Mendefinisikan kepemimpinan sebenarnya persoalan yang
rumit. Mengapa demikian? Pada tahun 90-an saja terdapat lebih dari 850 definisi
kepemimpinan.[10]
Kepemimpinan
dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dari bahasa Inggris yakni “leadership”
. Istilah kepemimpinan melukiskan
hubungan antara pemimpin dan orang-orang yang dipimpinnya dalam suatu
organisasi yang dapat bekerjasama.[11]
Untuk
menjelaskan apa itu kepemimpinan, beberapa ahli dalam bidang ini mengemukakan
penjelasannya, antara lain :
Good
mengatakan bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan dan kesiapan seseorang untuk
mempengaruhi, membimbing dan mengarahkan atau mengelola orang lain agar mau
berbuat sesuatu demi tercapainya tujuan bersama. Zimbargo dan Gerrig mengatakan
bahwa kepemimpinan adalah tindakan (perbuatan) yang menyebabkan baik seseorang
maupun kelompok yang bergerak ke arah tujuan tertentu. Sementara itu Gatewood,
Taylor dan Farrelyang menjelaskan kepemimpinan berfokus pada aspek orang agar
mereka melakukan tugasnya dengan terinspirasi, termotivasi, terarah, dan
memiliki komitmen untuk mencapai tujuan organisasi yang telah dicanangkan.[12]
Sementara
itu, Mc. Farland mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah suatu proses di mana
pimpinan dilukiskan akan memberi perintah atau pengaruh, bimbingan atau proses
mempengaruhi pekerjaan orang lain dalam memilih dan mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. J.M Pfiffner menjelaskan
bahwa kepemimpinan adalah seni mengkoordinasi dan memberi arah kepada individu
atau kelompok utuk mencapai tujuan yang diinginkan. Sudarwan Danim mendefinisikan kepemimpinan
sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu atau kelompok untuk
mengkoordinasi dan memberi arah kepada individu atau kelompok lain yang
tergabung dalam wadah tertentu untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya.[13]
Warren
Bennis mengartikan kepemimpinan sebagai tindak tanduk melakukan apa yang benar.
McGregor Burns menganggap kepemimpinan adalah memuaskan dan menumbuhkan
motivasi dan potensi pengikutnya. [14]
J
Robert Clinton mendefinisikan kepemimpinan sebagai proses terencana yang
dinamis melalui suatu periode waktu dalam situasi yang di dalamnya pemimpin
menggunakan perilaku kepemimpinan yang khusus, sarana serta prasarana
kepemimpinan untuk memimpin pengikutnya guna melaksanakan tugas mencapai tujuan
bersama.[15]
Menurut
Albanase, kepemimpinan seseorang sangat bergantung pada kepribadian tertentu yang membuat
pemimpin berbeda dari pengikutnya. Selanjutnya Locke, berpendapat bahwa
kepemimpinan merupakan proses membujuk orang lain untuk mengambil langkah dan
melakukan kegiatan atau tindakan menuju sasaran bersama. Senada dengan pendapat Locke, kepemimpinan
oleh Sarros dan Butchatsky diartikan sebagai perilaku dengan tujuan tertentu untuk
mempengaruhi aktivitas para anggota kelompok untuk mencapai tujuan bersama yang dirancang untuk
memberikan manfaat individu dan organisasi.[16]
Joseph
C. Rost mengartikan kepemimpinan sebagai sebuah hubungan yang saling
mempengaruhi di antara pemimpin dan pengikut (bawahan) yang menginginkan
perubahan nyata yang mencerminkan tujuan bersamanya.[17]
Dalam definisi ini, pemimpin mempengaruhi bawahannya, demikian pula sebaliknya
dalam rangka menciptakan perubahan signifikan dalam organisasi dalam rangka
mencapai tujuan bersama.
Jerry
Rumahlatu mendefinisikan kepemimpinan sebagai kemampuan dan seni dalam
mempengaruhi, membimbing dan mengarahkan orang lain bergerak untuk mencapai
tujuan bersama yang telah dicanangkan.[18] Dalam definisi Jerry Rumahlatu ini,
kepemimpinan dapat dijelaskan sebagai : Pertama, kemampuan dan kepribadian yang
dapat dicontoh oleh pengikutnya yaitu dalam hal : integritas, komitmen,
loyalitas, kharisma, keinginan, kecerdasan, kesehatan, keterampilan berpolitik,
percaya diri dan memiliki visi dan misi yang jelas. Kedua, sebagai seni karena
memiliki pengetahuan, keterampilan dan berbagai teknik dalam mempengaruhi,
membimbing dan mengarahkan orang lain bekerjasama dalam kepatuhan, kepercayaan
dan kehormatan secara dinamis untuk tujuan yang dicanangkan.[19]
Dari
pendapat para pakar kepemimpinan di atas, Bambang Nugroho Hadi (BNH) mendefinisikan
kepemimpinan sebagai proses memberikan pengaruh positif kepada pengikutnya
melalui kerja tim mengefektifkan seluruh sumber daya yang dimiliki untuk
mencapai visi bersama. Dengan definisi di atas, BNH menjelaskan kepemimpinan sebagai: Pertama,
kemampuan memberikan pengaruh positif kepada para pengikut. Pemimpin memberi
pengaruh positif melalui ajakan, kata-kata yang menyemangati, penciptaan
suasana kerja yang nyaman, pendampingan, pendelegasian, keteladanan hidup, dsb.
Kedua, bahwa kepemimpinan bersangkut-paut dengan kerja tim. Pemimpin yang
berhasil adalah pemimpin yang menggerakkan orang yang dipimpinnya untuk
memberikan yang terbaik dari kemampuan mereka demi tercapainya tujuan bersama. Ketiga,
bahwa kepemimpinan berhubungan dengan kemampuan menggunakan seluruh sumberdaya
yang dimiliki secara optimal, baik sumber daya manusia (SDM), sumber daya dana
(uang), relasi, pengalaman organisasi, peluang dan kesempatan. Keempat, bahwa kepemimpinan
ada untuk mencapai visi bersama. Inilah yang menyemangati seluruh anggota tim
dan menyatukan gerak langkah mereka serta mempengaruhi penggunaan seluruh
sumber daya yang dimiliki.
IV.
ELEMEN
KEPEMIMPINAN
Pada umumnya, yang dimaksud elemen
dasar kepemimpinan ada tiga, yaitu : pemimpin, pengikut dan situasi
kepemimpinan. BNH memandang masih ada elemen-elemen lain yang penting untuk
dibahas, antara lain fungsi-fungsi kepemimpinan, motivasi dan dampak
kepemimpinan. Ketiga elemen terakhir ini mau tidak mau harus juga dibicarakan
saat kita membahas kepemimpinan. Oleh karenanya, hal-hal di atas juga akan distudi
dalam karya tulis ini. Elemen-elemen kepemimpinan, dengan demikian BNH
daftarkan sebagai berikut : pemimpin,
pengikut, situasi kepemimpinan, fungsi-fungsi kepemimpinan, motivasi dan dampak
kepemimpinan.
a. Pemimpin
Dalam bagian ini akan dipaparkan
tentang definisi pemimpin, tugas pemimpin, kriteria pemimpin, sifat-sifat pemimpin dan jebakan-jebakan bagi
pemimpin.
1)
Definisi
Pemimpin
Pemimpin,
menurut Jhon Gage Alle, adalah pemandu, penunjuk, penuntun, dan komandan.
Sementara itu, Hendry Pratt Fairchild mengartikan pemimpin dalam arti luas
ialah orang yang memimpin dengan jalan memprakarsai tingkah laku sosial dengan
mengatur, mengarahkan, mengorganisir atau mengontrol usaha/ upaya orang lain,
atau melalui prestise, kekuasaan atau posisi. Sementara itu, Jerry Rumahlatu
mendefinisikan pemimpin sebagai orang yang mampu memberikan pengaruh kepada
anggota dan sumberdaya yang dipimpinnya secara efektif dan efisien untuk
mencapai tujuan.[20]
Caleb
Tong mengatakan bahwa pemimpin adalah orang yang mampu menggunakan
pengaruhnya untuk bergerak dan
menggerakkan orang lain.[21]
Pemimpin bisa membawa pengaruh / daya tular kepada orang lain, seperti seorang
ibu kepada bayi yang dikandungnya sebelum lahir, atau pembinaan pada masa
pertumbuhan. Jiwa manusia selalu terkesan akan pemimpin yang mengasuhnya. Pemimpin, menurut Caleb Tong memberi pengaruh
melalui tiga hal yaitu melalui kemampuan (skill, pengetahuan), perkataan dan
keteladanannya. [22]
Kartini
Kartono dalam bukunya Pemimpin dan
Kepemimpinan,Apakah Kepemimpinan Abnormal Itu? mendefinisikan pemimpin
sebagai pribadi yang memiliki keterampilan pada satu bidang, hingga ia mampu
mempengaruhi orang lain untuk
bersama-sama melakukan aktivitas, demi pencapaian satu atau beberapa tujuan
organisasi.[23]
Dari
berbagai pendapat para pakar di atas, dihubungkan dengan definisi kepemimpinan
yang BNH buat, dapat disimpulkan bahwa pemimpin adalah seseorang yang
memberikan pengaruh positif kepada pengikutnya melalui kerja tim dengan
mengefektifkan seluruh sumber daya yang dimiliki untuk mencapai visi bersama
dengan tetap memperhatikan kepentingan yang dipimpinnya.
Adalah
seorang wanita muda yang mengalami cacat fisik sejak usia 4 tahun. Namanya Irma
Suryati. Usianya 38 tahun. Meskipun cacat fisik, ia adalah seorang pemimpin. Ia
berhasil membangun usaha kerajinan keset dengan modal kain-kain sisa. Usahanya
kini sudah sampai ekspor ke beberapa negara. Ia berhasil menaungi 59.000
perajin di Indonesia, beberapa ratus diantaranya penyandang cacat fisik. Ia
mengawali usahanya dengan membentuk kelompok usaha bersama di Ungaran Jawa
Tengah, bersama dengan suami, seorang kawan dan beberapa para penyandang cacat
lainnya. Setelah 3 tahun ia memiliki 30 pekerja. Kini, yang diberdayakan
olehnya bukan hanya para penyandang cacat saja melainkan segala lapisan
masyarakat, mulai dari ibu rumah tangga hingga gelandangan. [24]
Sesuai
dengan definisi yang BNH buat, Irma Suryati adalah contoh seorang pemimpin
karena memberikan pengaruh positif kepada 59.000 orang dengan mengefektifkan
seluruh sumber daya yang dimiliki untuk mencapai visi bersama.
2)
Tugas
Pemimpin
Tugas
pemimpin adalah memimpin. Pemimpin harus mampu membawa orang yang dipimpinnya
kepada cita-cita bersama yang telah disepakati. Oleh sebab itu, menurut Jerry
Rumahlatu, pemimpin memiliki 14 tugas pokok pemimpin antara lain : Pertama, melaksanakan
fungsi manajerial berupa menyusun rencana, pengarahan, pengendalian dan
penilaian serta pelaporan. Kedua, mendorong pengikutnya untuk dapat bekerja
giat dan tekun. Ketiga, membina
pengikutnya agar dapat memikul tanggung jawab tugas masing-masing. Keempat, membina
pengikutnya agar dapat bekerja secara efektif dan efisien. Kelima, menciptakan
iklim kerja yang baik dan harmonis. Keenam, menyusun fungsi manajemen secara
baik. Ketujuh, menjadi penggerak yang baik dan dapat menjadi sumber
kreativitas. Kedelapan, menjadi wakil dalam membina hubungan dengan pihak luar.
Kesembilan, melahirkan pemimpin. Kesepuluh,
membuat struktur dan sistem yang jelas. Kesebelas, mengawasi tingkah laku kelompok. Kedua belas,
menjadi model / panutan bagi pengikutnya. Ketiga belas, menjadi pembicara dari
kelompok. Keempat belas, menjadi konselor yang baik.[25]
Pemimpin yang sukses pasti melaksanakan keempat belas tugas pokok di atas dalam
rangka mencapai tujuan organisasi.
Menurut
BNH, selain empat belas tugas pokok di atas, sebagaimana dikatakan Drucker, Pemimpin
juga harus memberdayakan dirinya sendiri.[26] Pemimpin
harus meningkatkan keterampilan, pengetahuan dan sumber daya yang dimilikinya
agar tanggungjawabnya sebagai pemimpin dapat dilaksanakannya secara optimal.
Tantangan zaman selalu berkembang dan menuntut pendekatan yang seringkali harus
baru untuk mengatasinya.
Satu
lagi yang tak kalah penting sebagai tugas pemimpin adalah menopang atasan.
Robby I. Chandra mengatakan bahwa seorang pemimpin harus menyadari bahwa setiap
orang pasti akan dipimpin oleh orang lain yang memiliki kualitas melebihi orang
itu. Ia patut menerima bahwa ia sedang dipimpin oleh seorang yang melebihi
dirinya.[27] Seorang nabi terkenal di Alkitab bernama
Elisa. Siapakah guru dan pemimpin yang menjadi mentornya? Elisa dididik dan
dilatih oleh nabi Elia. Elia menjadi rujukannya dan juga menjadi sosok di mana
ia mengabdikan waktu da tenaganya. Melalui penerimaan terhadap kepemimpinan
Elia, ia dapat tumbuh menjadi orang seperti gurunya dan mendapatkan visi baru,
sikap, keterampilan, sudut pandang, network
yang luas, dsb. Elisa terus mendukung Elia dengan ketulusan sampai ia menjadi
siap menggantikan posisi gurunya.[28]
Demikian pula Yosua. Ia melayani Musa dengan tulus dan mendukungnya. Ia naik
gunung bersama Musa menghadap Tuhan untuk menerima loh batu yang baru di gunung
Sinai.[29]
Yosua berlaku setia kepada Musa sampai akhir hayat mentornya itu dan
menggantikannya memimpin bangsa Israel.
3)
Kriteria
Pemimpin
Pemimpin
memiliki kriteria khusus. Leroy Eims menyebutkan empat hal yaitu : kejujuran,
kesetiaan, kemurahhatian dan kerendahhatian.[30] Jimmy
Oentoro menyebutkan enam kriteria seorang pemimpin kristen yaitu : memiliki
visi, berkarakter baik, menekankan sinergi, berfokus pada manusia, membangun jaringan dan rajin berdoa.[31]
BNH
menginventarisir tujuh kriteria pemimpin secara umum sebagai berikut : memiliki
visi, berkarakter baik, menekankan sinergi, berfokus pada manusia, membangun jaringan, seorang yang terampil dan
mampu mengkader.
a)
Pemimpin
dengan Visi
Pemimpin
adalah orang yang mampu melihat masa depan dan merancang rencana demi
mencapainya. Pemimpin adalah orang yang memiliki gambaran masa depan seperti
apa yang diinginkan dan percaya bahwa ia dapat dan harus mencapainya. Visi yang
kuat akan membakar semangat pemimpin sehingga ia berani menerjang segala
tantangan dan melupakan ratusan jam kerja yang melelahkan.[32]
Begitu
pentingnya visi bagi pemimpin, sehingga Paul J. Meyer dalam bukunya yang
berjudul Menjadi Pelatih Sejati dalam
Kehidupan - 5 Langkah Menjadi Pemimpin mengatakan bahwa pemimpin harus
menuliskan visinya dengan jelas dan membagikannya kepada orang-orang yang
dipimpinnya sehingga menjadi visi bersama. Pemimpin, selain mengetahui gambaran
masa depan yang diinginkan, menuliskannya, membagikan visi itu kepada
pengikutnya, ia juga harus menyusun rencana tertulis untuk mencapainya termasuk
tenggat waktu tahapan pencapaiannya.[33] Dengan
demikian, seorang pemimpin harus memiliki visi yang jelas, menuliskannya,
membagikan kepada tim kepemimpinan dan seluruh anggotanya serta membuat
perencanaan pencapaiannya.
b)
Pemimpin
dengan Karakter Baik
Karakter
adalah hakikat, sifat dan ekspresi kepribadian seseorang yang dinyatakan
melalui pembicaraan serta perilaku dalam lingkungan atau konteks di mana ia
hidup. Aspek internal karakter seseorang
tidak dapat diketahui oleh orang lain. Karakter hanya dapat dilihat dari
perkataan dan perilaku seseorang.[34]
Karakter
merupakan dasar yang kokoh dalam kepemimpinan. Rasa hormat yang diberikan oleh
karena karakter-karakter yang terlihat dalam diri sang pemimpin membuat orang
lain ingin memiliki karakter yang sama. Sejauh mana kredibilitas (kelayakan)
seorang pemimpin, sejauh itulah pengaruh seorang pemimpin pada para
pengikutnya. Karakter yang harus dikejar seorang pemimpin adalah : memiliki visi, berhikmat, tegas,
berani, humoris, pembela yang benar, tekun dan sabar, ramah bergaul, rendah
hati dan suka mengalah, cekatan, hidup suci, penuh iman, dsb.
John
C Maxwell memaparkan bahwa karakter adalah lebih dari sekedar perkataan.
Karakter seseorang menentukan siapa ia sesungguhnya. Jika perbuatannya
bertentangan dengan apa yang ia katakan, maka karakter orang tersebut tidak
baik. Tetapi karakter berbeda dengan talenta. Talenta adalah karunia, tetapi
karakter adalah pilihan. Setiap orang bisa memilih karakternya sendiri. Dalam
keadaan sukses, bila pemimpin tidak memiliki dasar karakter baik, maka ia akan jatuh pada salah satu atau beberapa dari
empat hal ini : kecongkakan, perasaan kesepian yang menyakitkan, suka mencari
gara-gara atau perselingkuhan.[35]
Kepribadian
pemimpin dengan karakter baik akan menjadi contoh, teladan dan panutan bagi
pengikutnya. Betapapun hebat seorang pemimpin menjalankan fungsi kepemimpinannya,
percuma tanpa karakter yang baik, sebagaimana yang dikatakan Leighton Ford, “Leadership is first of all is not something
one does, but something one is”. Yang menentukan keberhasilan seorang
pemimpin pada akhirnya adalah karakter pribadinya.[36]
c)
Pemimpin
yang Menekankan Sinergi.
Kepemimpinan
yang menekankan sinergi adalah pemimpin yang mampu mendengarkan dan menyatukan
sumberdaya untuk mendapatkan hasil yang lebih sehingga menjalankan kepemimpinan
yang dibagikan. Kepemimpinan yang dibagikan berarti mempercayai, memberi
wewenang untuk membuat keputusan, bahkan mempercayakan pengikut kepada pemimpin
lain. Ini merupakan langkah yang berani dari seorang pemimpin, karena penuh
dengan tantangan. Tantangannya adalah : pertama, ia harus menutup mata dan
membiarkan pemimpin lain melakukan tugasnya walau tidak sebaik, secepat atau
sesuai dengan kehendaknya. Visi dan prinsip harus sama, tapi cara mencapainya
dapat berbeda. Kedua, tantangan power syndrome. Yaitu keadaan di mana
pemimpin merasa kekuasaannya berkurang, tersaing bahkan terancam dan takut
tidak dibutuhkan lagi. Untuk kepemimpinan yang kokoh, power syndrom harus dihindari. Berikan kesempatan orang lain untuk
mengkritik dan mengeluarkan pandangan. Saat mereka melihat diri pemimpin tidak
merasa terancam maka mereka akan merasa aman di bawah kepemimpinan sang
pemimpin.[37]
Kegagalan
pemimpin bersinergi, menurut Robby I. Chandra disebabkan tujuh hal, yaitu : 1).
Pemimpin memiliki persepsi bahwa wajar bila pemimpin hidup dalam kesendirian.
2). Kebiasaan pemimpin untuk bekerja sendiri karena keleluasaan yang ia
dapatkan. 3). Pemimpin menganggap manusia lain sebagai beban. 4). Kepribadian
sang pemimpin. 5). Pemimpin tidak mahir menggandeng pemimpin lain. 6).
Kegagalan menjaga tingkat komitmen dan konsistensi dalam penerapan kerja
bergandengan. 7). Kegagalan karena adu kekuasaan, kecurigaan, persaingan yang
kotor dan komunikasi yang tersendat.[38]
Membangun
tim yang bersinergi bukanlah pekerjaan yang mudah. Tapi bisa dan harus
dilakukan.
d)
Pemimpin
dengan Fokus Manusia.
Pemimpin
sejati akan mengejar tujuannya tanpa keinginan menipu atau berusaha
memanfaatkan orang lain. Yang dilakukannya adalah memberi semangat dan dukungan
serta menggali potensi yang terbaik dari orang lain. Kepemimpinan pada dasarnya
adalah “menggali emas-emas” dalam kehidupan orang yang dipimpin. Seorang
pemimpin harus bisa berbicara menurut “bahasa” mereka dan peka terhadap yang
dilayani. Jika tidak, potensi atau “emas-emas” itu akan tetap terpendam seumur
hidup.[39] Kepemimpinan dengan fokus manusia mengupayakan
pencapaian visi organisasi dengan menjaga agar seluruh sumber daya manusia yang
dipimpinnya mengalami pertumbuhan baik pengetahuan, keterampilan maupun
karakternya dalam proses bersama-sama yang mereka jalani.
Pemimpin
dengan fokus manusia, menurut Robert D. Dale termasuk kategori pemimpin dengan
tipe pendorong. Ia berpusatkan kepada manusia.[40] Tipe
pemimpin pendorong dibutuhkan agar relasi satu sama lain terjaga baik dan tidak
ada yang dikorbankan demi organisasi.
e)
Pemimpin
yang Membangun Jaringan.
Yang
dimaksud kemampuan membangun jaringan adalah kemampuan untuk melihat kelebihan
orang lain dan bekerjasama dengan mereka. Pemimpin harus mampu menghargai
kemampuan dan kelebihan orang lain bahkan mampu mengaguminya tanpa menimbulkan
rasa rendah diri padanya. Pemimpin bahkan mau bekerjasama. Ia memandang setiap
anggota tim mampu memberikan kontribusi positif bagi organisasi. Ada suatu dinamika besar dalam membangun jaringan,
yaitu kuasa kesehatian dan kerja sama. Karena kesehatian dan kerja sama maka banyak pekerjaan-pekerjaan besar dapat
dilaksanakan.[41]
Rama
S. Nugraha dalam bukunya Jangan Jadi
Pemimpin Sebelum Baca Buku Ini ! mengatakan bahwa tidak ada anggota tim yang
buruk, bila pemimpin mampu mengarahkan pengikutnya. Pemimpin harus memfokuskan
pada strategi menata hati untuk memahami dan memampukan mereka agar sesuai
dengan kualitas yang pemimpin harapkan.[42]
f)
Pemimpin
yang terampil.
Kepemimpinan
modern memahami kepemimpinan sebagai suatu seni (Leader is an art). Seni adalah
buah kreasi personal yang istimewa yang mungkin tidak dimiliki orang lain,
sehingga seni dalam memimpin berbeda untuk setiap orang. Meskipun demikian,
secara umum keterampilan yang diperlukan secara prinsip tidak berbeda.
Robert
L. Katz mengatakan bahwa keterampilan yang harus dimiliki oleh administrator
yang efektif adalah keterampilan teknis (technical skill), keterampilan
hubungan dengan orang lain (human relation skill) dan keterampilan konseptual
(conceptual skill).[43]
Keterampilan
teknis adalah keterampilan menerapkan pengetahuan teoretis ke dalam
tindakan-tindakan praktis, kemampuan memecahkan
masalah melalui taktik yang baik atau kemampuan menyelesaikan tugas
secara sistematis. Keterampilan ini terutama lebih berhubungan dengan benda
mati, gerak motoris atau keterampilan tangan. Misalnya : kemampuan menyusun
laporan pertanggungjawaban, menyusun program tertulis, membuat data, membuat
keputusan dan merealisasikan, kemampuan mengetik, membuat surat, dsb.[44]
Keterampilan
hubungan antar manusia adalah kemampuan untuk menempatkan diri di dalam
kelompok kerja dan keterampilan menjalin komunikasi yang mampu menciptakan
kepuasan semua pihak. Keterampilan hubungan antar manusia ini tercermin dalam
keterampilan menempatkan diri, menciptakan kepuasan anggota, keterbukaan
terhadap kelompok, kemampuan mengambil hati para pengikut, penghargaan terhadap
nilai-nilai etis, pemerataan tugas dan tanggungjawab, kemampuan menghargai
orang lain, dsb.[45]
Initinya, pemimpin harus terampil berkomunikasi yang membangkitkan semangat.[46]
Keterampilan
konseptual adalah kecakapan untuk memformulasikan pikiran, memahami
teori-teori, melakukan aplikasi, melihat kecenderungan berdasarkan kemampuan
teoretis dan yang dibutuhkan di dalam dunia kerja. Keterampilan konseptual ini
tercermin dalam pemahaman teori secara luas dan mendalam, kemampuan
mengorganisiasi pikiran/ide, kemampuan mengemukakan gagasan secara sistematis, kemampuan
mengkorelasikan bidang ilmu yang dia miliki dengan pelbagai situasi, dsb.[47]
g)
Pemimpin
yang mengkader.
Kegagalan
seorang pemimpin adalah : tidak ada yang meneruskan perjuangan hidupnya karena
tidak adanya kader yang dipersiapkan. Pemimpin yang berhasil adalah pemimpin
yang tidak menciptakan ketergantungan kepada dirinya melainkan mempersiapkan
para pengikutnya dengan memberdayakan mereka, mempercayakan tanggung jawab dan
memberinya kesempatan kepada mereka untuk bertindak dalam cara mereka sendiri
dalam rangka mencapai visi bersama. Pemimpin juga sabar untuk mengijinkan
keberhasilan dan kegagalan menjadi bagian proses belajar dalam rangka
pemberdayaan bersama.
Pemimpin
yang memberikan waktu dan dirinya untuk mengembangkan orang-orang akan menerima
berkat ganda : Pertama, pertumbuhan dan keefektifan dalam organisasi sebagai
satu keseluruhan. Dan kedua, suatu kelompok yang lebih besar yang terdiri dari
para manajer dan eksekutif berkualitas, yang mana bisa memilih
pemimpin-pemimpin masa depan dan seorang penggantinya yang baik.[48]
Ada
dua hal yang perlu dilakukan untuk memberdayakan calon pemimpin baru, demi
perkembangan dan kemajuan mereka. Pertama, mereka didorong dan dimotivasi untuk
menggunakan inisiatif mereka yang selama ini terpendam di dalam diri mereka
akibat adanya prosedur birokratis. Kedua, mereka bukan hanya diberi wewenang
tetapi juga sumberdaya seperti budget, atau uang, sehingga mereka bukan hanya
bisa mengambil keputusan tapi juga bisa melihat hal itu diterapkan.[49] Tidak
ada aktivitas lain yang menjamin kekekalan pelayanan seperti halnya peralihan,
pengkaderan kepemimpinan yang dipersiapkan dengan sebaik mungkin.[50]
4)
Sifat-Sifat
Pemimpin
Pemimpin
adalah pemberi pengaruh. Dalam proses mempengaruhi, ia mempergunakan melalui
tiga hal yaitu melalui kemampuan (skill, pengetahuan, kewibawaan, jabatan) yang
dimilikinya, perkataan dan keteladanannya. Oleh sebab itu, pemimpin harus
memiliki sifat-sifat khusus yang mendukungnya untuk memimpin dengan berhasil.
George
R. Terry mendaftarkan sepuluh sifat pemimpin yang unggul, antara lain :
memiliki kekuatan fisik dan rohani, stabilitas emosi, pengetahuan tentang
relasi insani, jujur, objektif, dorongan kuat untuk menjadi pemimpin yang baik,
ketrampilan berkomunikasi, kemampuan mengajar, keterampilan sosial dan
kecakapan teknis atau kecakapan manajerial. [51]
Senada
dengan paparan di atas, Ordway Tead mengungkapkan sepuluh sifat yang harus
dimiliki pemimpin yaitu : memiliki tenaga jasmani dan rohani yang di atas rata-rata,
kesadaran akan tujuan dan arah, antusiasme, keramahan dan kasih sayang,
integritas, penguasaan teknis, ketegasan dalam mengambil keputusan, kecerdasan,
keterampilan mengajar, dan iman.[52]
BNH
berpendapat bahwa paparan kedua tokoh di atas tidak semuanya berbicara tentang
sifat-sifat pemimpin. Sebagian yang disebutkan berbicara tentang sumber daya
pemimpin atau kriteria pemimpin pada umumnya. Berikut pendapat BNH tentang sepuluh
sifat-sifat pemimpin yang BNH temukan dalam
tokoh Musa di Alkitab : Pertama,
pemimpin adalah seseorang yang penuh motivasi, ulet, tekun dan setia.
Kedua, pemimpin adalah seorang
pemberani. Ketiga, pemimpin adalah
seorang yang rendah hati. Keempat, pemimpin harus memiliki belas kasihan
terhadap orang-orang yang dipimpinnya. Kelima, pemimpin memiliki pandangan positif terhadap
dirinya dan orang lain. Keenam, pemimpin adalah orang yang percaya dan taat
kepada Allah. Ketujuh, pemimpin adalah
orang yang rela berkorban. Kedelapan, pemimpin adalah seorang yang dapat
dipercaya. kesembilan, pemimpin memiliki sifat inovatif dan kesepuluh, pemimpin
haruslah visioner.
a)
Pemimpin
adalah Seorang yang Penuh Motivasi, Ulet, tekun dan Setia.
Pemimpin
harus mampu melihat kegagalan sebagai langkah sementara dan perlu untuk sukses.
Ia adalah pribadi yang tahan menderita dan mengerjakan perannya dengan
sungguh-sungguh. Ia juga memiliki motivasi yang kuat untuk melaksanakan tugas
dan tanggungjawabnya. Ia memiliki energi yang tidak habis. Motivasi seseorang
dapat diukur[53]
dan pemimpin memiliki motivasi yang tinggi dan berfokus pada visi. Musa adalah seorang pemimpin yang penuh
motivasi, ulet, tekun dan setia. Ia digerakkan oleh visi. Visinya adalah
membawa bangsa Israel keluar dari tanah perbudakan di Mesir menuju Tanah
Perjanjian yang baik dan luas, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan
madunya. Visi ini di dapatkannya dari Tuhan.[54]
Motivasi
yang kuat dari Pemimpin saja tidak cukup tanpa motivasi yang kuat dari
orang-orang yang dipimpinnya. Padahal efektivitas
kelompok antara lain bergantung pada keinginan bekerja para pengikutnya, baik
pada saat mereka memecahkan masalah maupun saat kerja tim. Kerja tim tidak
hanya bersangkut paut dengan aktivitas fisik, melainkan juga aktivitas emosi
atau intelektual, meski pada akhirnya motivasi anggota tim yang paling
menentukan produktivitas.[55]
Motivasi yang rendah akan merugikan produktivitas kelompok. Pemimpin dalam hal
ini harus mampu memotivasi dirinya sendiri sekaligus seluruh anggotanya untuk
memberikan yang terbaik bagi kepentingan bersama.
b)
Pemimpin
adalah Seorang Pemberani
Musa
adalah pemimpin yang pemberani. Tanpa pengawal dan tanpa senjata, ia menghadap
Raja Mesir dan meminta agar bangsa Israel dilepaskan dari perbudakan.[56] Musa
duabelas kali menghadap Firaun ditemani Harun. Pemimpin harus berani mengambil keputusan,
termasuk keputusan yang tidak populer tetapi dalam rangka pencapaian tujuan
bersama. Dan untuk mengambil keputusan yang demikian, pemimpin haruslah seorang
pemberani.
Menurut
David Ben-Gurion, keberanian adalah suatu pengetahuan khusus yaitu pengetahuan
akan bagaimana takut kepada apa yang seharusnya ditakuti, dan bagaimana tidak
takut pada apa yang seharusnya tidak ditakuti. Dari pengetahuan ini muncul
kekuatan batin yang mengilhami pemimpin untuk berjalan menghadapi
kesulitan-kesulitan besar. Dengan keberanian, apa yang tampaknya tidak mungkin
terkadang menjadi mungkin.[57]
Keberanian
pemimpin akan menular kepada pengikutnya. karena keberaniannya, orang-orang yang
melihatnya akan dengan rela mau menjadi pengikutnya.[58] Keberanian akan membuka pintu, dan itulah
salah satu keuntungannya.[59] Dalam
kamus pemimpin, sifat puas diri dan mengambil posisi defensif akan berdampak
pada kemunduran organisasi. Pemimpin harus berani untuk terus meraih
tujuan-tujuan yang lebih tinggi yang bisa dicapai dengan tetap memperhatikan
visi dan misi pokok lembaga.[60]
Pemimpin
yang berani adalah pemimpin yang juga berani mengakui kesalahannya. Hal ini
dituturkan oleh John C. Maxwell. Pada saat ia membiarkan kemarahan melandanya,
sebagai Pendeta senior ia mengambil 3 keputusan jalan pintas sebelum pesta
natal 1989. Dalam waktu seminggu ia
mengambil tiga keputusan besar : mengubah beberapa unsur pertunjukan Natal yang
sudah dilatih, menghentikan pelayanan ibadah hari Minggu dan memecat seorang
staf. Keputusan itu sebenarnya dinilai tepat oleh jemaat, tetapi karena Maxwell
tidak mempergunakan proses kepemimpinan yang sudah berjalan selama ini, yaitu
mendiskusikannya dalam rapat para pemimpin gereja, maka hal ini menimbulkan
keresahan. Dengan berani, Maxwell meminta maaf karena telah mengambil jalan
pintas. Keberanian meminta maaf di depan umum ini mengembalikan kepercayaan
pengikutnya.[61]
Maxwell adalah seorang pemimpin yang
berani. Keberanian mengakui kesalahan bukan
merupakan kelemahan dan kejatuhan seorang pemimpin tetapi bahkan menimbulkan
rasa hormat di hati para pengikut.
c)
Pemimpin
adalah Seorang yang Rendah Hati
Pemimpin
yang baik bersedia menerima saran dari orang lain. Musa memiliki sifat rendah
hati ini. Ia menerima nasehat Yitro agar berbagi pekerjaan dengan orang-orang
yang harus diseleksinya menjadi pemimpin atas seribu orang, pemimpin atas
seratus orang, pemimpin atas lima puluh orang dan pemimpin atas sepuluh orang.[62]
Menurut
Henri Nouwen, salah satu godaan para pemimpin adalah godaan ingin menjadi
populer, hebat dan berkuasa.[63]
Popularitas dan kekuasaan membuat pemimpin kehilangan salah satu norma kebaikan
seorang pemimpin yaitu kerendahhatian.
Pemimpin
yang baik sebagaimana dituliskan Daniel Goleman, bukanlah bintang tunggal yang
memercikkan serbuk keajaiban kepada orang lain.[64]
Pemimpin sejati memahami bahwa mereka juga sedang dipimpin dan kepemimpinan
merupakan sesuatu yang bersifat timbal
balik. Setiap pemimpin harus mampu mendengar dan menyesuaikan diri dengan orang
lain agar mampu menangkap isyarat yang dapat membantu semua orang terlibat
untuk berjalan sejajar di sepanjang jalan. Pemimpin terbaik tahu bahwa semua
harus terlibat bersama-sama. Saat pemimpin gagal mendengarkan, mereka
menciptakan ketidakpedulian, permusuhan, dan miskomunikasi di antara
pengikut-pengikutnya. Orang-orang yang dipimpinnya lambat laun tapi pasti akan
berhenti berkomunikasi dengannya. Sebaliknya, pemimpin yang terampil
mendengarkan adalah pembujuk yang baik, sebagaimana Dean Rusk tuliskan, “salah
satu jalan terbaik untuk membujuk orang lain adalah dengan telinga anda- dengan
mendengarkan mereka”.[65]
d)
Pemimpin
harus Memiliki Belas Kasihan
Pemimpin
harus memiliki belas kasihan terhadap orang-orang yang dipimpinnya. Ia memiliki empati dan mengerti kebutuhan
orang-orang yang dipimpinnya. Pemimpin harus memiliki hubungan hati dengan pengikutnya, saling mengenal dan
memiliki kepedulian. Hal ini ditunjukkan
Musa tatkala Tuhan berencana memusnahkan bangsa Israel karena ketidakaatan
mereka kepada Tuhan dan beribadah kepada patung lembu emas. Tuhan berencana akan
membentuk umat baru melalui keturunan Musa, tetapi Musa menolak rencana pemusnahan
bangsa Israel dan memohonkan pengampunan bagi Israel jika tidak Musa meminta
namanya dihapuskan saja dalam Kitab Kehidupan.[66] Musa
bertindak demikian karena belas kasihannya kepada umat Israel yang dipimpinnya.
Kepedulian
adalah tindakan dijalankannya empati dan perhatian. Empati memungkinkan
seseorang untuk membina hubungan dan ikatan dengan orang lain. Empati membuat
dihindarkannya “korban” dalam kepemimpinan. Untuk itu harus dimulai dari sifat
ingin tahu dari pemimpin kepada pengalaman-pengalaman anggotanya dan
mempelajari kebutuhan dan hidup mereka. Kepedulian memiliki tiga komponen
pokok, yaitu pemahaman dan empati kepada perasaan dan pengalaman orang lain,
kesadaran kepada orang lain dan kemampuan bertindak berdasarkan perasaan
tersebut dengan perhatian dan empati.[67]
e)
Pemimpin
Memiliki Pandangan Positif Terhadap Dirinya dan Orang Lain
Pemimpin
adalah orang yang percaya bahwa setiap orang, baik dirinya maupun orang-orang
yang dipimpinnya itu penting dan
berharga. Ia juga menyiapkan regenerasi
pemimpin karena ia mengetahui dan menyambut secara positif kepemimpinan yang tumbuh dan berkembang pada
pengikutnya, seperti Musa menyambut dengan sukacita kehadiran dan pertumbuhan
jiwa kepemimpinan Yosua dan Kaleb.[68] Pemimpin
yang baik juga menyadari keterbatasannya sebagai manusia dan berupaya membangun
kekuatan tim untuk bersinergi dalam mencapai tujuan bersama.
f)
Pemimpin
adalah Orang yang Percaya dan Taat Kepada Allah
Sebagai
pemimpin, Ia harus menjaga relasinya dengan Tuhan, menghormatiNya dan menjaga kekudusan hidupnya.[69]
Pemimpin adalah seorang yang panca
indera rohaninya peka dan terlatih dengan baik.[70] Disiplin
rohani dan komunikasi yang intim dengan Tuhan adalah kuncinya. Ia adalah
seorang pemimpin, sekaligus pendoa. Ketika Tuhan mengutus Musa, Musapun taat.
Ia juga meluangkan waktunya untuk menghadap Tuhan dalam doa. Karena kedekatannya dengan Tuhan, Tuhan
menyebutnya sebagai orang yang setia sehingga diperkenankan berhadap-hadapan
dengan Tuhan saat Tuhan berfirman. Musa adalah seseorang yang diperkenankan
melihat kemuliaan dan rupa Tuhan.[71]
g)
Pemimpin
adalah Orang yang Rela Berkorban
Pemimpin
adalah orang yang berprinsip, “apa yang dapat kuberikan untuk organisasi dan
pengikutku” dan mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan
pribadinya. Musa yang berlimpah harta benda dan fasilitas sebagai keluarga
kerajaan Mesir, bersedia meninggalkan kenyamanan dan kenikmatan hidup istana
karena jiwa nasionalisme dan demi memenuhi panggilan Allah untuk membawa umat
Israel dari tanah Mesir.
Seorang
pemimpin harus rela berkorban demi pengikutnya. dan biasanya, satu pengorbanan
saja belumlah cukup untuk membawa sukses. Pengorbanan adalah sesuatu yang
konstan dalam kepemimpinan. pengorbanan adalah proses yang berkelanjutan, bukan
suatu pengorbanan yang sekali bayar. Biasanya, semakin tinggi kepemimpinannya,
semakin besar pengorbanan yang telah
diberikan.[72]
Tak ada sukses tanpa pengorbanan.
Pemimpin harus rela berkorban.
h)
Pemimpin
adalah Seorang yang Dapat Dipercaya
Pemimpin
bertanggung jawab penuh atas sikap dan keputusan yang diambilnya. Demikian pula
dengan Musa. Ia adalah pemimpin yang dapat dipercaya. Ia melaksanakan
tanggungjawab membawa Israel keluar dari tanah Mesir sampai kaki gunung Abarim.
Karena kesalahannya, Musa tidak diperkenankan untuk memimpin bangsa Israel
masuk tanah Kanaan. Musa bertanggungjawab atas kesalahannya, dan bersedia
menyerahkan kepemimpinan kepada Yosua. Prosesi pergantian kepemimpinan ini
begitu indah. Dikisahkan prosesi pemberkatan atau penahbisan Yosua sebagai
pemimpin baru menggantikan Musa. Musa menumpangkan tangan di hadapan imam
Eleazar dan disaksikan segenap umat Israel.[73]
i)
Pemimpin
Memiliki Sifat Inovatif
Pemimpin
terbuka terhadap pendekatan dan cara-cara baru tetapi tetap berfokus pada
tujuan bersama. Saat Musa begitu lelah menjalankan tugas seorang diri sebagai
hakim atas umat Israel, mertuanya memberi nasehat untuk berbagi beban pekerjaan
dan mendelegasikannya kepada orang-orang terpilih. Musa memandang itu baik dan
menerima saran tersebut. Sejak itu, pekerjaan pastoral dan pengadilan
dijalankannya tidak secara single fighter
tetapi secara tim. Musa adalah pemimpin yang inovatif.
Menurut
Jansen H. Sinamo, untuk menjadi pemimpin yang inovatif, seseorang harus
menjalankan paling tidak empat langkah praktis menuju pemimpin inovatif,
sebagai berikut : Pertama, ia harus memiliki sikap positif. Baik sikap positif
terhadap dirinya sendiri, tim maupun orang-rang yang dipimpinnya. Kedua, ia
harus berimajinasi secara kreatif dengan jalan membayangkan dan menciptakan
dalam bentuk bayangan-bayangan visual dalam otak tentang situasi yang hendak
diciptakan. Ketiga, ia harus mengkonseptualisasikannya dalam bentuk tulisan,
gambar, hitung-hitungan, maket, prototipe, dsb. Dan keempat, ia harus memiliki etos inovatif. Etos
inovatif ini penting karena tanpanya,
seorang kreatifpun akan berhenti dalam gagasan.
Etos inovatif membuat seseorang tidak putus asa, tidak mudah menyerah
dan memiliki semangat juang tinggi.[74]
j)
Pemimpin
Haruslah Visioner
Pemimpin
yang baik digerakkan oleh visi. Musa digerakkan oleh visi melihat umat Israel hidup
di tanah perjanjian yang berlimpah susu dan madunya.[75] Meskipun
saat itu umat Israel dalam penjajahan di negeri Mesir, tetapi visi Musa begitu
jelas.
Visi
artinya seni atau kemampuan untuk melihat
sesuatu yang tak terlihat.[76] Pemimpin
yang visioner adalah pemimpin yang mampu untuk melihat serta memahami sesuatu
yang tidak terlihat oleh kebanyakan orang. Bill Hybels mendefinisikan visi
sebagai “suatu gambaran masa depan yang menghasilkan gairah”.[77] Visi
membuat seorang pemimpin dimampukan memandang masa depan yang lebih baik. Hal
ini menimbulkan semangat, gairah yang menyala-nyala untuk mencapainya. Visi
inilah yang membuat seorang pemimpin mampu bertahan dalam kesulitan.[78] Andy Stanley percaya bahwa visi berasal dari Allah.[79]
Allah adalah Sumber dan Pemberi visi dari seorang pemimpin. Senada dengan itu,
George Barna mengatakan bahwa Allah adalah Subjek yang mengimpartasikan visi
itu kepada pemimpin yang dipilihNya.[80]
5)
Jebakan
Bagi Pemimpin
Yap
Un Han mendaftarkan jebakan-jebakan utama bagi hamba Tuhan ada lima hal, yaitu
: kesombongan, kecemburuaan atau kedengkian, kekeringan rohani, hubungan dengan
lawan jenis, dan uang.[81] Steven Berglas dalam bukunya The Succes Syndrome menyebutkan empat
jebakan utama bagi para pemimpin yaitu : kecongkakan, perasaan kesepian yang
menyakitkan, suka mencari gara-gara atau perselingkuhan.[82] Sementara
itu Carson Pue menuliskan adanya tujuh jebakan dan titik serangan rohani
terhadap para pemimpin Kristen, yaitu : kesombongan, sensualitas, ekses rohani,
hawa nafsu yang dirohanikan, kelelahan dan kemalasan, dikelilingi dengan
kelimpahan dan kondisi suam-suam kuku.[83]
Dari
pendapat tiga pakar kepemimpinan di atas, BNH menyimpulkan terdapat lima
jebakan bagi pemimpin pada umumnya dan delapan jebakan bagi para pemimpin
Kristen. Titik serangan rohani ini harus diketahui dan diwaspadai oleh setiap
pemimpin agar dalam kepemimpinannya memberi dampak baik bagi organisasi. Biasanya,
masing-masing pemimpin memiliki satu atau dua kelemahan yang merupakan sisi
lemah karakter dirinya yang bisa membuat kepemimpinannya gagal. Lima jebakan
pertama merupakan jebakan bagi para pemimpin secara umum dan tiga jebakan
berikutnya merupakan jebakan tambahan bagi pemimpin kristen.
a)
Bahaya
Kesombongan
Para
pemimpin yang telah tergelincir dalam kesombongan akan menghargai diri mereka
begitu tinggi.[84]
Kesombongan menyebabkan orang menjadi lupa diri dan menganggap dirinya luar
biasa. Kesombongan membuat seseorang merasa hebat dan menjadi penentu kemajuan
organisasi yang dipimpinnya. Ia memandang rendah peran serta rekan satu tim
atau peran serta anggota.
Menurut
Yap Un Han, kesombongan berasal dari dua sumber, yaitu : pertama, datangnya dari luar,
karena lingkungan terlalu mengidolakan
atau terlalu menghormati. Kedua, dari dalam dirinya sendiri karena merasa
berhasil, merasa sukses dan ingin dipuji.[85]
b)
Jebakan
Seks atau Perselingkuhan
Para
pemimpin mengetahui dengan benar batasan-batasan moral dan etika dari perilaku
seksual. Tetapi godaan untuk bermain-main secara emosional dengan mencari
keakraban dengan lawan jenis dan memenuhi kebutuhan emosional mereka dapat
menjebak para pemimpin pada umumnya. [86] Ada
empat macam orang yang perlu diperhatikan dalam pergaulan, yaitu : rekan
sekerja lawan jenis, anggota lawan jenis, teman lawan jenis dan teman lawan
jenis yang pernah akrab pada masa silam.[87] Karena
berbagai kegiatan para pemimpin akan sering bertemu dan berkumpul dengan lawan
jenis, untuk itu perlu kehati-hatian agar pemimpin tidak menunjukkan perhatian
yang berlebihan, sehingga lawan jenis menjadi salah paham.
c)
Iri
Hati dan Kedengkian
Penyebab
sesama pemimpin tidak mau bekerja sama adalah adanya iri hati dan kedengkian.
Perasaan ini merupakan kompensasi rendah diri yang diwujudkan dalam bentuk
kesombongan atau kecemburuan kepada pemimpin yang lain.[88] Iri
hati dan kedengkian ini mewujud nyata saat hilangnya sukacita mendengar rekan
pemimpin lain dipuji atau mengalami kesuksesan melebihi dirinya. Iri hati dan kedengkian menyebabkan pemimpin
tidak bisa mengagumi sisi baik dari pemimpin lain atau mau belajar sesuatu dari
kelebihan mereka.
d)
Kondisi
Suam-Suam Kuku
Kondisi
sam-suam kuku adalah kondisi di mana pemimpin berpuas diri terhadap semua yang
telah mereka capai dan tidak bersemangat untuk mencapai kondisi yang lebih
lagi. Kemapanan atau kenyamanan ini
menyebabkan pemimpin tidak lagi memiliki visi atau cita-cita lagi,
karena semua yang diimpikan dirasa sudah
dicapai.[89]
e)
Jebakan
Uang
Karena
menginginkan uang dan kekayaan yang banyak, para pemimpin sudah banyak yang
terjatuh. Pada masa otonomi daerah di Indonesia, banyak diberitakan di media
massa tentang mantan pejabat yang diperkarakan secara hukum karena kasus
korupsi.
f)
Jebakan
Dikelilingi Kelimpahan
Inilah
jebakan yang jarang diwaspadai pemimpin-pemimpin Kristen. Mereka dikelilingi
dengan berbagai kelimpahan sumber daya dan kesempatan sehingga memungkinkan
mereka untuk bersembunyi dari kehidupan mereka yang kurang terpuji. Kelimpahan
sumber tersebut bisa kelimpahan buku-buku, bacaan-bacaan, riset rohani yang
menyita seluruh waktu dan energi sang pemimpin sehingga tidak tersisa untuk
keperluan batiniah. Demikian pula
kelimpahan pekerjaan pelayanan dan kesibukan yang mengikis pemimpin itu dari
dalam. Demikian pula kelimpahan karunia dan kesempatan dalam pelbagai pelayanan
sehingga akhirnya mereka memilih pelayanan-pelayanan tertentu yang biasanya
mahal dari sudut keuangan maupun sudut sumber daya manusia.[90]
g)
Kekeringan
Rohani
Para
pemimpin khususnya pemimpin Gereja mempunyai semacam sindrom, yaitu : ia dengan
mudah menjaga kebun orang lain, tetapi kebun anggur sendiri diabaikan.[91]
Mereka tidak pernah mau mengakui dosa pribadi mereka yang merupakan inti
permasalahan yang dihadapi dan mencari penghiburan dari manusia, bukan dari Allah.
Mereka menyembunyikan dosa mereka dan tidak datang kepada Tuhan.[92]
Menurut Yap un Han, dua penyebab kekeringan rohani bagi pemimpin Kristen
adalah karena dosa dan karena kemalasan.[93]
h)
Hawa
Nafsu yang Dirohanikan
Kadang
kala, nafsu seks “menyamar” dalam “baju
rohani”. Hawa nafsu yang dirohanikan ini, menurut Pue, telah membuat seorang pemimpin
gereja yang lemah lembut begitu merindukan keintiman dengan Tuhan sampai
mengalami perasaan “terbang secara rohani” dan ingin selalu mengulanginya lagi
dan lagi. Pada waktu berdoa, mungkin muncul perasaan-perasaan sensual. Doa
adalah suatu pengalaman yang intim dan perasaan intim ini mirip dengan perasaan
intim secara seksual. Bunda Teresa dari Avila menyebut hasrat-hasrat itu
menunjukkan sedikit kasih kepada Allah dan terlalu banyak kasih kepada diri
sendiri karena dampaknya yang terlihat adalah mereka merasa tidak tahan
menerima “kuk ringan” yang dipasangkan kepada mereka. Mereka mengejar
pengalaman “terbang secara rohani” itu sebagai pelarian terhadap beban yang
mereka pikul.[94]
b.
Pengikut
Pengikut adalah orang yang
dipimpin. Mereka adalah anggota dan sekaligus tim kerja untuk pencapaian tujuan
kelompok/organisasi. Pemimpin memerlukan pengikut dan begitu pula sebaliknya.
Sudah banyak tulisan tentang bagaimana menjadi
pemimpin yang baik tetapi sedikit tulisan mengenai bagaimana menjadi pengikut yang baik.
Padahal, pemimpin yang baik sering bahkan hampir selalu muncul dari seorang pengikut
yang baik.[95]
Pengikut adalah orang atau
sekelompok orang yang secara sukarela menyediakan diri untuk dipimpin oleh
pemimpin dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Oleh sebab itu, dalam diri para
pengikut terdapat harapan yang harus dikenali oleh pemimpin mereka. Apabila
harapan para pengikut ini tidak bisa atau semakin jauh didapatkan melalui
kepemimpinan yang sedang dijalankan maka dengan sendirinya terjadi friksi,
hilangnya kewibawaan pemimpin di mata pengikut
atau yang lebih parah terjadi yaitu pengikut kemudian meninggalkan
pemimpin mereka.
Lalu, bagaimanakah persyaratan menjadi
pengikut yang baik ? Pengikut yang baik menurut hemat BNH haruslah : Bersedia
menyerahkan otoritas kepada pemimpin mereka, mempercayai pemimpin mereka, bersedia
belajar dari pemimpin mereka, berlatih untuk mendengarkan pemimpin mereka, terbuka
terhadap perubahan dengan tetap menjaga nilai-nilai kelompok/organisasi, bersedia
mewujudkan visi bersama, bersedia menerima pendelegasian tugas dengan sukacita,
dan menghargai setiap keputusan bersama dan menjalankannya.
Pengikut adalah orang yang bersedia
menyerahkan sejumlah otoritas kepada pemimpin mereka. Mereka menyadari bahwa
pencapaian tujuan hanya dapat dicapai bila ada yang menyinergikan sumber daya
yang dimiliki kelompok sehingga mereka mengangkat atau menerima seseorang atau
sejumlah orang untuk memimpin mereka. Tanpa penyerahan sejumlah otoritas ini,
praktis kepemimpinan tidak akan berjalan. Pengikut harus bersedia dipimpin oleh
pemimpin mereka.
Pengikut mempercayai pemimpin
mereka. Oleh sebab itu, pemimpin harus memiliki kualifikasi di atas rata-rata
dari mereka yang dipimpinnya. Pengikut percaya bahwa pemimpin mereka memiliki
keunggulan tertentu baik pengetahuan, keterampilan, pengalaman atau kewibawaan
yang dapat dipergunakan untuk menyatukan kelompok dalam rangka mencapai tujuan
bersama.
Pengikut adalah orang yang bersedia
belajar dengan sukarela dari pemimpin mereka. Dengan demikian pengikut memerlukan
inspirasi dari pemimpin mereka sehingga mereka dimampukan untuk melakukan
bagian tanggungjawab mereka dengan sebaik mungkin.
Pengikut adalah orang yang bersedia
untuk mendengarkan pemimpin mereka. Pengikut membutuhkan seseorang yang
mengingatkan mereka akan tujuan dan cita-cita bersama serta membimbing mereka
bagaimana cara mencapai tujuan dan cita-cita tersebut.
Pengikut adalah orang yang terbuka
terhadap perubahan yang ditawarkan pemimpin mereka dengan tetap menjaga
nilai-nilai kelompok/organisasi. Mereka
butuh untuk diyakinkan bahwa perjalanan yang sudah mereka lalui bersama
pemimpin mereka semakin mendekati tujuan bersama.
Pengikut adalah orang yang bersedia
mewujudkan visi bersama. Mereka merasakan api semangat yang ditularkan oleh
pemimpin mereka. Mereka telah diyakinkan bahwa cita-cita tersebut dapat dicapai
melalui langkah-langkah yang telah dijalani dan segala sumber daya yang telah
dan akan dipergunakan.
Pengikut adalah mereka yang bersedia
menerima pendelegasian tugas dengan sukacita.
Mereka dengan senang hati ambil bagian dalam tim kerja dan merasa
kehadiran dan peran serta mereka
dibutuhkan oleh kelompok untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan.
Pengikut yang baik adalah mereka
yang menghargai setiap keputusan bersama dan menjalankannya dengan senang hati.
Mereka yakin bahwa mereka tidak sedang dimanfaatkan tetapi mereka
sungguh-sungguh merasakan dipikirkan dalam kepemimpinan yang sedang berjalan.
Pengikut memiliki peran-peran
strategis dalam mencapai maksud dan tujuan kelompok/organisasi. Dikisahkan
dalam Alkitab, bahwa Allah berkenan memakai orang-orang yang adalah pengikut,
orang-orang biasa dan bukan pemimpin resmi untuk menunjukkan kuasa Allah kepada
umat Israel. Anak laki-laki, Daud,
menolak memakai baju perang sekaligus pelindung tubuh milik Saul, untuk
menghadapi Goliat yang kuat dan bersenjata berat. Daud si-anak muda ini
menantang pahlawan Filistin yang sombong itu: “Engkau mendatangi aku dengan
pedang dan tombak dan lembing, tetapi aku mendatangi engkau dengan nama Tuhan
semesta alam”[96].
Konfrontasi yang kuat melawan yang lemah ini menghasilkan kemenangan bagi pihak
yang kecil atas pihak yang perkasa. Kisah ini menyatakan bahwa Allah bekerja
juga melalui orang-orang yang lemah dan tak berdaya.[97]
Allah kadang bekerja memakai para pengikut dan bukan pemimpin untuk menyatakan
kuasaNya. Dengan demikian, pengikut bukanlah objek melainkan sesama subjek dari layanan yang diberikan pemimpin dalam
rangka mencapai sasaran dan tujuan bersama. Hal ini juga diperagakan dalam
kepemimpinan Sang Pemimpin terbesar Yesus Kristus dalam menilai pengikutNya.
“kamu adalah sahabatKu, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu.
Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat
oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan
kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapaku.”[98]
c.
Situasi
atau Budaya Organisasi dan Kepemimpinan
Situasi kepemimpinan berkaitan
dengan konteks langsung dan konteks hidup/kerja yang lebih luas/ makro dan
situasi yang direkayasa oleh pemimpin dalam kepemimpinan. [99]
Tujuan merekayasa situasi adalah agar tercipta situasi yang kondisi yang
kondusif bagi kinerja kepemimpinan yang
lebih baik.
Pemimpin mempengaruhi situasi
kepemimpinan dan situasi mempengaruhi pemimpin. Pemimpin harus menyadari hal
ini agar ia tidak melebih-lebihkan kemampuan dan potensinya. Sebaliknya ia juga tidak begitu saja
mengikuti arus situasi yang ada. Dalam kepemimpinan Kristen, ia akan mengadakan
perubahan dan menghasikan dampak bahkan ia berani menanggung risiko bila Tuhan
mendorongnya melakukan hal itu. Selanjutnya ia menyadari keterbatasannya dan
karena itu ia menggantungkan diri lebih penuh kepada Tuhan. Dalam kekhasannya
inilah, seorang pemimpin Kristen menjadi inspirasi untuk orang di sekitarnya. [100]
Para ahli kepemimpinan sudah lama
mengetahui bahwa struktur dan kepemimpinan yang baik tanpa dukungan dari situasi, budaya atau iklim hubungan di
dalam komunitas tersebut akan menghasilkan berbagai masalah. Budaya atau situasi organisasi adalah
asumsi-asumsi yang dianut serta keyakinan bersama tentang dunia, waktu, kerja
dan hubungan antar manusia. Ada pula keyakinan yang tidak nyata dan tidak
disadari serta ada nilai-nilai yang dirumuskan.[101]
Organisasi apapun harus menanggapi
perubahan. Seorang pemimpin harus mampu mempengaruhi sistem yang mendorong
terjadinya adaptasi terhadap perubahan.[102] Pada
umumnya, pemimpin dapat mempengaruhi situasi atau budaya organisasi dengan
lima mekanisme. Pertama, pemimpin
mengkomunikasikan tentang prioritas, nilai dan keprihatinan organisasinya.
Kedua, pada saat organisasi menghadapi krisis, pemimpin membuat kebijakan dan
dari kebijakan tersebut dapat diketahui asumsi dan nilai organisasi. Ketiga,
pemimpin memberikan teladan. Teladan yang diberikan oleh pemimpin menunjukkan
budaya yang diharapkan berkembang dan perlu dijaga dalam organisasi. Keempat,
dengan alokasi bonus kepada siapa diberikan. Kelima, terlihat pada saat
pemimpin merekrut seseorang untuk menduduki jabatan tertentu. [103]
d.
Fungsi-Fungsi
Kepemimpinan
Kepemimpinan akan berhasil bila
berjalan sesuai dengan fungsinya. Fungsi kepemimpinan abad ke-21 menurut
Anugerah Pekerti dan Jansen H. Sinamo adalah dalam fungsi manajerial, fungsi etikal
dan fungsi spiritual.[104] Menurut
Jerry Rumahlatu, fungsi kepemimpinan dapat
dibedakan dalam lima fungsi pokok kepemimpinan yaitu fungsi instruktif, fungsi
konsultatif, fungsi partisipasi, fungsi delegasi, dan fungsi pengendalian.[105]
Fungsi instruktif bersifat
komunikasi satu arah. Merupakan pemberian perintah, penugasan, pembebanan
kerja, instruksi kepada orang-orang yang
dipimpinnya untuk dilaksanakan dalam rangka pencapaian tujuan organisasi.
Instruksi, dengan demikian merupakan kemampuan menggerakkan orang-orang yang
dipimpinnya untuk melakukan sesuatu yang sumber instruksinya berasal dari
kesepakatan bersama atau hasil koordinasi tim pemimpin.
Fungsi konsultatif bersifat dua arah. Dilakukan oleh pemimpin
kepada anggota dalam rangka konsultatif, mendapatkan feedback dari anggota, memperoleh masukan-masukan berharga untuk
digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pemimpin dalam menetapkan keputusan.
Fungsi partisipasi menyangkut
komunikasi yang efektif antara pemimpin dengan anggota yang dipimpinnya. Keterbukaan
akan masukan dan perluasan partisipasi untuk mencapai tujuan organisasi.
Fungsi delegasi berhubungan dengan
kemampuan pemimpin untuk mendelegasikan, mempercayakan pelaksanaan tugas dan
tanggung jawab kepada anggota tim. Pendelegasian bertujuan agar semakin banyak
yang terlibat untuk mengerjakan dan bertanggungjawab terhadap pencapaian visi
organisasi.
Fungsi pengendalian merupakan
kemampuan mengatur aktifitas anggotanya secara terarah dan dalam koordinasi
yang efektif. Pelaksanaan pengendalian dapat melalui kegiatan bimbingan,
pengarahan, koordinasi dan pengawasan.
Rama S. Nugraha mengatakan bahwa
fungsi kepemimpinan adalah sebagai penentu arah, sebagai penyusun rencana, sebagai pemilih orang-orang yang
tepat, sebagai pengontrol dan sebagai pengevaluasi.[106]
Sementara itu Sondang P
Siagian menjelaskan bahwa fungsi
kepemimpinan secara hakiki adalah sebagai penentu arah organisasi, sebagai
wakil dan juru bicara organisasi terhadap pihak luar, sebagai komunikator yang efektif,
sebagai mediator khususnya dalam penanganan konflik internal, dan sebagai
integrator yang efektif, rasional, objektif dan netral.[107]
Kartini Kartono mengatakan bahwa
fungsi kepemimpinan adalah memandu, menuntun, membimbing, memberi motivasi,
mengemudikan organisasi, menjalin jaringan komunikasi, memberi supervisi yang
efisien, dan membawa pengikut kepada sasaran atau tujuan bersama. [108]
Dari pendapat para pakar di
atas, BNH menyimpulkan bahwa pada
intinya ada lima fungsi pokok kepemimpinan. Fungsi kepemimpinan tersebut adalah menjaga arah organisasi, mempersatukan anggota,
memberdayakan anggota, mengelola aset
organisasi untuk mencapai visi, sasaran dan tujuan bersama dan menjadi
representasi organisasi.
Fungsi kepemimpinan yang pertama
adalah menjaga arah organisasi yang dilakukan dengan menyosialisasikan visi
bersama yang hendak dicapai dan menjabarkannya dalam misi, rencana strategis[109]
(Renstra), program dan kegiatan organisasi. Rick Warren mengatakan bahwa visi
adalah kemampuan menilai dengan tepat perubahan-perubahan yang terjadi dewasa
ini dan menarik manfaat dari perubahan-perubahan tersebut. Visi adalah perasaan
peka terhadap setiap kesempatan.[110] Tetapi
visi tak bisa dicapai sendiri.[111] Pemimpin
memerlukan kerjasama dengan orang lain dalam satu tim kepemimpinan. Oleh
karenanya, pemimpin harus mampu untuk bersikap peka terhadap perubahan yang
terjadi, memobilisasi anggota tim dan pengikut serta menyusun skenario dengan
menarik manfaat dari perubahan itu untuk masa depan yang lebih baik.
Fungsi kepemimpinan yang kedua
adalah mempersatukan anggota. Pemimpin
adalah perekat komunitas yang menjaga anggota dari perpecahan. Dalam hal ini
termasuk kecakapan menangani konflik internal dalam komunitas.
Fungsi kepemimpinan yang ketiga
adalah memberdayakan anggota. Dalam hal ini fungsi kepemimpinan dinyatakan
dalam kesediaan mendelegasikan tugas dan pemberdayaan tim kepemimpinan
sekaligus juga pemberdayaan anggota. Pemberdayaan anggota didasarkan pada
keyakinan adanya kapasitas kepemimpinan pada setiap orang yang perlu digali,
ditemukan dan dikembangkan secara terencana, terarah dan terfokus. Yakob
Tomatala mengutip pandangan Warren Bennis, yang mengatakan : “...... belajar
menjadi pemimpin jauh lebih mudah daripada yang dibayangkan oleh banyak orang
karena kita masing-masing memiliki kapasitas kepemimpinan.”[112]
Fungsi kepemimpinan keempat adalah
mengelola aset untuk mencapai visi, sasaran dan tujuan bersama. Yang dimaksud
aset adalah uang, harta benda, manusia /SDM, jaringan, pengalaman/ trade record organisasi dan segenap
talenta yang dimiliki anggota. Seluruh aset organisasi diarahkan dalam rangka
mencapai visi dan cita-cita bersama. Termasuk dalam fungsi kepemimpinan yang
keempat ini adalah dalam fungsi manajemen yaitu pengambilan keputusan,
pengarahan, pendelegasian dan pengendalian.
Fungsi kepemimpinan kelima adalah
menjadi representasi organisasi dalam berhubungan dengan para pihak. Para pemimpinlah
yang mengatasnamai organisasi tatkala berhubungan dengan pihak pemerintah,
mitra organisasi, pengadilan dan pihak-pihak luar organisasi lainnya. Para pemimpin
adalah juru bicara dan representasi organisasi.
e. Motivasi
Kepemimpinan
Motivasi adalah daya gerak dan daya
dorong yang muncul dalam diri indivudu untuk secara sadar mengabdikan diri bagi
pencapaian tujuan organisasi.[113]
Motivasi juga merupakan kecerdasan yang dibangun oleh seseorang di dalam
dirinya, sehingga dia tetap mendorong dan mengelola secara sadar dan aktif
berbagai proses perubahan dan peningkatan kualitas kehidupan.[114]
Ada banyak teori tentang motivasi.
Teori Predisposisi Argyris didasarkan pada asumsi psikologis manusia
organisasional yang terbagi atas manusia yang bersifat kanak-kanak dan manusia
yang bersifat dewasa.[115]
Teori Hierarki Kebutuhan Maslow berasumsi bahwa motivasi seseorang sangat
dipengaruhi oleh kebutuhan internal manusia yang tersusun sebagai hierarki lima
tingkatan kebutuhan, yang bersifat berjenjang. Jika kebutuhan pertama terpenuhi,
muncul kebutuhan kedua, dan seterusnya. Kebutuhan pertama adalah kebutuhan
fisik atau biologis, kebutuhan kedua adalah kebutuhan akan rasa aman. Kebutuhan
berikutnya berturut-turut adalah kebutuhan akan cinta, kebutuhan rasa
penghargaan dan kebutuhan aktualisasi diri.[116]
Teori Motivasi Berprestasi menurut David C. McClelland menyebut ada tiga
kebutuhan, yakni kebutuhan untuk berprestasi, kebutuhan untuk berafiliasi dan
kebutuhan untuk kekuasaan.[117] Sementara Clayton P. Alderfer mengemukakan
adanya tiga kelompok inti kebutuhan manusia, yakni kebutuhan akan keberadaan,
kebutuhan berhubungan dan kebutuhan untuk berkembang.[118]
Teori Patton menyebutkan bahwa
motivasi seseorang dipengaruhi dua hal yaitu faktor individu dan faktor situasi
yang sedang dihadapinya.[119]
Masih dapat lagi disebutkan beberapa teori motivasi yang terkenal yakni Teori
Tiga Faktor, Teori Dua Faktor, Teori Pengharapan, Teori Tradisional dan Teori Y tentang motivasi.[120]
Menurut Sudarwan Danim, dalam
kepemimpinan umum, ada banyak cara memotivasi pengikut agar memberikan yang
terbaik bagi organisasi. Pertama, dengan
memberikan rasa hormat. Berikan rasa hormat secara adil. Adil berarti
memberikan penghargaan berdasarkan prestasi, kepangkatan, pengalaman dan
sebagainya. Kedua, dengan memberikan informasi terutama tentang apa yang harus
mereka lakukan dan bagaimana cara melakukannya. Ketiga, usahakan mengubah
perilaku pengikut. Keempat, dengan memberikan hukuman kepada staf yang bersalah
tidak di depan umum. Kelima, berikan perintah atau komando yang jelas, dan
keenam, dengan meningkatkan interaksi antara pemimpin dengan pengikut. [121]
Tentu hal ini tidak sama persis dengan kepemimpinan yang berlaku dalam Gereja.
Motivasi dalam kepemimpinan
sangatlah penting. Tanpa motivasi, tidak ada kepemimpinan. Tanpa bermaksud mengunggulkan salah satu
teori, hanya demi memudahkan penyebutan saja, memakai istilah yang dipakai
Teori Dua Faktor, yakni motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik, BNH
berpendapat bahwa dua motivasi ini harus terpenuhi dalam organisasi. Tanpa
terpenuhinya kedua motivasi ini maka seseorang akan pindah organisasi, enggan
berperan dalam organisasi atau menjadi oposisi dalam organisasi. Oleh karenanya, pemimpin harus dapat
memotivasi dirinya sendiri dan juga memotivasi pengikutnya.
f.
Dampak
Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah proses
memberikan pengaruh positif kepada pengikutnya melalui kerja tim dengan mengefektifkan
seluruh sumber daya yang dimiliki untuk mencapai visi bersama. Dampak yang
diharapkan dari kepemimpinan adalah tercapainya visi bersama yang dilakukan
bersama-sama dengan mengefektifkan sumber daya yang dipergunakan. Oleh sebab
itu, pemimpin harus seorang motivator yang baik sekaligus ia sendiri memiliki
motivasi baik. Tetapi yang mengherankan adalah, Pemimpin dengan motivasi baik saja
tidak selalu berdampak baik bagi pengikut dan organisasi yang dipimpinnya. Mengapa
demikian? Hal ini menurut Robby I.
Chandra disebabkan karena pemimpin tersebut kurang mengenal dirinya sendiri
secara mendalam. Mereka tidak mengenali kebutuhan emosinya sendiri, luka-luka
batinnya, visinya dan gambarannya tentang dunia serta Tuhan. Selanjutnya,
mereka juga tidak mengenali dampak yang dihasilkan.[122]
Dampak kepemimpinan yang harus
dihasilkan dalam kepemimpinan Kristen adalah
dampak yang menghasilkan inspirasi bagi orang lain agar mereka mau melangkah
satu tindak lagi ke arah Kristus. Meskipun demikian, pemimpin terbaikpun tidak
bisa selalu melakukan hal itu secara stabil dan konsisten sehingga pemimpin Kristen
harus selalu belajar menyandarkan diri dan bergantung kepada kuasa Tuhan agar
dampak tadi muncul.[123]
Kepemimpinan selalu menghasilkan
dampak. Pemimpin harus menyadari bahwa akan selalu ada dampak dari dirinya. Ia
tidak pernah dalam wilayah netral. Apapun yang ia lakukan atau tidak lakukan
akan menghasilkan dampak. Dampak itu diakibatkan oleh apa yang ia katakan,
caranya bergaul, tampilannya, kehadirannya dan keputusannya. Apa yang ia
katakan, atau tidak ia putuskan, atau tidak ia sikapi, bahkan tidak lakukan pun
dapat berdampak pada orang lain dan dirinya
sendiri. Pemimpin harus menyadari
bahwa dampak tersebut bisa berupa dampak positif atau negatif. Oleh karenanya,
pemimpin harus mengenali dan mengendalikan dampak dari dirinya dengan mengenali
akar dari segala kata-kata, sikap, keputusan, perbuatan, gaya hidup dan
kehadirannya.[124]
Pada pihak lain, pemimpin
berhubungan dengan terjadinya perubahan. Baik perubahan di luar organisasi
maupun di dalam organisasi itu sendiri. Bahkan, Pemimpin dapat dikatakan ada
untuk suatu perubahan atau pembaharuan menuju situasi yang lebih baik. Perubahan
menuju terwujudnya visi bersama. Akan tetapi, tidak semua perubahan yang
diupayakan oleh pemimpin sejalan dengan harapan
semua anggota yang dipimpinnya.
Dalam menghadapi perubahan,
pemimpin kristen harus mengubah dirinya sendiri karena iapun adalah seorang
murid. Murid Tuhan. [125] Sesudah
itu, pemimpin harus mempersiapkan pengikut untuk berubah, dengan menjelaskan
apa yang harus berubah dan mengapa harus berubah. Bila tidak, pemimpin akan
menghadapi masalah karena disalahmengerti oleh anggota.
Oleh sebab hal-hal di atas, maka
pemimpin harus memahami dampak keberadaan dirinya sebagai pemimpin organisasi
atau komunitas agar perubahan yang diperjuangkannya dapat didukung oleh seluruh
sumber daya yang dimiliki organisasi .
1) Dampak
Kata-Kata Pemimpin
Kata-kata
pemimpin dapat membuat orang merasa
bersemangat atau merasa tidak mampu, bangga atau kecewa. Kata-kata yang
diucapkan pemimpin dapat membekas di hati para pengikut dan orang lain yang
mendengarkannya.
Perkataan
pemimpin memiliki tuah. Pemimpin bisa memotivasi atau mematahkan semangat
pengikutnya. Dengan perkataan, pemimpin
memberi informasi yang sangat diperlukan sebelum pelaksanaan kegiatan dan pada
akhir kegiatan dalam rangka evaluasi untuk mengetahui hasil dan dampak
kegiatan. Orang haus akan informasi yang ada hubungannya dengan kehidupan
mereka. Dan pemimpin yang bijaksana tahu bagaimana mengkomunikasikannya. [126]
2) Dampak
Sikap Pemimpin
Sikap
pemimpin dapat membuat seseorang merasa sangat diperhatikan atau disepelekan.
Sikap pemimpin yang penuh ketulusan,
empati dan belas kasihan akan sangat dirasakan pengikutnya dan berpengaruh pada
kesetiaan dan semangat kerjanya di kemudian hari. Sebaliknya, sikap pemimpin
yang tidak mau tahu, meremehkan pengikutnya akan menuai ketidaknyamanan etos
kerja dan pelayanan mereka.
3) Dampak
Keputusan dan Perilaku Pemimpin
Keputusan
pemimpin berdampak pada kesejahteraan
dan semangat dari orang-orang yang dipimpinnya, suasana kerja yang tercipta dan
minat mereka terhadap pencapaian visi bersama.
Demikian pula perilaku pemimpin memiliki dampak terhadap pandangan orang
yang dipimpinnya, tingkat kepercayaan dan wibawa pemimpin. Perilaku yang buruk
dari pemimpin akan menjadi desas-desus dan bahan lelucon bagi anggota yang
menurunkan rasa hormat mereka kepada pemimpin mereka.
4) Dampak
Kehadiran Pemimpin
Kehadiran
pemimpin sangat besar dampaknya bagi pengikutnya. Pemimpin akan dihargai oleh orang-orang yang
dipimpinnya bila bersedia mengalami situasi yang dialami mereka dan tidak hanya
mengambil keputusan dari belakang meja.
Kehadiran
pemimpin memiliki dampak karena menunjukkan kepeduliannya kepada situasi
anggotanya. Kehadiran pemimpin berdampak karena menunjukkan bahwa pemimpin
bersedia menanggung beban dan penderitaan yang ditanggung bawahannya. Kehadiran
pemimpin menunjukkan bahwa ia adalah bagian dari kehidupan mereka, bukan
sebaliknya. Dan kehadiran pemimpin menunjukkan bahwa ia bersedia memikul risiko
besar yang mungkin dihadapi mereka yang dipimpinnya.[127] Kehadiran pemimpin tentu saja mustahil tanpa
adanya keterampilan mendengarkan. Pemimpin harus hadir bukan hanya fisik tapi
totalitas dirinya. Dan keterampilan mendengarkan ini dapat ditingkatkan. [128]
Pemimpin, baik seorang atau
beberapa orang yang bekerjasama dalam tim kepemimpinan harus merencanakan
dampak apa yang akan dihasilkan dalam kepemimpinan mereka agar berhasil.
D.
DASAR
TEOLOGIS KEPEMIMPINAN KRISTEN
Shakespeare
berkata, “Jangan takut pada kebesaran. Ada yang besar karena dilahirkan besar,
ada yang besar karena usaha sendiri, tapi ada juga yang besar karena dipaksa
oleh keadaan.”[129] Kepemimpinan secara umum meyakini bahwa ada
tiga sebab di atas untuk menjawab pertanyaan mengapa seseorang menjadi pemimpin
yang besar.
Gereja,
demikian pula banyak ahli kepemimpinan mengakui bahwa Tokoh pemimpin terbaik
yang pernah ada di dunia adalah Yesus Kristus. Gereja merupakan persekutuan
orang-orang yang menjadi pengikut Yesus Kristus dan di sepanjang tempat dan abad mereka mengakui bahwa
Tuhan Yesus Kristus adalah Kepala dan Pemimpin gereja. Apakah ini berarti tidak ada kepemimpinan dalam gereja
? Tidak
demikian. Semua gereja, juga gereja aliran hierarkhis, mengakui bahwa Kristus
berkenan mewakilkan kuasanya kepada manusia. Dalam gereja-gereja protestan,
kekuasaan Kristus diberikan kepada Majelis Jemaat (Pendeta, Penatua, Diaken). Dengan
demikian, kuasa Majelis
jemaat itu tidak diberikan oleh warga jemaat, meskipun mereka dipilih oleh
warga jemaat. Kuasa itu diberikan oleh Tuhan Yesus Kristus sendiri, Sang Kepala Gereja.
Sama
dengan organisasi lain pada umumnya, keberadaan gereja sangat ditentukan dengan
keberadaan pemimpinnya. Tanpa pemimpin, gereja bagai anak panah tanpa busur.
Gereja mustahil dapat melayani dengan efektif tanpa didukung kepemimpinan yang
matang dan bersemangat sebagai pembaharu[130].
Gereja hanya akan dapat menjalankan tugasnya sebagai garam dan terang dunia bila didukung oleh kepemimpinan yang
berjuang untuk membaharui dan bukan hanya sibuk mengurusi persoalan internal
gereja atau sekedar menjaga tradisi saja. Model kepemimpinan dalam gereja
adalah kepemimpinan tim dan bukan kepemimpinan single fighter. Hal ini ditunjukkan sangat jelas dalam kepemimpinan
Musa yang diterangkan dalam Keluaran 18:13-27. Musa tidak bekerja sendirian. Ia
mengangkat Hakim-hakim yang diberinya
wewenang untuk mengadili umat Israel, baik dalam urusan patoral (memintakan
petunjuk Allah), penyelesaian perkara di antara mereka (konflik) maupun
seminasi mengenai ketetapan dan keputusan Allah (pengajaran). Maka diangkatlah
oleh Musa orang-orang yang cakap dan takut akan Allah, orang-orang yang dapat
dipercaya dan yang benci terhadap pengejaran suap menjadi pemimpin atas seribu
orang, pemimpin atas seratus orang, pemimpin atas lima puluh orang, dan
pemimpin atas sepuluh orang. Tugas mereka adalah mengadili umat Israel
sewaktu-waktu. Perkara-perkara yang mudah mereka selesaikan sendiri dan hanya
persoalan yang sukar saja yang dihadapkan kepada Musa.
Profesor
Kenneth O. Gangel menyebutkan 6 dimensi yang bisa kita teladani dari
kepemimpinan Musa.[131]
Pertama, Musa mengalami bahwa kepemimpinan tidak mungkin atas dasar kekuatan
sendiri. Dalam Keluaran 2:11-14, sesudah ia membunuh orang Mesir, ia kuatir dan takut sehingga ia lari ke
Midian. Tanpa Tuhan, Musa merasa tidak bisa membela bangsanya. Kedua, Musa
memanfaatkan kegagalan menjadi keuntungan. Dalam Keluaran 3:11, saat Tuhan
mengutusnya, Musa berkata, “Siapakah aku ini, maka aku yang akan menghadap
Firaun dan membawa orang Israel keluar dari Mesir?”. Walaupun kematangan memang
baik bagi kita, kita harus menyadari kekurangan kita dan oleh sebab itu para
pemimpin yang muda pengalaman harus bersabar dalam keterbatasan dan kekurangan.
Ketiga, Musa mengenali panggilan dan amanatnya berasal dari Tuhan. Dalam
Keluaran 7:14-18, saat Tuhan
memerintahkan agar Musa memukulkan tongkat di tangannya atas sungai Nil
sehingga air sungai Nil menjadi darah, Musa pun taat. Ia percaya kepada Tuhan.
Ia yakin bahwa Tuhanlah yang mengutusnya. Musa sadar bahwa ia tak akan mampu
berkonfrontasi dengan Firaun. Hanya karena Musa yakin akan panggilan dan amanat
Tuhan sajalah maka ia menjalani pelayanannya dengan berani. Keempat, Musa tetap
bertahan terhadap segala kritik dan kesengsaraan. Meskipun ada sungut-sungut
dari orang Israel atas kepemimpinannya selama 40 tahun, Musa menjalani
panggilannya dengan setia. Musa paham bahwa bila segala sesuatu berjalan baik
para pengikutnya akan mengikutinya dengan sukarela dan apabila situasi tidak
berjalan sesuai harapan maka pemimpinlah yang akan dijadikan sasaran keluhan
dan kemarahan. Kelima, Musa memperlihatkan hati yang lembut dan hangat di hadapan
pengikutnya. Saat umat Israel berdosa besar dengan membuat dan menyembah patung
lembu emas, Allah menghukum bangsa Israel sehingga yang mati terbunuh tiga ribu
orang banyaknya. Musa bersedia berkorban menggantikan dan mewakili umatNya yang
tidak setia kepada Allah, dengan meminta agar Allah mengampuni dosa Israel,
bila tidak, Musa meminta namanya dihapuskan Allah dalam Kitab Kehidupan. Musa
mengasihi mereka yang dipimpinnya. Keenam, Musa senantiasa berada di dalam
Tuhan. Musa menjaga hubungannya dengan Allah dengan hidup kudus dan berdoa
secara pribadi untuk berjumpa dengan Allah.[132]
Tuhan
Yesus Kristus adalah Pemilik dan sekaligus Kepala Gereja. Tuhan Yesus Kristus
juga menjadi teladan bagi seluruh pengikutNya. Termasuk dalam persoalan
kepemimpinan. Apakah gereja steril terhadap krisis kepemimpinan ? Kita melihat
bahwa gereja juga mengalaminya. Hal ini nampak bahwa di berbagai tempat terjadi
konflik dalam gereja, kesulitan mengoptimalkan anggota jemaat untuk melayani
pekerjaan Tuhan dan regenerasi yang tidak berjalan baik, tidak banyaknya orang yang mau menjadi pemimpin dalam gereja. Kita menyaksikan banyak pos-pos pelayanan yang diisi
hanya orang itu-itu saja, pelayanan
dipahami sebagai kegiatan sukarela sebagian umat yang terpanggil dan bukan panggilan dari semua umat percaya. Pada pihak lain, banyak orang merasa tidak layak ataupun
tidak pantas melayani dengan dalih tidak punya karunia yang bisa dibanggakan.
Padahal dalam 1 Korintus 12:4-12 jelas-jelas setiap orang kristen diperlengkapi
dengan karunia masing-masing. Menjadi pemimpin bukanlah menjadi orang yang
sempurna yang mempunyai semua talenta dan dan bisa melakukan apa saja. Seorang
pemimpin kristen melayani dengan talenta yang Tuhan berikan kepadanya.
Kepemimpinan juga tidak bergantung pada penampilan
fisik seseorang. Dalam 1 Samuel 16:7 mengajarkan kepada kita bahwa bukan
apa yang dilihat dari luar yang
menentukan dia pantas menjadi pemimpin atau bukan, tetapi Tuhan melihat
hatinya. Jadi, selain karunia yang sudah pasti ada dalam setiap diri manusia,
hati yang bersedia
melayani menjadikannya layak untuk
memimpin gerejaNya. Anggota-anggota Majelis Jemaat memang memiliki tugas dan persyaratan yang sama dengan manajemen pada
umumnya yaitu harus dapat
menyalurkan aspirasi dan mengatur, mempersatukan serta menggerakkan. Mereka
juga harus memiliki kepercayaan diri, kecakapan dan diterima oleh anggota
jemaatnya. Syarat-syarat yang kita baca dalam 1 Timotius 3 : 1-13 sebenarnya
tidak bertentangan dengan apa yang kita
lihat dalam manajemen umum. Hanya memang, dalam 1 Timotius 3 : 1-13 ada
ciri khasnya yaitu ciri kegerejaan. Syarat-syarat manajerial ini sudah
tentu perlu diperhatikan juga
dalam pemilihan anggota Majelis. Begitu
pentingnya kepemimpinan dalam gereja agar gereja dapat melaksanakan tugas
pangilannya, sehingga Tuhan Yesus Kristus mempergunakan sebagian besar waktuNya
untuk mempersiapkan pemimpin-pemimpin gereja.
Caleb
Tong saat menguraikan tentang pemimpin rohani yang kompeten, ia menjelaskan
bahwa seorang pemimpin berasal dari pengikut yang baik. Seorang jenderal dapat muncul dari dasar
prajurit, perdana menteri dapat pula hanya seorang pemimpin daerah pada
mulanya, harapan itu selalu ada pada orang yang mau setia dan tekun dalam hal
kecil dan rendah.[133]
Memang, seorang pemimpin yang baik pasti berasal dari seorang pengikut yang
baik.[134] Bila
menjadi sersan saja tidak becus, maka ia tidak pantas menjadi Jenderal. Pemimpin gereja yang baik dengan demikian
berasal dari anggota jemaat yang baik pula, sebab dengan menundukkan diri
itulah yang bersangkutan telah membuktikan kesungguhan dan ketangguhannya dalam
menundukkan diri sendiri. Bila seseorang
bisa menundukkan diri sendiri maka ia bisa menundukkan diri kepada Kristus dan
kepada pemimpin gerejaNya.
Bisakah
manusia menundukkan diri kepada Kristus? Manusia adalah manusia berdosa. Surat
Roma 3:23 menjelaskan bahwa semua orang telah kehilangan kemuliaan Allah dan
berkecenderungan untuk berbuat dosa. Oleh sebab itu manusia tidak akan memakai
hidupnya untuk kebenaran. Karena anugerahNya saja maka seseorang bisa
menundukkan diri kepada Kristus. Semua terjadi karena anugerah. Maka langkah
pertama agar dapat dipergunakan sebagai alatNya, seseorang harus menyerahkan
dirinya kepada Kristus. Ia harus mengalami
kelahiran baru. Si “aku” yang lama harus lenyap, barulah ia dapat memakai
hidupnya untuk kebenaran. Rasul Paulus
menegaskan bahwa, “dan janganlah kamu menyerahkan anggota-anggota tubuhmu
kepada dosa untuk dipakai sebagai senjata kelaliman, tetapi serahkanlah dirimu
kepada Allah sebagai orang-orang, yang dahulu mati, tetapi yang sekarang hidup.
Dan serahkanlah anggota-anggota tubuhmu kepada Allah untuk menjadi
senjata-senjata kebenaran.”[135] Bukan hanya setiap orang kristen dipanggil menjadi ciptaan baru, tetapi gereja
juga. Menjadi ciptaan baru merupakan perjuangan terus menerus sepanjang hidup.
Ciptaan baru berarti yang lama yang usang sudah ditinggalkan, yang baru yang
lebih efektif dikerjakan. Meskipun setiap orang kristen harus menjadi ciptaan
baru dengan spiritualitas baru, tetapi manifestasi spiritualitas bergantung
pada tingkat kematangan pribadi setiap individu. [136]
Octavianus mengatakan bahwa “tugas seorang pemimpin rohani tidak hanya
mewariskan pengetahuannya, melainkan mewariskan seluruh kehidupannya,
kepribadiannya dan teladannya.[137] Apa
yang dikatakannya itu senada dengan kesaksian rasul Paulus yang mengatakan,
“Dan apa yang telah kamu pelajari dan yang telah kamu terima, dan apa yang
telah kamu dengar dan apa yang telah kamu lihat padaku, lakukanlah itu.”[138]
Pemimpin
harus memiliki spiritualitas yang baik. Kepemimpinan yang diberlakukan di
gereja adalah kepemimpinan yang meneladan pada, dan menerapkan kehendak Tuhan
Yesus Kristus.
Semua
pemimpin kristen harus menerapkan
kepemimpinan kristen. Tetapi banyak
orang berputus asa menerapkan kepemimpinan ini dan memilih pola pikir
kepemimpinan populer. Hal ini bukan hanya terjadi di dunia kerja tetapi juga
dalam hidup organisasi atau komunitas kristen seperti persekutuan, sekolah,
rumah sakit dan gereja. Misalnya dalam mengembangkan orang-orang yang menjadi
pengikutnya, pemimpin Kristen cenderung mempraktikkan cara kepemimpinan populer
dalam dunia kerja, yaitu kepemimpinan yang umumnya menghasilkan pencapaian
sasaran walaupun mutu prosesnya tidak memadai. Padahal dalam kepemimpinan kristen,
baik proses maupun hasil harus berjalan selaras. [139]
Yesus
Kristus adalah model Pemimpin kristen yang sejati.[140] Tetapi, bukankah terbentang jarak yang jauh
antara manusia biasa dengan Yesus Kristus ? Umumnya, orang Kristen mengatakan
bahwa apa yang dilakukan Yesus Kristus tidak mungkin dilakukan pengikutNya. Mengenai
hal ini Henry J.M. Nouwen mengatakan, “segala milik Yesus diberikan kepada
kita untuk kita terima. Segala yang
dikerjakan Yesus dapat kita lakukan juga. Yesus tidak menganggap kita sebagai
warga kelas dua. Ia tidak menyembunyikan sesuatupun kepada kita.”[141] Tuhan Yesus Kristus sendiri berkata, “Aku
telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama
seperti yang telah Kuperbuat kepadamu. Aku berkata kepadamu : sesungguhnya
seorang hamba tidaklah lebih tinggi daripada tuannya, ataupun seorang utusan
daripada dia yang mengutusnya. Jikalau kamu tahu semua ini, maka berbahagialah
kamu, jika kamu melakukannya.”[142] Dengan menggali dan belajar dari kepemimpinan
Yesus Kristus, kita akan menemukan prinsip-prinsip kepemimpinan Kristen yang
berguna bagi pengembangan kepemimpinan gereja pada masa kini.
Patut
disadari bahwa kepemimpinan tidak selalu merupakan kepemimpinan yang bertujuan
dan berdampak baik. Ada kepemimpinan yang dijalankan dengan tujuan dan dampak
baik, tapi ada pula yang dilakukan untuk mencelakakan orang lain demi
keuntungan pribadi atau golongan. Tetapi kepemimpinan yang bertujuan dan
berdampak baik selalu berhubungan dengan spiritualitas pemimpin yang baik. Ada kontras yang tajam antara pemimpin dengan
spiritualitas baik dengan yang buruk. Demikian pula dampak kepemimpinannnya. Kitab
Injil mencatat bahwa Yesus Kristus sering menarik kontras yang tajam antara
standar spiritualitas pengikutNya dengan standar spiritualitas non pengikutNya.
Kadang-kadang kontras itu diambil Yesus antara orang non Yahudi atau
bangsa-bangsa kafir dan pengikut-pengikutNya. Pada kesempatan lain, Yesus
menarik kontras itu antara murid-muridNya dengan orang-orang yang religius,
khususnya para ahli Taurat dan orang-orang Farisi. [143]
Kepemimpinan
adalah konsep yang dipakai baik oleh gereja maupun dunia. Namun paham
kepemimpinan kristen dan paham kepemimpinan dunia pada umumnya tidak identik. Dari
sudut pandang iman Kristen, kepemimpinan memiliki dasar teologis yang kokoh. Allah
menganugerahkan karunia-karunia rohani termasuk karunia kepemimpinan kepada
gerejaNya.[144]
Umat Kristen berusaha hidup suci, benar, punya komitmen terhadap Kristus, atau
patuh secara mutlak kepada Tuhan. Untuk hal-hal di atas diperlukan
pemimpin-pemimpin yang akan melakukan apa saja yang diperlukan untuk membantu
umat manusia yang berkecenderungan berbuat dosa, mementingkan diri sendiri dan
sesat ini sehingga melalui kepemimpinan kristen mereka dapat memiliki
sifat-sifat seperti Kristus.[145]
Robby
E Chandra memandang kepemimpinan kristen melalui dua metafor. Pertama,
kepemimpinan sebagai sebuah perjalanan dan kepemimpinan sebagai suatu api.[146] Dengan mengibaratkan kepemimpinan sebagai
perjalanan, proses kepemimpinan dimengerti sebagai dinamika atau gerak.
Artinya, dalam perjalanan kepemimpinannya, pemimpin harus tahu tujuan
perjalanan, mengerti seberapa jauh mereka sudah menempuh perjalanan mereka,
kerelaan meninggalkan masa lalu yang telah ditempuh dan menghadapkan
pandangannya jauh ke depan, yaitu kepada tujuan ke mana mereka pergi.
Sementara metafor api dalam kepemimpinan kristen, merupakan gambaran
bahwa dalam kepemimpinan itu, pemimpin dapat memberikan terang atau kejelasan
arah. Dengan daya itu pemimpin dapat menghangatkan hati anak buah atau
pengikutnya. Ia juga dapat membuat mereka semakin matang dalam kualitas keterampilan dan karakter mereka. Pemimpin
dapat membakar semangat yang dipimpinnya sehingga dapat mencapai hal-hal yang
istimewa. Api atau semangat itu didapat sang pemimpin dari Tuhan yang
dilayaninya.
Kepemimpinan
kristen memiliki dasar teologis yang kuat. Dasar-dasar teologis kepemimpinan
Kristen menurut BNH sebagai berikut: Pertama, kepemimpinan kristen sebagai hakikat manusia
sebagai gambar Allah. Kedua, kepemimpinan kristen sebagai sarana memuliakan Allah. Ketiga,
kepemimpinan kristen sebagai sarana bersyukur kepada Allah dan keempat,
kepemimpinan kristen sebagai sarana pertanggungjawaban atas anugerah Allah.
a.
Kepemimpinan
Adalah Hakikat Manusia Sebagai Gambar
Allah
Sebagai mahluk ciptaan Allah yang
diciptakan secara khusus sebagai gambarNya, manusia menerima hakikatnya sebagai
pemimpin. Dalam Kejadian 1:26 dinarasikan, berfirmanlah Allah : “Baiklah Kita
menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas
ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh
bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi.” Manusia sejak mulanya diciptakan Allah dengan
membawa hakikat kepemimpinan di dalam dirinya. Eka Darmaputera melihat ayat di
atas sebagai petunjuk bahwa semua manusia tanpa terkecuali sama-sama adalah
pemimpin.[147]
Semua orang ditentukan dan dipanggil
Allah untuk memimpin.
Myles Munroe dalam bukunya The Spirit Of Leadership mengatakan
bahwa manusia diciptakan Allah masing-masing untuk mengatur, memerintah,
mengendalikan, menguasai, mengelola, dan memimpin lingkungan mereka. Tidak
peduli siapapun dia, manusia memiliki sifat dan kapasitas untuk memimpin.
Seperti burung memiliki naluri untuk terbang, dan ikan untuk berenang,
demikianlah manusia memiliki kapasitas untuk memimpin dan memegang kendali
kehidupan.[148]
Meskipun demikian, dalam hubungannya
dengan relasi antar manusia, berlaku
prinsip pokok : hanya ada satu Pemimpin. Pemimpin satu-satunya tersebut adalah
Tuhan sendiri. PEMIMPIN dalam huruf besar. Tuhan adalah Sang Pemimpin, bukan
sekedar salah satu pemimpin dalam relasi antar manusia.[149] Alkitab menyebutkan, bahwa Allah memberi
kuasa kepada manusia untuk berkuasa atas segala mahluk tetapi dalam hubungan
antar manusia, Allah tidak pernah memberi wewenang untuk berkuasa atas manusia
lain. Allah menghendaki dalam hubungan antar manusia yang terjadi adalah saling
menolong. Saling menjadi penolong yang sepadan.
Tidak saling mendominasi.[150]
Dalam suatu kehidupan bersama
bagaimanapun kepemimpinan tak
terelakkan, namun kepemimpinan itu harus mengacu kepada mandat dan penugasan
Allah; Sang Pemimpin satu-satunya, yaitu
untuk mengembangkan kemungkinan saling tolong-menolong dalam kesepadanan,
kesetarafan dan kesetaraan. Manusia adalah gambar Allah dan bukan Allah. Oleh
karenanya, kepemimpinan manusia haruslah mencerminkan kepemimpinan Allah.[151]
Iman kristen meyakini bahwa Yesus
Kristus telah dengan sempurna mempresentasikan kepemimpinan Allah itu. Dialah
model Pemimpin kristen yang sejati.[152] Dalam setiap kitab Injil, baik secara
keseluruhan maupun secara terpisah dapat dilihat keberadaan Tuhan Yesus dari
berbagai sisi tetapi selalu berpusatkan pada Yesus Kristus yaitu pada
keberadaanNya, perkataan maupun perbuatanNya. Yesus Kristus adalah tema
utamanya.[153]
Dia menjadi model bagi pengikutNya termasuk dalam bidang kepemimpinan. Tuhan
Yesus Kristus sendiri berkata, “Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu,
supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu. Aku
berkata kepadamu : sesungguhnya seorang hamba tidaklah lebih tinggi daripada
tuannya, ataupun seorang utusan daripada dia yang mengutusnya. Jikalau kamu tahu
semua ini, maka berbahagialah kamu, jika kamu melakukannya.”[154] Dengan ini maka dalam kepemimpinan
kristen berlaku kepemimpinan seperti
yang diteladankan oleh Yesus. Dengan kata lain kepemimpinan yang melayani.
Manusia sebagai gambar Allah adalah
para pemimpin. Dalam relasi antar manusia ia dipanggil uuntuk melaksanakan
kepemimpinan yang mencerminkan
kepemimpinan Allah. Dengan kata lain, mencerminkan kepemimpinan Yesus Kristus.
b.
Kepemimpinan
Kristen Adalah Sarana untuk Memuliakan Allah
Kepemimpinan Kristen harus dimulai
dari Allah. Segala sesuatu diciptakan oleh Allah dan untuk kemuliaan Allah, termasuk
kepemimpinan. Surat rasul Paulus kepada jemaat di Kolose menyebutkan, “Karena
di dalam Dialah telah diciptakan segala
sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang
tidak kelihatan......... segala sesuatu
diciptakan oleh Dia dan untuk Dia.”[155]
Allah tidak hanya menciptakan planet, matahari, lautan, tanah, udara, air,
bebatuan, marga satwa, tumbuh-tumbuhan, hukum-hukum alam, manusia dan seluruh
semesta yang dapat dilihat oleh mata jasmani manusia. Tetapi termasuk di
dalamnya segala yang tak terlihat. Maka segala potensi yang ada di dalam diri
manusia termasuk potensi kepemimpinan adalah ciptaanNya. Senada dengan ini,
Rick Warren dalam bukunya The Purpose
Driven Life mengatakan dengan tegas
bahwa segala sesuatu harus diawali dengan Allah.[156]
Demikian pula dengan kepemimpinan.
Kepemimpinan Kristen ada pertama-tama untuk Allah yaitu untuk mendatangkan
kemuliaan bagiNya. Tuhan Yesus memahami dengan sempurna bahwa itulah tujuan
misiNya di bumi, sehingga Ia berkata kepada Bapa, “Aku telah mempermuliakan
Engkau di bumi dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan
kepadaKu untuk melakukannya.”[157] Bagi seorang Kristen, kepemimpinan menjadi
sarana untuk mempermuliakan Allah.
c.
Kepemimpinan
Kristen Adalah Sarana Untuk Mengucap Syukur
Kepemimpinan juga dapat dijadikan
sarana bersyukur kepada Allah. Seorang Kristen yang sungguh mengenal dan
mengasihi Tuhan Yesus pasti menjadikan hidupnya sebagai tanda syukur kepada
Allah. Salah satunya adalah melalui apa yang dilakukan, termasuk kepemimpinan.
Rasul Paulus berkata, “Apapun juga yang
kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan
untuk manusia.”[158] Menjalankan kepemimpinan dengan mengingat
Tuhan, dilakukan sebagai ungkapan syukur
menjadikan kepemimpinan Kristen
berfokus pertama-tama kepada Tuhan baru kemudian kepada manusia. Pemimpin
Kristen menjalankan kepemimpinannya harus dengan semangat, sebaik dan segiat
mungkin, seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia saja.
d.
Kepemimpinan
Kristen Adalah Tanggung Jawab Atas Anugerah
Alkitab menunjukkan bahwa setiap
orang yang menerima Yesus Kristus mendapat anugerah kepemimpinan, yakni
memperoleh kuasa untuk menjadi anak-anak Allah.[159]
Dengan menerima kuasa, berarti setiap pengikut Tuhan Yesus Kristus memiliki
hak, kekuatan, kapasitas, kompetensi, kemampuan, pengaruh atau otoritas untuk
memimpin.[160]
Setiap murid Yesus Kristus diberi kuasa untuk meraih orang-orang di sekitarnya
yang belum mengenal kasih Yesus Kristus. Dengan kuasa yang sudah diberikan
Tuhan ini, maka setiap orang Kristen adalah pemimpin. Pemimpin Kristen adalah
seorang yang sudah menerima Yesus Kristus dan telah diubahkan untuk kemudian
menggerakkan orang lain melalui visi yang Tuhan berikan kepadanya. Kelebihan pemimpin Kristen dengan demikian tidak
bersumber di dalam dirinya, tetapi berada di dalam keintimannya dengan Tuhan.
Selebihnya adalah pemberian atau anugerah Tuhan. Seorang pemimpin Kristen
bergantung sepenuhnya kepada Tuhan dan tidak kepada kelebihan pribadi yang ada
padanya, maka ia menjadi peka pada suaraNya, mengetahui visiNya, lebih patuh
kepadaNya dan makin bertumbuh terus di dalam Tuhan. Pertumbuhan itu mencakup
aspek pengetahuan, emosi dan perilakunya.[161]
E.
KONSEP
KEPEMIMPINAN YESUS KRISTUS
Tokoh
Yesus dari Nasaret sangat kontroversial. Sejak kemunculanNya sebagai Pemimpin
di muka umum pada sekitar tahun 27, banyak yang bertanya-tanya tentang
identitasNya : Siapakah Anak Manusia itu ?
Dan jawabannya beraneka ragam. Ada yang mengatakan : Yohanes pembaptis,
ada juga yang mengatakan Elia dan ada pula yang mengatakan Yeremia, atau salah
seorang dari para nabi.[162]
Lalu, pada masa selanjutnya, ada yang memandangNya sebagai tokoh revolusi, nabi
eskhatologis, nabi sosial, orang suci kharismatis, guru hikmat, filsuf yang
sinis, dsb.[163]
Tetapi pengakuan iman Kristen ortodoks menyatakan bahwa Yesus dari Nasaret
sesungguhnya adalah Allah yang menjadi manusia. “Yesus adalah Tuhan” merupakan
bunyi pengakuan iman kristen yang pertama.[164]
Pokok pengakuan iman ini secara mutak membedakan agama Kristen dengan agama
Yudaisme dan Islam.[165] Dengan mengakui Yesus Kristus sebagai Tuhan
yang berkuasa di sorga dan di bumi, sudah sewajarnya gereja sebagai milikNya
mengakui dan tunduk kepada otoritas kepemimpinanNya.
Kepemimpinan
Yesus Kristus adalah sumber kepemimpinan Kristen. Kepemimpinan Kristen harus
meneladan kepada kepemimpinan Yesus Kristus karena Dialah Guru dalam
kepemimpinan para muridNya sepanjang masa.
Pemimpin
Kristen memiliki kelebihan pertama-tama bukan karena keunggulannya dibandingkan
pengikutnya, tetapi karena keintimannya dengan Tuhan. Pemimpin Kristen memperoleh
kuasa dan kemampuan karena anugerah Tuhan. Ia bergantung pada Tuhan dan tidak bersandar pada
kelebihan pribadi yang dimiliki. Di situlah letak kelebihannya.[166]
Alkitab
menjelaskan bahwa kepemimpinan Yesus Kristus tidak sama dengan kepemimpinan
pada umumnya. Yesus Kristus sendiri menyatakan
perbedaan itu sebagai berikut :
“Kamu
tahu, bahwa mereka yang disebut pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya
dengan tangan besi, dan pembesar-pembesarnya menjalankan kuasanya dengan keras
atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar
di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi
yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya. Karena
Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan
untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang."[167]
Menurut
John Stott, bagi pengikut-pengikut Yesus, menjadi pemimpin itu tidak sinonim
dengan menjadi tuan. Menjadi pemimpin berarti melayani, bukan menguasai.
Pemimpin dipanggil untuk menjadi hamba, bukan raja di raja. Meskipun pemimpin
adalah pelayan, tetapi kepemimpinan mustahil dapat berjalan tanpa otoritas
tertentu. Otoritas tersebut diberikan oleh Yesus Kristus bukan untuk menguasai
tapi untuk melayani, bukan dengan jalan kekerasan tapi dengan jalan memberi
teladan, bukan dengan paksaan melainkan persuasi.[168]
Cara
memimpin seperti Yesus disebut kepemimpinan yang melayani. Menurut Rick Warren,
saat ini, Yesus Kristus adalah Pemimpin terbesar di dunia. Pengikutnya ada 2,1
miliar orang. Tak seorangpun yang menyamainya.[169]
Kepemimpinan yang melayani yang dilakukan Yesus adalah jenis kepemimpinan
terbaik. Lee Brase berkata, “Jika anda melatih seseorang maka ia akan menjadi
seperti anda tetapi jika anda melayaninya, langit adalah batas dari
perkembangannya.”[170]
Pemimpin
dalam perspektif Yesus, harus mampu memberikan pelayanan yang baik demi
kepentingan pengikut yang dipimpinnya. Pemimpin dipanggil untuk melayani, yaitu
memperhatikan, menolong dan mempedulikan orang-orang yang dipimpin. Itulah
fungsinya, dan tanpa adanya kesungguhan dan kemampuan itu, pemimpin tidak
diperlukan.[171]
Alasan
Yesus menitikberatkan unsur pelayanan dalam kepemimpinan karena adanya bahaya
utama yang terkandung dalam kepemimpinan yaitu keangkuhan. Tetapi itu bukan
alasan yang terutama. Menurut John Stott, hal ini lebih disebabkan dalam
kepemimpinan yang melayani terdapat pengakuan akan harkat dan martabat
orang-orang sebagai manusia.[172] Manusia
adalah gambar Allah. Dan sebagai gambar Allah, mereka seharusnya dilayani dan
bukan dieksploitasi, dihormati dan bukan dimanipulasi.
Ada
enam aspek atau indikator hasil penelitian Sanjaya, seorang Indonesia yang
tinggal di Melbourne, Australia yang menunjukkan kehadiran pemimpin yang
melayani yaitu : Pemimpin merendahkan diri dengan sadar, ia memiliki diri yang
otentik, menghidupkan spiritualitas transenden, memberikan penekanan pada moralitas,
menjalin hubungan persaudaraan dan menggunakan pengaruhnya untuk menghasilkan
transformasi pada pengikutnya.[173]
John Stott menyimpulkan bahwa terdapat lima unsur pokok sebagai ciri khas
kepemimpinan yang melayani, yaitu : visi yang jelas, kerja keras, ketekunan
yang penuh ketabahan, pelayanan dengan rendah hati dan disiplin baja.[174] Sementara
itu Ken Blanchard dan Phil Hodges dalam bukunya Lead like Jesus, Belajar Dari Model Kepemimpinan Paling Dahsyat
Sepanjang Zaman menguraikan empat ranah kepemimpinan Yesus yang integral
yaitu kepemimpinan dengan hati, kepala, tangan dan kebiasaan.[175]
Kepemimpinan Yesus Kristus secara garis besar
memiliki ciri-ciri sebagai mana penulis
paparkan di bawah ini.
a.
Kepemimpinan dengan Visi yang Jelas
Bagi
seorang pemimpin, visi bukanlah suatu pilihan. Visi adalah bagian perlengkapan
standar untuk seorang pemimpin sejati. Bagi pemimpin Kristen, visi yang dipakai
olehnya untuk memimpin bukanlah visi yang dibuat sendiri melainkan harus visi
yang Tuhan berikan kepadanya. Hal ini juga dikatakan oleh George Barna.
menurutnya visi sejati berasal dari Tuhan. Bila seorang pemimpin Kristen memunculkan
suatu visi tentang masa depan, visinya bisa keliru, kurang dan terbatas. Visi
Tuhanlah yang sempurna dalam segala hal. Dan Tuhan memberikan visi itu kepada
para pemimpin yang dipilihNya.[176]
Karena
visi itu berasal dari Tuhan, maka orang-orang yang ingin memimpin karena
memiliki karunia, karena pengalaman, karena mereka menikmati kekuasaan, karena
memiliki ide-ide untuk membangun, karena mereka mencintai perhatian, atau
mereka telah diatur untuk melakukan itu adalah orang-orang yang berbahaya bila
menjadi pemimpin. Motivasi mereka tidak tepat. Pemimpin adalah pelayan. Mereka
yang mencari posisi kepemimpinan karena alasan-alasan selain memenuhi visi yang
diberikan Tuhan, bukanlah pemimpin yang sejati.[177]
Kisah
Yesus yang berpuasa empat puluh hari lamanya dan kemudian mengalami pencobaan
di padang gurun pada awal-awal pelayananNya hendak menampilkan fakta sejarah
bagaimana perjuangan dan pertarungan spiritual Yesus pada awal Dia mencari visi
dan menemukan panggilan hidupNya.[178] Puasa
yang dilakukan Yesus juga merupakan gejala umum lintas budaya yang juga biasa ditempuh para pemimpin
kharismatis pada masa dulu hingga sekarang untuk mencari visi mereka.[179]
Begitu pentingnya visi bagi seorang pemimpin. Pemimpin harus mendapatkan visi
dari Allah agar kepemimpinannya berhasil.
b.
Kepemimpinan dengan Integritas dan Karakter
Kuat
Karakter
pribadi dapat dikembangkan. Jack W. Hayford mengatakan bahwa perkembangan
karakter kepemimpinan memerlukan lebih dari sekedar praktik disiplin lahiriah,
karena hal itu melibatkan hati dan bukan hanya kebiasaan. Karakter bukan hanya
berhubungan dengan pengabdian, karena hal itu melibatkan transformasi bukan
sekedar inspirasi. Juga bukan sekedar kepatuhan pada peraturan karena
melibatkan Roh Kudus yang berkarya dalam batin seseorang. Karakter juga bukan
hanya soal kekudusan hidup pribadi tetapi hidup yang transparan di hadapan
orang lain yang didorong hati yang penuh ketulusan.[180]
c.
Kepemimpinan dengan Kuasa Doa
Seorang
pemimpin harus mampu mendengarkan suara Tuhan. Ia tidak tergesa-gesa membuat
keputusan. Ia menunggu suaraNya. Ada saat di mana keputusan cepat dan tepat
harus diambil tetapi keputusan dipertimbangkan sedemikian rupa dengan
mempergumulkannya dalam doa. Meskipun pemimpin-pemimpin dunia dan
pemimpin-pemimpin kristen dapat memimpin dengan atau tanpa doa,[181]
tetapi pemimpin-pemimpin besar dalam Alkitab adalah para pemimpin yang berdoa.[182]
Pemimpin gereja haruslah seorang pendoa.
Kisah
Tuhan Yesus bersama Petrus, Yakobus dan Yohanes menyendiri di gunung yang
tinggi untuk berdoa. Pada saat Yesus berdoa, Ia bertransfigurasi sehingga
pakaianNya berkilau-kilauan. Yesus berhubungan langsung dengan alam roh yang
tak kasat mata.[183] Kepemimpinan
Yesus dimulai dengan doa dilakukan dengan doa dan diakhiri dengan doa.
e. Kepemimpinan
Yang Memberdayakan
Tom Philips, salah satu pemimpin
dalam tim pelayanan Billy Graham menjelaskan prinsip-prinsip dalam membangun
suatu tim pelayanan Kristen, yang penyusun rangkum sebagai berikut: Suatu tim harus mempunyai seorang pemimpin
yang memiliki karunia dan komitmen. Tim terdiri dari pria dan wanita yang
memiliki hati yang sudah dijamah oleh Allah. Mereka merupakan sekelompok orang
yang bersatu di bawah ketuhanan Yesus
Kristus. Tiap anggota tim harus berfokus pada visi, ditempatkan secara tepat
dalam bidang pelayanan tertentu, dalam
komunikasi dengan sesama anggota tim yang terjaga baik. Tim harus selalu
dilatih dan diberdayakan. Setiap anggota tim memahami dan menghormati otoritas
yang ada. Mereka memiliki prinsip melayani lebih penting daripada kedudukan.
Bila mengalami kegagalan, tim harus menyadari bahwa hal itu bisa menjadi suatu
langkah menuju sukses. Suasana hubungan tiap anggota tim harus mencapai tingkat kenyamanan seperti
suasana rumah. Tim harus mampu merespons perubahan dengan tetap fleksibel.
Anggota tim menerima pendelegasian, tetapi tidak dilepaskan dan transparan.
Kepemimpinan merupakan kepemimpinan berjenjang, seperti kepemimpinan Musa.
Menjaga kesatuan tim. Setiap pemimpin tim merupakan pelatih bagi mereka yang
dibawah otoritasnya, setiap anggota tim yang tidak berpartisipasi diganti dan
setiap anggota tim selalu terfokus dalam tujuan.[184]
f. Kepemimpinan
yang Menginspirasi
g. Kepemimpinan
yang Dilakukan dalam Ketaatan Pada Allah
h. Kepemimpinan
yang Memberi Teladan
i.
Kepemimpinan dalam Semangat Rela
Berkorban
DAFTAR PUSTAKA
1.
Andy Stanley,
Visioneering.
2.
Andrias Harefa, “Visi Dan Misi Kepemimpinan
Kristiani” Kepemimpinan Kristiani.
3.
Anugerah Pekerti dan Jansen H. Sinamo,
“Kompetensi Etis dan Spiritual, Keniscayaan Pemimpin Abad Ke-21” Kepemimpinan Kristiani.
4.
A. Roy Eckardt, Menggali Ulang Yesus Sejarah : Kristologi Masa Kini
5.
A.A Yewangoe, Theologia Crucis di Asia
6.
Bambang Mulyatno dan lainnya, “Kepemimpinan
Gereja Dalam Mengelola Keesaan Dan Konflik Studi Kasus GKJ” Kepemimpinan dan Pembinaan Warga Gereja.
7.
Benny Salindeho, “Mengelola Perubahan Di Era
Reformasi” Kepemimpinan Kristiani
8.
Bill Hybels, Courageous
Leadership.
9.
Caleb Tong, “Pemimpin Rohani Yang Kompeten” Kepemimpinan
dan Pembinaan Warga Gereja
10.
Chris Lowney, Heroic Leadership.
11.
Carson Pue, Mentoring
Leaders
12.
Charles Agyin-Asare, Dari Orang Biasa Menjadi luar
Biasa.
13.
C. Peter Wagner, “Pentingnya Doa Dalam Memimpin”
Leaders On Leadership, Pandangan Para
Pemimpin Tentang Kepemimpinan.
14.
Eka Darmaputera, Kepemimpinan dalam Perspektif Alkitab .
15.
Eka Darmaputera, “Kepemimpinan Perspektif
Alkitab” Kepemimpinan Kristiani .
16.
Elmer L. Towns, “Peran Pembaharuan Dalam
kepemimpinan” Leaders On Leadership,
Pandangan Para Pemimpin Tentang Kepemimpinan.
17.
Eva Yunita, Pemimpin
Muda Peka Zaman.
18.
George Barna,
Turning Vision into Action .
19.
George Barna, “Hal Yang Berkaitan Dengan Visi” Leaders On Leadership, Pandangan Para
Pemimpin Tentang Kepemimpinan.
20.
George Barna, “Tidak Ada Yang Lebih Penting
Daripada Kepemimpinan” Leaders On
Leadership, Pandangan Para Pemimpin Tentang Kepemimpinan.
21.
Hans Ruedi Weber, Kuasa.
22.
Hendri
J.M. Nouwen, Cakrawala Hidup Baru
23.
Henri
J.M. Nouwen, Dalam Nama Yesus,
Permenungan tentang Kepemimpinan Kristiani,
24.
Ioanes Rakhmat, Memandang Wajah Yesus Sebuah Eksplorasi Kritis
25.
Jack W. Hayford, “Karakter Seorang Pemimpin” Leaders On Leadership, Pandangan Para
Pemimpin Tentang Kepemimpinan.
26.
Jansen H. Sinamo, “Kreativitas dan Inovasi,
Keterampilan Untuk Memecahkan Masalah kehidupan” Kepemimpinan Kristiani.
27.
Jerry Rumahlatu,
Psikologi Kepemimpinan
28.
Jimmy Oentoro,
“Pemimpin Abad XXI” Kepemimpinan dan Pembinaan Warga Gereja
29.
John C. Maxwell, The Choice Is Yours,
30.
John C. Maxwell, The 21 Indispensable Qualities Of A Leader (21 Kualitas Kepemimpinan Sejati),
31.
John C. Maxwell, The 21 Irrefutable Laws Of Leadership (21 Hukum Kepemimpinan Sejati.)
32.
John Stott, Isu-Isu
Global Menantang Kepemimpinan Kristiani
33.
John R.W. Stott, Khotbah Di Bukit jilid 1,
34.
Jonathan L. Parapak, “Komunikasi, Elemen Dasar
Kepemimpinan Kristiani” Kepemimpinan
Kristiani
35.
Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, Apakah Kepemimpinan Abnormal Iitu?.
36.
Ken Blanchard dan Phil Hodges, Lead like Jesus, Belajar Dari Model
Kepemimpinan Paling Dahsyat Sepanjang Zaman.
37.
Kenneth O. Gangel, Feeding
and Leading
38.
Leroy Eims, 12
Ciri Kepemimpinan Yang Efektif,
39.
Majalah Wanita Kartini no 2253, edisi 25 Juli-15
Agustus 2013, 46-49.
40.
Marcus J. Borg, Kali Pertama Jumpa Yesus Kembali : Yesus Sejarah dan Hakikat Iman
Kristen Masa Kini
41.
Mark Allan Powell, Jesus As A Figure in History : How Modern Historians View the Man from Galilea
42.
Martin Handoko, Motivasi Daya Penggerak Tingkah
laku.
43.
Meno Soebagjo, “Esensi Dasar Pelayanan
Gereja” Pelayanan Gereja, Gema Duta
Wacana .
44.
Myles Munroe,
The Spirit Leadership
45.
Norman Geisler & Peter Bocchino, Unshakable Foundations.
46.
Paul J.
Meyer, Menjadi Pelatih Sejati dalam
Kehidupan-5 Langkah Menjadi Pemimpin.
47.
Peter Drucker, Management
.
48.
P. Octavianus, Manajemen dan kepemimpinan Menurut Wahyu Allah.
49.
Rauch C.F. dan Behling O. Bdk Rauch C.F. and
Behling O, “Functionalism : Basis for An Alternate Approach to The Study of
Leadership” Leader and Managers :
International Perspectives on Managerial Behavior and Leadership.
50.
Rama S. Nugraha, Jangan Jadi Pemimpin Sebelum Baca Buku Ini !,
51.
Rick Warren,
The Purpose Driven Life,
52.
Rick Warren, Pertumbuhan Gereja Masa Kini
53.
Richard Boyatziz dan Annie McKee. Resonant Leadership,
54.
Robby I. Chandra, Kamu Juga Bisa Kenal ! Cara Memimpin Di Wilayah Diri.
55.
Robby I. Chandra, Kamu
Juga Bisa !
56.
Robby I. Chandra, Kamu Juga Bisa Meraih ! Cara Meraih Mitra dan Menghasikan Kerjasama
57.
Robby I. Chandra, Ketika pemimpin Harus Menghadapi Perubahan,
58.
Robby I. Chandra, Pemimpin Dan mentoring dalam organisasi.
59.
Robert P. Borrong, “Etika dan Karakter
Kepemimpinan Dalam Perspektif Kristiani” Kepemimpinan
Kristiani.
60.
Robert D. Dale, Pelayanan Sebagai Pemimpin,
61.
Rudi Lack,
101 Prinsip-Prinsip
Kepemimpinan Dari Kitab Nehemia
62.
Sinclair B. Ferguson, Khotbah Di Bukit Cermin Kehidupan Sorgawi Di Tengah Dunia Berdosa,
63.
Soen Siregar, “Motivasi Pelayanan” Kepemimpinan
Kristiani.
64.
Sudarwan Danim, Motivasi Kepemimpinan Dann Efektivitas kelompok
65.
S.A.E Nababan, peny., Panggilan Kristen dalam Pembaharuan Masyarakat
66.
Tom Philips, “Membentuk Suatu tim Agar Pekerjaan
Terlaksana” Leaders On Leadership,
Pandangan Para Pemimpin Tentang Kepemimpinan.
67.
Triantoro Safaria, Kepemimpinan.
68.
Wallace Erickson, “Peralihan Dalam Kepemimpinan”
Leaders On Leadership, Pandangan Para
Pemimpin Tentang Kepemimpinan.
69.
Yakub B. Susabda, Kaum Injili, Membangkitkan Kembali Iman Kristen Ortodoks.
70.
Yap Un Han, Problematika
Hamba Tuhan, .
71.
Yusak Tridarmanto, “Yesus dan Pelayanan” Pelayanan
Gereja Gema Duta Wacana .
72.
Yakob Tomatala,
Kepemimpinan Yang Dinamis
73.
Yakob Tomatala, Manajemen : Pengembangan SDM Pemimpin Kristen
74.
Yakob Tomatala,
Pemimpin Yang Handal.
75.
Yakob Tomatala, Manusia Sukses.
[1]
Richard Boyatziz dan Annie McKee. Resonant Leadership, pen.Hikmat Gumelar,
ed. F. Budi Hardiman (T.k.: Esensi divisi Penerbit Erlangga, 2010),1-4.
[2]
Eka Darmaputera, “Kepemimpinan Perspektif Alkitab” Kepemimpinan Kristiani (Jakarta: Unit Publikasi dan Informasi STT
Jakarta, 2001), 1.
[3]
Myles Munroe, The Spirit Leadership, pen.
Budijanto, peny. Paula Allo (Jakarta: Immanuel Publishing House, cet kedua 2008), 17.
[4]
Ibid, 18.
[5]
Meno Soebagjo, “Esensi Dasar Pelayanan Gereja”
Pelayanan Gereja ( Yogyakarta: Jurnal Teologi Gema Duta Wacana
No. 57, 2001), 27.
[6]
Mat. 20:20-28, Mrk. 10:35-45.
[7]
Meno Soebagjo, “Esensi Dasar Pelayanan Gereja”
Pelayanan Gereja, 27.
[8]
Yusak Tridarmanto, “Yesus dan Pelayanan”
Pelayanan Gereja (Yogyakarta:
Jurnal Teologi Gema Duta Wacana No. 57, 2001), 93.
[9]
Mat. 20:28, Mrk 10:45.
[10]
Robby I. Chandra, Kamu Juga Bisa ! (t.k. : Young Leader Institute, 2009), 42.
[11]
Jerry Rumahlatu, Psikologi Kepemimpinan (t.k. :
CV Cipta Varia Sarana, 2011), 53.
[12]
Ibid, 53-54.
[13]
Sudarwan Danim, Motivasi Kepemimpinan
Dann Efektivitas kelompok (Jakarta :
Penerbit Rineka Cipta, 2004), 55-56.
[14]
Robby I. Chandra, Kamu Juga Bisa !, 42.
[15]
Sebagaimana dikutip oleh Yakob Tomatala. Lih Yakob Tomatala, Kepemimpinan
Yang Dinamis (Jakarta: YT Leadership
Foundation dan Gandum Mas, 1997), 28-29.
[16]
Jerry Rumahlatu, Psikologi Kepemimpinan, 55-56.
[17]
Triantoro Safaria, Kepemimpinan (Yogyakarta:
Penerbit Graha Ilmu, 2004), 3.
[18]
Jerry Rumahlatu, Psikologi Kepemimpinan, 56.
[19]
Ibid.
[20]
Jerry Rumahlatu, Psikologi Kepemimpinan,
35-36.
[21]
Caleb Tong, “Pemimpin Rohani Yang Kompeten”
Kepemimpinan dan Pembinaan Warga
Gereja (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, Cet pertama 1998), 190.
[22]
Ibid., 190-194.
[23]
Kartini Kartono, Pemimpin dan
Kepemimpinan, Apakah Kepemimpinan Abnormal Iitu? (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2009), 87.
[24]
Majalah Wanita Kartini no 2253, edisi 25 Juli-15 Agustus 2013, 46-49.
[25]
Jerry Rumahlatu, Psikologi Kepemimpinan, 42-45.
[26]
Peter Drucker, Management (California: t.p., 1985), 421. [Terjemahan Langsung]. Ia
mengatakan bahwa manajerpun harus memberdayakan diri mereka.
[27]
Robby I. Chandra, Kamu Juga Bisa !, 107-109.
[28]
Ibid.
[29]
Kel. 24:1-18.
[30]
Leroy Eims, 12 Ciri Kepemimpinan Yang
Efektif, pen. C.Th. Enni Sasanti, red. Pauline Tiendas, ed. Ketujuh (Bandung: Yayasan Kalam hidup, 2003), 61-70.
[31]
Jimmy Oentoro, “Pemimpin Abad XXI” Kepemimpinan
dan Pembinaan Warga Gereja (Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan, 1998),
206-216.
[32]Ibid, 206-208.
[33]
Paul J. Meyer, Menjadi Pelatih Sejati
dalam Kehidupan-5 Langkah Menjadi Pemimpin, pen. Yahya Kristiyanto, peny.
Yorry Anderson Nathan (Jakarta Barat: Penerbit Adonai, 2010), 15. Meyer
menekankan pentingnya menuliskan visi dan tenggat waktu pencapaian visi
tersebut.
[34]
Yakob Tomatala, Manusia Sukses (Jakarta
: YT Leadership Foundation dan Penerbit Gandum Mas, 2004), 31-32.
[35]
John C. Maxwell, The 21 Indispensable
Qualities Of A Leader (21 Kualitas Kepemimpinan Sejati), pen. Arvin
Saputra, ed. Lyndon Saputra (Batam:
Interaksara, 2001), 13-14. Maxwell mengutip hasil penelitian Steven
Berglas, psikolog di Harvard Medical School yang menulis buku The Succes Syndrome.
[36]
Robert P. Borrong, “Etika dan Karakter Kepemimpinan Dalam Perspektif Kristiani”
Kepemimpinan Kristiani (Jakarta: Unit Publikasi dan Informasi STT
Jakarta, 2001), 71.
[37]
Jimmy Oentoro, “Pemimpin Abad XXI” Kepemimpinan
dan Pembinaan Warga Gereja, 209-211.
[38]
Robby I. Chandra, Kamu Juga Bisa Meraih !
Cara Meraih Mitra dan Menghasikan Kerjasama, peny. Dyhni Adrawersthi dan
Rudi Juan Sipahutar. (T.k. : Young Leader Institute, 2011), 20-22.
[39]
Jimmy Oentoro, “Pemimpin Abad XXI” Kepemimpinan
dan Pembinaan Warga Gereja, 211-213.
[40]Robert
D. Dale, Pelayanan Sebagai Pemimpin, ed. kedua (Malang:
Penerbit Gandum Mas, 1997), 30. Dale
mengatakan pemimpin Jemaat dapat dibedkan dalam empat tipe yaitu tipe
katalisator, tipe komandan, tipe pendorong dan tipe pertapa. Masing-masing
memiliki kelebihan dan kekurangannya. Meskipun demikian, Robert D. Dale
berpendapat bahwa dalam kepemimpinan di Jemaat, tipe katalisatorlah yang paling
cocok. Menurut hemat BNH, dalam kepemimpinan jemaat, model kepemimpinan dapat
dikenali tetapi tidak ada yang selalu tepat dalam sepanjang situasi.
Kepemimpinan yang baik dapat merupakan gabungan dari dua tipe yaitu tipe
katalisator dan tipe pendorong dan tidak harus konsisten dengan satu tipe saja.
[41]
Ibid, 213-214.
[42]
Rama S. Nugraha, Jangan Jadi Pemimpin
Sebelum Baca Buku Ini !, Peny. Muthia Esfand (Jakarta: Visi Media, 2012), 23.
[43]
Sudarwan Danim, Motivasi Kepemimpinan dan
Efektivitas kelompok, 77-81
[44]
Ibid., 78.
[45]
Ibid., 78-79.
[46]
Jonathan L. Parapak, “Komunikasi, Elemen Dasar Kepemimpinan Kristiani” Kepemimpinan Kristiani (Jakarta: Unit Publikasi dan Informasi STT
Jakarta, 2001), 135.
[47]
Sudarwan Danim, Motivasi Kepemimpinan dan
Efektivitas kelompok, 79.
[48]
Wallace Erickson, “Peralihan Dalam Kepemimpinan” Leaders On Leadership, Pandangan Para Pemimpin Tentang Kepemimpinan, ed.
George Barna (Malang: Penerbit Gandum Mas, 2002), 389.
[49]
Triantoro Safaria, Kepemimpinan, 210.
[50]
Wallace Erickson, “Peralihan Dalam Kepemimpinan” Leaders On Leadership, Pandangan Para Pemimpin Tentang Kepemimpinan, 381.
[51]
Jerry Rumahlatu, Psikologi Kepemimpinan,, 49-51.
[52]
Ibid., 47-48.
[53]
Martin Handoko, Motivasi Daya Penggerak Tingkah laku
(Yogyakarta: Penerbit Andi,
1992), 61-63.
[54]
Kel. 3:7-10.
[55]
Sudarwan Danim, Motivasi Kepemimpinan dan
Efektivitas Kelompok, 140.
[56]
Kel. 5-11.
[57]
John C. Maxwell, The Choice Is Yours, pen.
Elin Rosalin, peny. Hidayat Saleh, Sofin Gunawan (Bandung: Penerbit Pionir Jaya, 2009), 78.
[58]
John C. Maxwell, The 21 Indispensable
Qualities Of A Leader (21 Kualitas Kepemimpinan Sejati), 62.
[59]
Ibid, 63.
[60]
Chris Lowney, Heroic Leadership, pen.
Alfons Taryadi, ed. Kedua (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2006), 273-274.
[61]
John C. Maxwell, The 21 Irrefutable Laws
Of Leadership (21 Hukum Kepemimpinan Sejati), pen. Arvin Saputra, ed.
Lyndon Saputra (Batam : Interaksara, 2001), 115-119.
[62]
Kel. 18:13-27.
[63]
Henri J.M. Nouwen, Dalam Nama Yesus,
Permenungan tentang Kepemimpinan Kristiani, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius,
1993), 17-19, 29-30, 39-41.
[64]
Pendapat Daniel Goleman, dalam Prakata untuk buku Resonant Leadership., Lih. Richard Boyatziz dan Annie McKee. Resonant Leadership, pen. Hikmat Gumelar,
ed. F. Budi Hardiman (T.k.: Esensi
divisi Penerbit Erlangga, 2010), ix-xi.
[65]
John C. Maxwell, The Choice Is yours,
108-109.
[66]
Kel. 32:7-14, 32.
[67]
Richard Boyatziz dan Annie McKee, Resonant Leadership, 230-231.
[68]
Ul. 1:34-38.
[69]
Carson Pue, Mentoring Leaders, pen. Agustinus Arvin Saputra (Yogyakarta:
Penerbit Andi, 2010), 43.
[70]
Eva Yunita, Pemimpin Muda Peka Zaman, cetakan
kedua (Yogyakarta: Penerbit Andi,
2008), 65.
[71]
Bil. 12:7-9.
[72]
John C. Maxwell, The 21 Irrefutable Laws
Of Leadership (21 Hukum Kepemimpinan Sejati), 323.
[73]
Bil. 27:18-23.
[74]
Jansen H. Sinamo, “Kreativitas dan Inovasi, Keterampilan Untuk Memecahkan
Masalah kehidupan” Kepemimpinan Kristiani
(Jakarta: Unit Publikasi dan
Informasi STT Jakarta, 2001), 148.
[75]
Kel. 3:7-10.
[76]
Andy Stanley, Visioneering (Oregon: Multnomah Publishers Siater, 1999), 29.
[Terjemahan Langsung]. Stanley mengutip pendapat Jonathan Swift yang
mengatakan, “Vision is the art of seeing things invisible”.
[77]
Bill Hybels, Courageous Leadership (Grand
Rapids : Zondervan, 2002), 32. [Terjemahan Langsung].
[78]
Jimmy Oentoro, “Pemimpin Rohani Abad
XXI” Kepemimpinan
dan Pembinaan Warga Gereja, 206.
[79]
Andy Stanley, Visioneering, 24-25.
[80]
George Barna, Turning Vision into Action, (California: Regal Books, 1999), 35-36. [Terjemahan langsung.]
[81] Yap Un Han, Problematika Hamba Tuhan, pen. Paulus Daun, (Manado: Yayasan Daun
Family, 2004), 137-157.
[82]
John C. Maxwell, The 21 Indispensable
Qualities Of A Leader (21 Kualitas Kepemimpinan Sejati), 13-14.
[83]
Carson Pue, Mentoring Leaders, 40.
[84]
Ibid.
[85]
Yap Un Han, Problematika Hamba Tuhan, 140-144.
[86]
Carson Pue, Mentoring Leaders, 42-43.
[87]
Yap Un Han, Problematika Hamba Tuhan,
150-151.
[88]
Ibid, 144-145.
[89]
Carson Pue, Mentoring Leaders, 46.
[90]
Carson Pue, Mentoring Leaders, 46.
[91]
Yap Un Han, Problematika Hamba Tuhan,
146.
[92]
Carson Pue, Mentoring Leaders, 44.
[93]
Yap Un Han, Problematika Hamba Tuhan,
148.
[94]
Carson Pue, Mentoring Leaders, 44-45.
[95]
Yoshua, Nabi Elisa, Nabi Samuel,
Timotius, Titus, Lukas dan para rasul Tuhan Yesus Kristus berasal dari pengikut
yang baik dan setia. Mereka belajar memimpin dari guru dan pemimpin mereka.
[96]
1 Sam 17:45.
[97]
Hans Ruedi Weber, Kuasa, pen. Samuel
M.H. Siahaan (Jakarta, BPK gunung Mulia, 1993),
217-219.
[98]
Yoh 15:14-15.
[99]
Yakob Tomatala, Kepemimpinan Yang Dinamis,
20.
[100]
Robby I. Chandra, Kamu Juga Bisa Kenal !,
Seri Perjalanan Kepemimpinan 2, peny.
Lisa Suroso dan Emmanuella (T.k. : Young Leader Institute, 2009), 72.
[101]
Robby I. Chandra, Ketika pemimpin Harus
Menghadapi Perubahan, ed. Jason Lase (Bandung: Bina Media Informasi, 2005),
76.
[102]
Benny Salindeho, “Mengelola Perubahan Di Era Reformasi” Kepemimpinan Kristiani (Jakarta:
Unit Publikasi dan Informasi STT Jakarta, 2001),53.
[103]
Robby I. Chandra, Ketika pemimpin Harus
Menghadapi Perubahan, 90-92.
[104]
Anugerah Pekerti dan Jansen H. Sinamo, “Kompetensi Etis dan Spiritual,
Keniscayaan Pemimpin Abad Ke-21” Kepemimpinan
Kristiani (Jakarta: Unit Publikasi
dan Informasi STT Jakarta, 2001), 91-92.
[105]
Jerry Rumahlatu, Psikologi Kepemimpinan, 64-69.
[106]
Rama S. Nugraha, Jangan Jadi Pemimpin
Sebelum Baca Buku Ini, peny.Muthia Esfand (Jakarta Selatan: Visi Media,
2012), 203-206.
[107]
Jerry Rumahlatu, Psikologi Kepemimpinan,
68-69.
[108]
Kartini Kartono, Pemimpin dan
Kepemimpinan, Apakah Kepemimpinan Abnormal Itu?, 92.
[109]
Rudi Lack, pen. Arvin Saputra, 101
Prinsip-Prinsip Kepemimpinan Dari Kitab
Nehemia (Jakarta: Yaski, 2004), 32. Menurut Rudi Lack, Nehemia adalah
seorang pemimpin yang berwawasan jauh ke depan dan membuat perencanaan dengan
baik. Pemimpin akan berhasil bila merencanakan segala-sesuatunya dengan
sungguh-sungguh.
[110]
Rick Warren, The Purpose Driven Church, Pertumbuhan
Gereja Masa Kini, Cet. Ketujuh (Malang, Penerbit Gandum Mas, 2006), 32.
[111]
Charles Agyin-Asare, Dari Orang
Biasa Menjadi luar Biasa, pen. Yan
Iskandar, red. Ester S.W. (Yogyakarta: Penerbit Andi Offset, 2008), 4.
[112]
Yakob Tomatala, Manajemen : Pengembangan
SDM Pemimpin Kristen (Jakarta: YT Leadership Foundation, 2003), 32.
[113]
Sudarwan Danim, Motivasi Kepemimpinan dan
Efektivitas Kelompok, 23.
[114]
Soen Siregar, “Motivasi Pelayanan” Kepemimpinan Kristiani (Jakarta: Unit Publikasi dan Informasi STT
Jakarta, 2001), 114.
[115]
Sudarwan Danim, Motivasi Kepemimpinan dan
Efektivitas Kelompok, 24.
[116]
Ibid, 25.
[117]
Soen Siregar, “Motivasi Pelayanan” Kepemimpinan Kristiani, 116.
[118]
Ibid, 117.
[119]
Sudarwan Danim, Motivasi Kepemimpinan dan
Efektivitas Kelompok,, 28.
[120]
Ibid, 29-35.
[121]
Ibid, 41-42.
[122]
Robby I. Chandra, Kamu Juga Bisa Kenal !,
Cara Memimpin Di Wilayah Diri, 11-12.
[123]
Ibid. 15-16.
[124]
Ibid. 30-31.
[125]
Elmer L. Towns, “Peran Pembaharuan Dalam kepemimpinan” Leaders On Leadership, Pandangan Para Pemimpin Tentang Kepemimpinan, ed.
George Barna (Malang: Penerbit Gandum Mas, 2002), 235. Elmer L. Town mengutip
pernyataan Rick Warren, “Para pemimpin adalah para murid. Karena mereka
terus-menerus memimpin orang untuk berubah, maka seorag pemimpin harus
terus-menerus belajar dan bertumbuh.” Artinya juga mengalami perubahan.
[126]
Leroy Eims, 12 Ciri Kepemimpinan Yang
Efektif, 112.
[127]
Robby I. Chandra, Kamu Juga Bisa Kenal !
Cara
memimpin Di Wilayah Diri, 55.
[128]
Robby I. Chandra, Pemimpin Dan mentoring
dalam organisasi (t.k. : Generasi
info Media, 2006), 94-96.
[129]
John Stott, Isu-Isu Global Menantang
Kepemimpinan Kristiani, pen. G.M.A. Nainggolan, ed kedua (Jakarta: Yayasan
Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1994), 460.
[130]
S.A.E Nababan, peny., Panggilan Kristen
dalam Pembaharuan Masyarakat (Jakarta: t.p., 1968), 3-4. Dikutip A.A
Yewangoe, Theologia Crucis di Asia, pen.
Sthepen Suleeman (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1989), 273.
[131]
Kenneth O. Gangel, Feeding and Leading (Wheaton:
Victor Books, 1989), 17-18. [Terjemahan Langsung]
[132]
Kel 34:1-9.
[133]
Caleb Tong, “Pemimpin Rohani Yang Kompeten”
Kepemimpinan dan Pembinaan Warga
Gereja (Jakarta:Pustaka Sinar Harapan, 1998), 168-169. Pendapat Caleb Tong
ini didasarkan sabda Tuhan Yesus, “Barang siapa setia dalam perkara-perkara
kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar.”
[134]
Eka Darmaputera, Kepemimpinan dalam
Perspektif Alkitab (Yogyakarta: Kairos Books, 2005), 22.
[135]
Rm 6:13.
[136]
Yakub B. Susabda, Kaum Injili,
Membangkitkan Kembali Iman Kristen Ortodoks (Malang: Penerbit Gandum Mas,
1991), 79-80.
[137]
P. Octavianus, Manajemen dan kepemimpinan
Menurut Wahyu Allah, ed keempat (Malang:
Yayasan Pekabaran Injil Indonesia dan Gandum Mas, 1991), 16.
[138]
Flp 4:9.
[139]
Robby I. Chandra, Kamu Juga Bisa Kenal !
Cara Memimpin Di Wilayah Diri, peny.
Lisa Suroso dan Emmanuella (T.k.: Young Leader Institute, 2009), 22-23.
[140]
Andrias Harefa, “Visi Dan Misi Kepemimpinan Kristiani” Kepemimpinan Kristiani (Jakarta: Unit Publikasi dan Informasi STT
Jakarta, 2001), 32.
[141]
Hendry J.M. Nouwen, Cakrawala Hidup Baru (Yogyakarta:
Penerbit Kanisius, 1986), 29.
[142]
Yoh. 13:15-17.
[143]
John R.W. Stott, Khotbah Di Bukit jilid
1, pen. G.M.A. Nainggolan (Jakarta: Yayasan komunikasi Bina Kasih/OMF,
1988), 18-19.
[144]
1 Kor. 12:28.
[145]
George Barna, “Tidak Ada Yang Lebih Penting Daripada Kepemimpinan” Leaders On Leadership, Pandangan Para
Pemimpin Tentang Kepemimpinan, ed. George Barna (Malang: Penerbit Gandum Mas, 2002), 18.
[146]
Robby I. Chandra, Kamu Juga Bisa !, 11. Robby I Chandra memandang kepemimpinan
sebagai metafor perjalanan dan metafor api yang merupakan pengembangan Robby I
Chandra atas pendapat Rauch C.F. dan Behling O. Bdk Rauch C.F. and Behling O,
“Functionalism : Basis for An Alternate Approach to The Study of Leadership” Leader and Managers : International
Perspectives on Managerial Behavior and Leadership, (Elmsfords : NY,
Pergamon Press, 1984), 45-62.
[147]
Eka Darmaputera, Kepemimpinan Dalam
perspektif Alkitab, 24-25. Sejak mulanya, Kej. 1:26 menurut Eka
Darmaputera, menunjukkan bahwa setiap manusia bahkan mendapatkan 3 at :
hakikat, mandat, berkat untuk memimpin. Meskipun semua orang sama-sama
pemimpin, bukan berarti bahwa semua manusia kepemimpinannya sama dan setara.
“Sama-sama” berbeda dengan “sama saja”. Perbedaan mereka terletak dalam
kualitas kepemimpinannya.
[148]
Myles Munroe, The Spirit Of Leadership,
34-35.
[149]
Eka Darmaputera, “Kepemimpinan Perspektif Alkitab” Kepemimpinan Kristiani, 3.
[150]Ibid,
5.
[151]
Ibid, 6.
[152]
Andrias Harefa, “Visi Dan Misi Kepemimpinan Kristiani” Kepemimpinan Kristiani (Jakarta: Unit Publikasi dan Informasi STT
Jakarta, 2001), 32.
[153]
Sinclair B. Ferguson, Khotbah Di Bukit
Cermin Kehidupan Sorgawi Di Tengah Dunia Berdosa, pen. Shirley Liz M.T.M,
ed. Hendry Ongkowidjojo (Surabaya: Momentum, 2009), 4.
[154]
Yoh. 13:15-17.
[155]
Kol. 1:16. Cetak miring oleh BNH.
[156]
Rick Warren, The Purpose Driven Life,
pen. Paulus Adiwijaya (Malang: Penerbit Gandum Mas, 2005), 19.
[157]
Yoh. 17:4.
[158]
Kol. 3:23.
[159]
Yoh. 1:12.
[160]
Robby I. Chandra, Kamu Juga Bisa !, 40-41.
[161]
Ibid, 52-53.
[162]
Mat. 16:13-14.
[163]
Mark Allan Powell, Jesus As A Figure in
History : How Modern Historians View the
Man from Galilea ( Louisville : Westminster John Knox, 1998), 13 dst, 52
dst. [Terjemahan Langsung]. Powell menuliskan bermacam-macam pandangan para
sarjana modern tentang identitas Yesus.
[164]
Kis 2:36, Rm 10:9, 1 Kor 12:3.
[165]
Norman Geisler & Peter Bocchino, Unshakable
Foundations (Minneapolis : Bethany House, 2001), 283-284. [Terjemahan
Langsung].
[166]
Ibid, 52.
[167]
Mrk. 10:42-45.
[168]
John Stott, Isu-Isu Global Menantang
Kepemimpinan Kristiani, 472.
[169]
Blanchard, Ken dan Phil Hodges, Lead like
Jesus, Belajar Dari Model Kepemimpinan Paling Dahsyat Sepanjang Zaman, pen. Dionisius Pare. Ed. Kedua (Jakarta: Visimedia, 2007), iii .
[170]
Yakob Tomatala, Pemimpin Yang Handal (Jakarta:
Penerbit YT Foundation, 2003), 9.
[171]
Meno Soebagjo, “ Esensi Dasar Pelayanan Gereja”
Pelayanan Gereja, 26.
[172]
John Stott, Isu-Isu Global Menantang
Kepemimpinan Kristiani, 473.
[173]
Robby I. Chandra, Ketika Pemimpin Harus
Menghadapi Perubahan, 109.
[174]
John Stott, Isu-Isu Global Menantang
Kepemimpinan Kristiani, 478.
[175]
Blanchard, Ken dan Phil Hodges, Lead like
Jesus, Belajar Dari Model Kepemimpinan Paling Dahsyat Sepanjang Zaman, 40.
[176]
George Barna, “Hal Yang Berkaitan Dengan Visi” Leaders On Leadership, Pandangan Para Pemimpin Tentang Kepemimpinan, ed.
George Barna (Malang: Penerbit Gandum Mas, 2002), 54-55..
[177]
Ibid, 59-60.
[178]
Ioanes Rakhmat, Memandang Wajah Yesus
Sebuah Eksplorasi Kritis (Jakarta Utara : Pustaka Surya Daun, 2012), 41.
[179]
Marcus J. Borg, Kali Pertama Jumpa Yesus
Kembali : Yesus Sejarah dan Hakikat Iman Kristen Masa Kini, pen. Ioanes
Rakhmat (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1997), 45.
[180]
Jack W. Hayford, “Karakter Seorang Pemimpin” Leaders On Leadership, Pandangan Para Pemimpin Tentang Kepemimpinan, ed.
George Barna (Malang: Penerbit Gandum Mas, 2002), 96.
[181]
C. Peter Wagner, “Pentingnya Doa Dalam Memimpin” Leaders On Leadership, Pandangan Para Pemimpin Tentang Kepemimpinan, ed.
George Barna (Malang: Penerbit Gandum Mas, 2002), 359.
[182]
Jimmy Oentoro, “Pemimpin Abad XXI” Kepemimpinan
dan Pembinaan Warga Gereja, 214-216.
[183]
A. Roy Eckardt, Menggali Ulang Yesus
Sejarah : Kristologi Masa Kini, pen. Ioanes Rakhmat (Jakarta : BPK Gunung
Mulia, 1996), 42-44.
[184]
Tom Philips, “Membentuk Suatu Tim Agar Pekerjaan Terlaksana” Leaders On Leadership, Pandangan Para
Pemimpin Tentang Kepemimpinan, ed. George Barna (Malang: Penerbit Gandum
Mas, 2002), 280-295.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar