Selasa, 06 Desember 2016

Materi Kuliah Kepemimpinan Kristen Lanjutan

MATERI AJAR KEPEMIMPINAN KRISTEN LANJUTAN
STT SYALOM LAMPUNG
Dosen : 
Pdt. Dr. Bambang Nugroho Hadi, M.Th.

I.            URGENSI  KEPEMIMPINAN

Dunia kita adalah jagad baru yang membutuhkan gaya kepemimpinan yang baru.  Hampir semua yang kita anggap benar selama ratusan bahkan mungkin ribuan tahun, kini mengalami transformasi yang amat besar. Iklim planet yang berubah berdampak pada flora, fauna, hasil pertanian dan kehidupan laut. Terjadi kekuatan dahsyat di planet bumi yang nampak dalam bencana alam, baik topan, banjir, tsunami ataupun kemarau. Berbagai penyakit baru bermunculan. Sistem sosial banyak berubah, berbagai konflik yang dulu dalam lingkup lokal kini menjadi masalah global. Dalam situasi yang berubah, pemimpin hebat memandang perubahan-perubahan  dan ketidakpastian yang ada di dunia dengan kacamata harapan, memberikan inspirasi melalui visi yang jelas, optimisme dan percaya diri untuk mengubah mimpi menjadi kenyataan.[1] Kepemimpinan yang menginspirasi  selalu diharapkan.  

Kepemimpinan berhubungan dengan kemampuan mempengaruhi. Orang hanya dapat memimpin orang lain sejauh ia dapat mempengaruhi mereka. Seorang pemimpin adalah orang yang mengenal jalan, yang dapat terus maju dan yang dapat menarik orang lain mengikuti dia. Pemimpin hebat adalah  orang yang mempunyai kemampuan untuk membuat orang lain suka melakukan sesuatu yang tadinya mereka tidak suka/tidak mau melakukannya karena mengerti bahwa peran serta mereka berdampak pada perubahan situasi yang mereka harapkan.

Seorang pemimpin selalu dibutuhkan. Dalam   sebuah kelompok masyarakat mau tidak mau, baik secara kasat mata maupun tersamar selalu membutuhkan dan menunjuk seorang pemimpin. Untuk itu ada pemimpin adat, kepala sekolah, Kepala Negara, ketua kelompok tani dan lain-lain. Seorang pemimpin bisa dicintai/direstui oleh yang ia pimpin ataupun juga sebaliknya. Pada dasa warsa ini, pelatihan-pelatihan kepemimpinan diadakan dimana-mana untuk mencetak para pemimpin yang bisa secara gemilang memimpin sebuah kelompok untuk menuju tujuannya.

Kepemimpinan yang baik merupakan syarat mutlak bagi pertumbuhan, kestabilan dan kemajuan kelompok apapun. Ini berlaku bagi kelompok skala raksasa, seperti sebuah bangsa atau negara, sampai kelompok skala kecil misalnya klub sepak bola.[2] Kita memerlukan pemimpin sejati dalam bidang pemerintahan, bisnis, sekolah, lembaga masyarakat, komunitas kaum muda, organisasi keagamaan, rumah tangga, dan semua arena kehidupan – termasuk disiplin hukum, kedokteran, ilmu pengetahuan, olahraga, dan media.[3] Saat ini berbagai bidang kehidupan mengalami krisis kepemimpinan.  Kebutuhan akan kepemimpinan yang efektif begitu mendesak.  Pertanyaan-pertanyaan tentang integritas moral, kehormatan, nilai-nilai, teladan, dan standar yang layak dihormati adalah topik-topik diskusi pada masa kini. Myles Munroe dalam bukunya The Spirit Leadership percaya bahwa krisis kepemimpinan terjadi karena kepemimpinan lebih dimaknai sebagai tindakan dan bukan panggilan.[4]  Oleh sebab itu kita sering mendengar para pemimpin yang terlibat dalam petualangan-petualangan seks, tokoh bisnis jatuh dalam korupsi, politisi dan pemimpin daerah dan nasional diadili karena kecurangan dan penyalahgunaan kekuasaan. Hal-hal di atas disebabkan standar ganda  yang dijalani pemimpin. Di kantor dan pelayanan bertindak dengan cara tertentu, tetapi saat mereka di luar tugas menjalani kehidupan yang kontradiksi.


II.            KEPEMIMPINAN UMUM DAN KEPEMIMPINAN KRISTEN

Kepemimpinan adalah konsep yang dipakai baik oleh gereja maupun dunia. Namun tidak boleh diasumsikan bahwa paham kepemimpinan kristen dan paham kepemimpinan dunia pada umumnya adalah identik. Oleh sebab itu penelitian terhadap kepemimpinan secara umum dan kekhasan kepemimpinan kristen mutlak diperlukan agar organisasi-organisasi kristen termasuk gereja dapat memberlakukan kepemimpinan yang kontekstual pada dirinya sendiri sehingga dapat secara efektif melaksanakan tugas panggilannya di dunia dengan optimal.

Kepemimpinan yang baik tentu menghasilkan kehormatan dan yang tidak baik mengundang caci maki atau kutukan dan hujatan. Orang tentu menyukai kehormatan. Tidak ada larangan untuk mencari kehormatan atau untuk menjadi orang terhormat atau orang terkemuka. Namun kehormatan yang sungguh hanya dapat diperoleh dengan prestasi dan kerendahan hati. Prestasi dan kerendahan hati itu diwujudkan dengan melakukan tugas seorang “pelayan” atau “hamba” terhadap orang-orang yang terkait dengan tugas itu. Dalam hal ini, menurut Meno Soebagjo, kehormatan tidak didasarkan atas status formal seseorang sebagai pemimpin, tetapi justru oleh pelayanan yang diberikan secara baik. Itulah bentuk pelayanan sebagai model keteladanan  yang mendatangkan kehormatan.[5] Pendapat Meno Soebagjo  didasarkan atas cerita tentang permintaan ibu Yakobus dan Yohanes yang meminta agar kedua anaknya diberi tempat / posisi penting dalam Kerajaan Allah. Pada kesempatan itu Yesus mengajar bahwa barangsiapa ingin menjadi yang terbesar/terkemuka, hendaklah ia menjadi pelayan dan hamba bagi lainnya. [6] Yesus tidak melarang orang untuk menjadi yang terkemuka, dan Yesus memberitahukan caranya yaitu dengan menjadi pelayan yang melayani, sebagaimana yang Yesus terapkan.

Menurut A.T. Hanson,  Rasul Paulus dalam 1 Korintus 3:18-4:16; 9:1-2; 12:24-30, dan 2 Korintus 3-6 menjelaskan bahwa pelayanan Yesus Kristus telah menjadi dasar bagi pelayanan para rasul yang mengakibatkan berdirinya gereja. Setelah gereja berdiri, maka pelayanan para rasul dikerjakan dengan mengajak seluruh warga gereja untuk memberikan pelayanan.[7]

Dengan demikian, gereja harus melayani sebagaimana Kristus dan para rasul melayani.  Sewaktu ada di dunia, Tuhan Yesus Kristus menyadari sepenuhnya bahwa kedatanganNya ke dunia ini tidak untuk dilayani melainkan untuk melayani.[8] Secara jelas hal ini diungkapkan di dalam perkataanNya : “Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang”.[9]   Pelayanan dalam kepemimpinan Yesus Kristus, dengan demikian harus dipahami dan dipraktikkan oleh semua pemimpin kristen agar dalam kepemimpinannya sungguh-sungguh meneladan kepada kepemimpinan Yesus Kristus, Sang Pemimpin Gereja.


III.            DEFINISI KEPEMIMPINAN

Pada umumnya kepemimpinan diartikan sebagai pengaruh. Setiap hari manusia ada dalam proses saling mempengaruhi satu sama lain. Manusia tidak dapat dilepaskan dari persoalan kepemimpinan. Mendefinisikan kepemimpinan sebenarnya persoalan yang rumit. Mengapa demikian? Pada tahun 90-an saja terdapat lebih dari 850 definisi kepemimpinan.[10]

Kepemimpinan dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dari bahasa Inggris yakni “leadership” .  Istilah kepemimpinan melukiskan hubungan antara pemimpin dan orang-orang yang dipimpinnya dalam suatu organisasi yang dapat bekerjasama.[11]
Untuk menjelaskan apa itu kepemimpinan, beberapa ahli dalam bidang ini mengemukakan penjelasannya,  antara lain :

Good mengatakan bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan dan kesiapan seseorang untuk mempengaruhi, membimbing dan mengarahkan atau mengelola orang lain agar mau berbuat sesuatu demi tercapainya tujuan bersama. Zimbargo dan Gerrig mengatakan bahwa kepemimpinan adalah tindakan (perbuatan) yang menyebabkan baik seseorang maupun kelompok yang bergerak ke arah tujuan tertentu. Sementara itu Gatewood, Taylor dan Farrelyang menjelaskan kepemimpinan berfokus pada aspek orang agar mereka melakukan tugasnya dengan terinspirasi, termotivasi, terarah, dan memiliki komitmen untuk mencapai tujuan organisasi yang telah dicanangkan.[12]

Sementara itu, Mc. Farland mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah suatu proses di mana pimpinan dilukiskan akan memberi perintah atau pengaruh, bimbingan atau proses mempengaruhi pekerjaan orang lain dalam memilih dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan.  J.M Pfiffner menjelaskan bahwa kepemimpinan adalah seni mengkoordinasi dan memberi arah kepada individu atau kelompok utuk mencapai tujuan yang diinginkan.  Sudarwan Danim mendefinisikan kepemimpinan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu atau kelompok untuk mengkoordinasi dan memberi arah kepada individu atau kelompok lain yang tergabung dalam wadah tertentu untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.[13]

Warren Bennis mengartikan kepemimpinan sebagai tindak tanduk melakukan apa yang benar. McGregor Burns menganggap kepemimpinan adalah memuaskan dan menumbuhkan motivasi dan potensi pengikutnya. [14]

J Robert Clinton mendefinisikan kepemimpinan sebagai proses terencana yang dinamis melalui suatu periode waktu dalam situasi yang di dalamnya pemimpin menggunakan perilaku kepemimpinan yang khusus, sarana serta prasarana kepemimpinan untuk memimpin pengikutnya guna melaksanakan tugas mencapai tujuan bersama.[15]

Menurut Albanase, kepemimpinan seseorang sangat bergantung  pada kepribadian tertentu yang membuat pemimpin berbeda dari pengikutnya. Selanjutnya Locke, berpendapat bahwa kepemimpinan merupakan proses membujuk orang lain untuk mengambil langkah dan melakukan kegiatan atau tindakan menuju sasaran bersama.  Senada dengan pendapat Locke, kepemimpinan oleh Sarros dan Butchatsky diartikan sebagai perilaku dengan tujuan tertentu untuk mempengaruhi aktivitas para anggota kelompok untuk mencapai  tujuan bersama yang dirancang untuk memberikan manfaat individu dan organisasi.[16] 

Joseph C. Rost mengartikan kepemimpinan sebagai sebuah hubungan yang saling mempengaruhi di antara pemimpin dan pengikut (bawahan) yang menginginkan perubahan nyata yang mencerminkan tujuan bersamanya.[17] Dalam definisi ini, pemimpin mempengaruhi bawahannya, demikian pula sebaliknya dalam rangka menciptakan perubahan signifikan dalam organisasi dalam rangka mencapai  tujuan bersama.

Jerry Rumahlatu mendefinisikan kepemimpinan sebagai kemampuan dan seni dalam mempengaruhi, membimbing dan mengarahkan orang lain bergerak untuk mencapai tujuan bersama yang telah dicanangkan.[18]  Dalam definisi Jerry Rumahlatu ini, kepemimpinan dapat dijelaskan sebagai : Pertama, kemampuan dan kepribadian yang dapat dicontoh oleh pengikutnya yaitu dalam hal : integritas, komitmen, loyalitas, kharisma, keinginan, kecerdasan, kesehatan, keterampilan berpolitik, percaya diri dan memiliki visi dan misi yang jelas. Kedua, sebagai seni karena memiliki pengetahuan, keterampilan dan berbagai teknik dalam mempengaruhi, membimbing dan mengarahkan orang lain bekerjasama dalam kepatuhan, kepercayaan dan kehormatan secara dinamis untuk tujuan yang dicanangkan.[19]

Dari pendapat para pakar kepemimpinan di atas, Bambang Nugroho Hadi (BNH) mendefinisikan kepemimpinan sebagai proses memberikan pengaruh positif kepada pengikutnya melalui kerja tim mengefektifkan seluruh sumber daya yang dimiliki untuk mencapai visi bersama. Dengan definisi di atas, BNH  menjelaskan kepemimpinan sebagai: Pertama, kemampuan memberikan pengaruh positif kepada para pengikut. Pemimpin memberi pengaruh positif melalui ajakan, kata-kata yang menyemangati, penciptaan suasana kerja yang nyaman, pendampingan, pendelegasian, keteladanan hidup, dsb. Kedua, bahwa kepemimpinan bersangkut-paut dengan kerja tim. Pemimpin yang berhasil adalah pemimpin yang menggerakkan orang yang dipimpinnya untuk memberikan yang terbaik dari kemampuan mereka demi tercapainya tujuan bersama. Ketiga, bahwa kepemimpinan berhubungan dengan kemampuan menggunakan seluruh sumberdaya yang dimiliki secara optimal, baik sumber daya manusia (SDM), sumber daya dana (uang), relasi, pengalaman organisasi, peluang dan kesempatan. Keempat, bahwa kepemimpinan ada untuk mencapai visi bersama. Inilah yang menyemangati seluruh anggota tim dan menyatukan gerak langkah mereka serta mempengaruhi penggunaan seluruh sumber daya yang dimiliki.


IV.            ELEMEN KEPEMIMPINAN
Pada umumnya, yang dimaksud elemen dasar kepemimpinan ada tiga, yaitu : pemimpin, pengikut dan situasi kepemimpinan. BNH memandang masih ada elemen-elemen lain yang penting untuk dibahas, antara lain fungsi-fungsi kepemimpinan, motivasi dan dampak kepemimpinan. Ketiga elemen terakhir ini mau tidak mau harus juga dibicarakan saat kita membahas kepemimpinan. Oleh karenanya, hal-hal di atas juga akan distudi dalam karya tulis ini. Elemen-elemen kepemimpinan, dengan demikian BNH daftarkan  sebagai berikut : pemimpin, pengikut, situasi kepemimpinan, fungsi-fungsi kepemimpinan, motivasi dan dampak kepemimpinan.

a.   Pemimpin
Dalam bagian ini akan dipaparkan tentang definisi pemimpin, tugas pemimpin, kriteria pemimpin,  sifat-sifat pemimpin dan jebakan-jebakan bagi pemimpin.

1)      Definisi Pemimpin

Pemimpin, menurut Jhon Gage Alle, adalah pemandu, penunjuk, penuntun, dan komandan. Sementara itu, Hendry Pratt Fairchild mengartikan pemimpin dalam arti luas ialah orang yang memimpin dengan jalan memprakarsai tingkah laku sosial dengan mengatur, mengarahkan, mengorganisir atau mengontrol usaha/ upaya orang lain, atau melalui prestise, kekuasaan atau posisi. Sementara itu, Jerry Rumahlatu mendefinisikan pemimpin sebagai orang yang mampu memberikan pengaruh kepada anggota dan sumberdaya yang dipimpinnya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan.[20]

Caleb Tong mengatakan bahwa pemimpin adalah orang yang mampu menggunakan pengaruhnya  untuk bergerak dan menggerakkan orang lain.[21] Pemimpin bisa membawa pengaruh / daya tular kepada orang lain, seperti seorang ibu kepada bayi yang dikandungnya sebelum lahir, atau pembinaan pada masa pertumbuhan. Jiwa manusia selalu terkesan akan pemimpin yang mengasuhnya.  Pemimpin, menurut Caleb Tong memberi pengaruh melalui tiga hal yaitu melalui kemampuan (skill, pengetahuan), perkataan dan keteladanannya. [22] 

Kartini Kartono dalam bukunya Pemimpin dan Kepemimpinan,Apakah Kepemimpinan Abnormal Itu? mendefinisikan pemimpin sebagai pribadi yang memiliki keterampilan pada satu bidang, hingga ia mampu mempengaruhi orang lain  untuk bersama-sama melakukan aktivitas, demi pencapaian satu atau beberapa tujuan organisasi.[23]

Dari berbagai pendapat para pakar di atas, dihubungkan dengan definisi kepemimpinan yang BNH buat, dapat disimpulkan bahwa pemimpin adalah seseorang yang memberikan pengaruh positif kepada pengikutnya melalui kerja tim dengan mengefektifkan seluruh sumber daya yang dimiliki untuk mencapai visi bersama dengan tetap memperhatikan kepentingan yang dipimpinnya.

Adalah seorang wanita muda yang mengalami cacat fisik sejak usia 4 tahun. Namanya Irma Suryati. Usianya 38 tahun. Meskipun cacat fisik, ia adalah seorang pemimpin. Ia berhasil membangun usaha kerajinan keset dengan modal kain-kain sisa. Usahanya kini sudah sampai ekspor ke beberapa negara. Ia berhasil menaungi 59.000 perajin di Indonesia, beberapa ratus diantaranya penyandang cacat fisik. Ia mengawali usahanya dengan membentuk kelompok usaha bersama di Ungaran Jawa Tengah, bersama dengan suami, seorang kawan dan beberapa para penyandang cacat lainnya. Setelah 3 tahun ia memiliki 30 pekerja. Kini, yang diberdayakan olehnya bukan hanya para penyandang cacat saja melainkan segala lapisan masyarakat, mulai dari ibu rumah tangga hingga gelandangan. [24] 

Sesuai dengan definisi yang BNH buat, Irma Suryati adalah contoh seorang pemimpin karena memberikan pengaruh positif kepada 59.000 orang dengan mengefektifkan seluruh sumber daya yang dimiliki untuk mencapai visi bersama.

2)      Tugas Pemimpin

Tugas pemimpin adalah memimpin. Pemimpin harus mampu membawa orang yang dipimpinnya kepada cita-cita bersama yang telah disepakati. Oleh sebab itu, menurut Jerry Rumahlatu, pemimpin memiliki 14 tugas pokok pemimpin antara lain : Pertama, melaksanakan fungsi manajerial berupa menyusun rencana, pengarahan, pengendalian dan penilaian serta pelaporan. Kedua, mendorong pengikutnya untuk dapat bekerja giat dan tekun. Ketiga,  membina pengikutnya agar dapat memikul tanggung jawab tugas masing-masing. Keempat, membina pengikutnya agar dapat bekerja secara efektif dan efisien. Kelima, menciptakan iklim kerja yang baik dan harmonis. Keenam, menyusun fungsi manajemen secara baik. Ketujuh, menjadi penggerak yang baik dan dapat menjadi sumber kreativitas. Kedelapan, menjadi wakil dalam membina hubungan dengan pihak luar. Kesembilan, melahirkan pemimpin. Kesepuluh,  membuat struktur dan sistem yang jelas. Kesebelas,  mengawasi tingkah laku kelompok. Kedua belas, menjadi model / panutan bagi pengikutnya. Ketiga belas, menjadi pembicara dari kelompok. Keempat belas, menjadi konselor yang baik.[25] Pemimpin yang sukses pasti melaksanakan keempat belas tugas pokok di atas dalam rangka mencapai tujuan organisasi.

Menurut BNH, selain empat belas tugas pokok di atas, sebagaimana dikatakan Drucker, Pemimpin juga harus memberdayakan dirinya sendiri.[26] Pemimpin harus meningkatkan keterampilan, pengetahuan dan sumber daya yang dimilikinya agar tanggungjawabnya sebagai pemimpin dapat dilaksanakannya secara optimal. Tantangan zaman selalu berkembang dan menuntut pendekatan yang seringkali harus baru untuk mengatasinya.

Satu lagi yang tak kalah penting sebagai tugas pemimpin adalah menopang atasan. Robby I. Chandra mengatakan bahwa seorang pemimpin harus menyadari bahwa setiap orang pasti akan dipimpin oleh orang lain yang memiliki kualitas melebihi orang itu. Ia patut menerima bahwa ia sedang dipimpin oleh seorang yang melebihi dirinya.[27]  Seorang nabi terkenal di Alkitab bernama Elisa. Siapakah guru dan pemimpin yang menjadi mentornya? Elisa dididik dan dilatih oleh nabi Elia. Elia menjadi rujukannya dan juga menjadi sosok di mana ia mengabdikan waktu da tenaganya. Melalui penerimaan terhadap kepemimpinan Elia, ia dapat tumbuh menjadi orang seperti gurunya dan mendapatkan visi baru, sikap, keterampilan, sudut pandang, network yang luas, dsb. Elisa terus mendukung Elia dengan ketulusan sampai ia menjadi siap menggantikan posisi gurunya.[28] Demikian pula Yosua. Ia melayani Musa dengan tulus dan mendukungnya. Ia naik gunung bersama Musa menghadap Tuhan untuk menerima loh batu yang baru di gunung Sinai.[29] Yosua berlaku setia kepada Musa sampai akhir hayat mentornya itu dan menggantikannya memimpin bangsa Israel.

3)      Kriteria Pemimpin

Pemimpin memiliki kriteria khusus. Leroy Eims menyebutkan empat hal yaitu : kejujuran, kesetiaan, kemurahhatian dan kerendahhatian.[30] Jimmy Oentoro menyebutkan enam kriteria seorang pemimpin kristen yaitu : memiliki visi, berkarakter baik, menekankan sinergi, berfokus pada manusia,  membangun jaringan dan rajin berdoa.[31]

BNH menginventarisir tujuh kriteria pemimpin secara umum sebagai berikut : memiliki visi, berkarakter baik, menekankan sinergi, berfokus pada manusia,  membangun jaringan, seorang yang terampil dan mampu mengkader.

a)      Pemimpin dengan Visi

Pemimpin adalah orang yang mampu melihat masa depan dan merancang rencana demi mencapainya. Pemimpin adalah orang yang memiliki gambaran masa depan seperti apa yang diinginkan dan percaya bahwa ia dapat dan harus mencapainya. Visi yang kuat akan membakar semangat pemimpin sehingga ia berani menerjang segala tantangan dan melupakan ratusan jam kerja yang melelahkan.[32]

Begitu pentingnya visi bagi pemimpin, sehingga Paul J. Meyer dalam bukunya yang berjudul Menjadi Pelatih Sejati dalam Kehidupan - 5 Langkah Menjadi Pemimpin mengatakan bahwa pemimpin harus menuliskan visinya dengan jelas dan membagikannya kepada orang-orang yang dipimpinnya sehingga menjadi visi bersama. Pemimpin, selain mengetahui gambaran masa depan yang diinginkan, menuliskannya, membagikan visi itu kepada pengikutnya, ia juga harus menyusun rencana tertulis untuk mencapainya termasuk tenggat waktu tahapan pencapaiannya.[33] Dengan demikian, seorang pemimpin harus memiliki visi yang jelas, menuliskannya, membagikan kepada tim kepemimpinan dan seluruh anggotanya serta membuat perencanaan pencapaiannya.

b)     Pemimpin dengan Karakter Baik
Karakter adalah hakikat, sifat dan ekspresi kepribadian seseorang yang dinyatakan melalui pembicaraan serta perilaku dalam lingkungan atau konteks di mana ia hidup. Aspek  internal karakter seseorang tidak dapat diketahui oleh orang lain. Karakter hanya dapat dilihat dari perkataan dan perilaku seseorang.[34]  

Karakter merupakan dasar yang kokoh dalam kepemimpinan. Rasa hormat yang diberikan oleh karena karakter-karakter yang terlihat dalam diri sang pemimpin membuat orang lain ingin memiliki karakter yang sama. Sejauh mana kredibilitas (kelayakan) seorang pemimpin, sejauh itulah pengaruh seorang pemimpin pada para pengikutnya. Karakter yang harus dikejar seorang pemimpin  adalah : memiliki visi, berhikmat, tegas, berani, humoris, pembela yang benar, tekun dan sabar, ramah bergaul, rendah hati dan suka mengalah, cekatan, hidup suci, penuh iman, dsb.

John C Maxwell memaparkan bahwa karakter adalah lebih dari sekedar perkataan. Karakter seseorang menentukan siapa ia sesungguhnya. Jika perbuatannya bertentangan dengan apa yang ia katakan, maka karakter orang tersebut tidak baik. Tetapi karakter berbeda dengan talenta. Talenta adalah karunia, tetapi karakter adalah pilihan. Setiap orang bisa memilih karakternya sendiri. Dalam keadaan sukses, bila pemimpin tidak memiliki dasar karakter baik, maka ia  akan jatuh pada salah satu atau beberapa dari empat hal ini : kecongkakan, perasaan kesepian yang menyakitkan, suka mencari gara-gara atau perselingkuhan.[35]

Kepribadian pemimpin dengan karakter baik akan menjadi contoh, teladan dan panutan bagi pengikutnya. Betapapun hebat seorang pemimpin menjalankan fungsi kepemimpinannya, percuma tanpa karakter yang baik, sebagaimana yang dikatakan Leighton Ford, “Leadership is first of all is not something one does, but something one is”. Yang menentukan keberhasilan seorang pemimpin pada akhirnya adalah karakter pribadinya.[36]

c)      Pemimpin yang Menekankan Sinergi.

Kepemimpinan yang menekankan sinergi adalah pemimpin yang mampu mendengarkan dan menyatukan sumberdaya untuk mendapatkan hasil yang lebih sehingga menjalankan kepemimpinan yang dibagikan. Kepemimpinan yang dibagikan berarti mempercayai, memberi wewenang untuk membuat keputusan, bahkan mempercayakan pengikut kepada pemimpin lain. Ini merupakan langkah yang berani dari seorang pemimpin, karena penuh dengan tantangan. Tantangannya adalah : pertama, ia harus menutup mata dan membiarkan pemimpin lain melakukan tugasnya walau tidak sebaik, secepat atau sesuai dengan kehendaknya. Visi dan prinsip harus sama, tapi cara mencapainya dapat berbeda. Kedua, tantangan  power syndrome. Yaitu keadaan di mana pemimpin merasa kekuasaannya berkurang, tersaing bahkan terancam dan takut tidak dibutuhkan lagi. Untuk kepemimpinan yang kokoh, power syndrom harus dihindari. Berikan kesempatan orang lain untuk mengkritik dan mengeluarkan pandangan. Saat mereka melihat diri pemimpin tidak merasa terancam maka mereka akan merasa aman di bawah kepemimpinan sang pemimpin.[37]

Kegagalan pemimpin bersinergi, menurut Robby I. Chandra disebabkan tujuh hal, yaitu : 1). Pemimpin memiliki persepsi bahwa wajar bila pemimpin hidup dalam kesendirian. 2). Kebiasaan pemimpin untuk bekerja sendiri karena keleluasaan yang ia dapatkan. 3). Pemimpin menganggap manusia lain sebagai beban. 4). Kepribadian sang pemimpin. 5). Pemimpin tidak mahir menggandeng pemimpin lain. 6). Kegagalan menjaga tingkat komitmen dan konsistensi dalam penerapan kerja bergandengan. 7). Kegagalan karena adu kekuasaan, kecurigaan, persaingan yang kotor dan komunikasi yang tersendat.[38]

Membangun tim yang bersinergi bukanlah pekerjaan yang mudah. Tapi bisa dan harus dilakukan.

d)     Pemimpin dengan Fokus Manusia.

Pemimpin sejati akan mengejar tujuannya tanpa keinginan menipu atau berusaha memanfaatkan orang lain. Yang dilakukannya adalah memberi semangat dan dukungan serta menggali potensi yang terbaik dari orang lain. Kepemimpinan pada dasarnya adalah “menggali emas-emas” dalam kehidupan orang yang dipimpin. Seorang pemimpin harus bisa berbicara menurut “bahasa” mereka dan peka terhadap yang dilayani. Jika tidak, potensi atau “emas-emas” itu akan tetap terpendam seumur hidup.[39]  Kepemimpinan dengan fokus manusia mengupayakan pencapaian visi organisasi dengan menjaga agar seluruh sumber daya manusia yang dipimpinnya mengalami pertumbuhan baik pengetahuan, keterampilan maupun karakternya dalam proses bersama-sama yang mereka jalani.
  
Pemimpin dengan fokus manusia, menurut Robert D. Dale termasuk kategori pemimpin dengan tipe pendorong. Ia berpusatkan kepada manusia.[40] Tipe pemimpin pendorong dibutuhkan agar relasi satu sama lain terjaga baik dan tidak ada yang dikorbankan demi organisasi. 
 
e)      Pemimpin yang Membangun Jaringan.

Yang dimaksud kemampuan membangun jaringan adalah kemampuan untuk melihat kelebihan orang lain dan bekerjasama dengan mereka. Pemimpin harus mampu menghargai kemampuan dan kelebihan orang lain bahkan mampu mengaguminya tanpa menimbulkan rasa rendah diri padanya. Pemimpin bahkan mau bekerjasama. Ia memandang setiap anggota tim mampu memberikan kontribusi positif  bagi organisasi.  Ada suatu dinamika besar dalam membangun jaringan, yaitu kuasa kesehatian dan kerja sama. Karena kesehatian dan kerja sama  maka banyak pekerjaan-pekerjaan besar dapat dilaksanakan.[41]  

Rama S. Nugraha dalam bukunya Jangan Jadi Pemimpin Sebelum Baca Buku Ini ! mengatakan bahwa tidak ada anggota tim yang buruk, bila pemimpin mampu mengarahkan pengikutnya. Pemimpin harus memfokuskan pada strategi menata hati untuk memahami dan memampukan mereka agar sesuai dengan kualitas yang pemimpin harapkan.[42]

f)       Pemimpin yang terampil.

Kepemimpinan modern memahami kepemimpinan sebagai suatu seni (Leader is an art). Seni adalah buah kreasi personal yang istimewa yang mungkin tidak dimiliki orang lain, sehingga seni dalam memimpin berbeda untuk setiap orang. Meskipun demikian, secara umum keterampilan yang diperlukan secara prinsip tidak berbeda.

Robert L. Katz mengatakan bahwa keterampilan yang harus dimiliki oleh administrator yang efektif adalah keterampilan teknis (technical skill), keterampilan hubungan dengan orang lain (human relation skill) dan keterampilan konseptual (conceptual skill).[43]

Keterampilan teknis adalah keterampilan menerapkan pengetahuan teoretis ke dalam tindakan-tindakan praktis, kemampuan memecahkan  masalah melalui taktik yang baik atau kemampuan menyelesaikan tugas secara sistematis. Keterampilan ini terutama lebih berhubungan dengan benda mati, gerak motoris atau keterampilan tangan. Misalnya : kemampuan menyusun laporan pertanggungjawaban, menyusun program tertulis, membuat data, membuat keputusan dan merealisasikan, kemampuan mengetik, membuat surat, dsb.[44]

Keterampilan hubungan antar manusia adalah kemampuan untuk menempatkan diri di dalam kelompok kerja dan keterampilan menjalin komunikasi yang mampu menciptakan kepuasan semua pihak. Keterampilan hubungan antar manusia ini tercermin dalam keterampilan menempatkan diri, menciptakan kepuasan anggota, keterbukaan terhadap kelompok, kemampuan mengambil hati para pengikut, penghargaan terhadap nilai-nilai etis, pemerataan tugas dan tanggungjawab, kemampuan menghargai orang lain, dsb.[45] Initinya, pemimpin harus terampil berkomunikasi yang membangkitkan semangat.[46]

Keterampilan konseptual adalah kecakapan untuk memformulasikan pikiran, memahami teori-teori, melakukan aplikasi, melihat kecenderungan berdasarkan kemampuan teoretis dan yang dibutuhkan di dalam dunia kerja. Keterampilan konseptual ini tercermin dalam pemahaman teori secara luas dan mendalam, kemampuan mengorganisiasi pikiran/ide, kemampuan mengemukakan gagasan secara sistematis, kemampuan mengkorelasikan bidang ilmu yang dia miliki dengan pelbagai situasi, dsb.[47]

g)      Pemimpin yang mengkader.

Kegagalan seorang pemimpin adalah : tidak ada yang meneruskan perjuangan hidupnya karena tidak adanya kader yang dipersiapkan. Pemimpin yang berhasil adalah pemimpin yang tidak menciptakan ketergantungan kepada dirinya melainkan mempersiapkan para pengikutnya dengan memberdayakan mereka, mempercayakan tanggung jawab dan memberinya kesempatan kepada mereka untuk bertindak dalam cara mereka sendiri dalam rangka mencapai visi bersama. Pemimpin juga sabar untuk mengijinkan keberhasilan dan kegagalan menjadi bagian proses belajar dalam rangka pemberdayaan bersama.

Pemimpin yang memberikan waktu dan dirinya untuk mengembangkan orang-orang akan menerima berkat ganda : Pertama, pertumbuhan dan keefektifan dalam organisasi sebagai satu keseluruhan. Dan kedua, suatu kelompok yang lebih besar yang terdiri dari para manajer dan eksekutif berkualitas, yang mana bisa memilih pemimpin-pemimpin masa depan dan seorang penggantinya yang baik.[48]

Ada dua hal yang perlu dilakukan untuk memberdayakan calon pemimpin baru, demi perkembangan dan kemajuan mereka. Pertama, mereka didorong dan dimotivasi untuk menggunakan inisiatif mereka yang selama ini terpendam di dalam diri mereka akibat adanya prosedur birokratis. Kedua, mereka bukan hanya diberi wewenang tetapi juga sumberdaya seperti budget, atau uang, sehingga mereka bukan hanya bisa mengambil keputusan tapi juga bisa melihat hal itu diterapkan.[49] Tidak ada aktivitas lain yang menjamin kekekalan pelayanan seperti halnya peralihan, pengkaderan kepemimpinan yang dipersiapkan dengan sebaik mungkin.[50]

4)      Sifat-Sifat Pemimpin

Pemimpin adalah pemberi pengaruh. Dalam proses mempengaruhi, ia mempergunakan melalui tiga hal yaitu melalui kemampuan (skill, pengetahuan, kewibawaan, jabatan) yang dimilikinya, perkataan dan keteladanannya. Oleh sebab itu, pemimpin harus memiliki sifat-sifat khusus yang mendukungnya untuk memimpin dengan berhasil.

George R. Terry mendaftarkan sepuluh sifat pemimpin yang unggul, antara lain : memiliki kekuatan fisik dan rohani, stabilitas emosi, pengetahuan tentang relasi insani, jujur, objektif, dorongan kuat untuk menjadi pemimpin yang baik, ketrampilan berkomunikasi, kemampuan mengajar, keterampilan sosial dan kecakapan teknis atau kecakapan manajerial. [51]

Senada dengan paparan di atas, Ordway Tead mengungkapkan sepuluh sifat yang harus dimiliki pemimpin yaitu : memiliki tenaga jasmani dan rohani yang di atas rata-rata, kesadaran akan tujuan dan arah, antusiasme, keramahan dan kasih sayang, integritas, penguasaan teknis, ketegasan dalam mengambil keputusan, kecerdasan, keterampilan mengajar, dan iman.[52]

BNH berpendapat bahwa paparan kedua tokoh di atas tidak semuanya berbicara tentang sifat-sifat pemimpin. Sebagian yang disebutkan berbicara tentang sumber daya pemimpin atau kriteria pemimpin pada umumnya. Berikut pendapat BNH tentang sepuluh sifat-sifat pemimpin yang BNH temukan dalam  tokoh  Musa di Alkitab : Pertama, pemimpin adalah seseorang yang penuh motivasi, ulet, tekun dan setia. Kedua,  pemimpin adalah seorang pemberani. Ketiga,  pemimpin adalah seorang yang rendah hati. Keempat, pemimpin harus memiliki belas kasihan terhadap orang-orang yang dipimpinnya. Kelima,   pemimpin memiliki pandangan positif terhadap dirinya dan orang lain. Keenam,   pemimpin adalah orang yang percaya dan taat kepada Allah. Ketujuh,   pemimpin adalah orang yang rela berkorban. Kedelapan, pemimpin adalah seorang yang dapat dipercaya. kesembilan, pemimpin memiliki sifat inovatif dan kesepuluh, pemimpin haruslah visioner.

a)      Pemimpin adalah Seorang yang Penuh Motivasi, Ulet, tekun dan Setia.

Pemimpin harus mampu melihat kegagalan sebagai langkah sementara dan perlu untuk sukses. Ia adalah pribadi yang tahan menderita dan mengerjakan perannya dengan sungguh-sungguh. Ia juga memiliki motivasi yang kuat untuk melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya. Ia memiliki energi yang tidak habis. Motivasi seseorang dapat diukur[53] dan pemimpin memiliki motivasi yang tinggi dan berfokus pada visi.  Musa adalah seorang pemimpin yang penuh motivasi, ulet, tekun dan setia. Ia digerakkan oleh visi. Visinya adalah membawa bangsa Israel keluar dari tanah perbudakan di Mesir menuju Tanah Perjanjian yang baik dan luas, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya. Visi ini di dapatkannya dari Tuhan.[54]  

Motivasi yang kuat dari Pemimpin saja tidak cukup tanpa motivasi yang kuat dari orang-orang yang dipimpinnya. Padahal   efektivitas kelompok antara lain bergantung pada keinginan bekerja para pengikutnya, baik pada saat mereka memecahkan masalah maupun saat kerja tim. Kerja tim tidak hanya bersangkut paut dengan aktivitas fisik, melainkan juga aktivitas emosi atau intelektual, meski pada akhirnya motivasi anggota tim yang paling menentukan produktivitas.[55] Motivasi yang rendah akan merugikan produktivitas kelompok. Pemimpin dalam hal ini harus mampu memotivasi dirinya sendiri sekaligus seluruh anggotanya untuk memberikan yang terbaik bagi kepentingan bersama.

b)     Pemimpin adalah Seorang Pemberani

Musa adalah pemimpin yang pemberani. Tanpa pengawal dan tanpa senjata, ia menghadap Raja Mesir dan meminta agar bangsa Israel dilepaskan dari perbudakan.[56] Musa duabelas kali menghadap Firaun ditemani Harun.  Pemimpin harus berani mengambil keputusan, termasuk keputusan yang tidak populer tetapi dalam rangka pencapaian tujuan bersama. Dan untuk mengambil keputusan yang demikian, pemimpin haruslah seorang pemberani.

Menurut David Ben-Gurion, keberanian adalah suatu pengetahuan khusus yaitu pengetahuan akan bagaimana takut kepada apa yang seharusnya ditakuti, dan bagaimana tidak takut pada apa yang seharusnya tidak ditakuti. Dari pengetahuan ini muncul kekuatan batin yang mengilhami pemimpin untuk berjalan menghadapi kesulitan-kesulitan besar. Dengan keberanian, apa yang tampaknya tidak mungkin terkadang menjadi mungkin.[57]

Keberanian pemimpin akan menular kepada pengikutnya. karena keberaniannya, orang-orang yang melihatnya akan dengan rela mau menjadi pengikutnya.[58]  Keberanian akan membuka pintu, dan itulah salah satu keuntungannya.[59] Dalam kamus pemimpin, sifat puas diri dan mengambil posisi defensif akan berdampak pada kemunduran organisasi. Pemimpin harus berani untuk terus meraih tujuan-tujuan yang lebih tinggi yang bisa dicapai dengan tetap memperhatikan visi dan misi pokok lembaga.[60]

Pemimpin yang berani adalah pemimpin yang juga berani mengakui kesalahannya. Hal ini dituturkan oleh John C. Maxwell. Pada saat ia membiarkan kemarahan melandanya, sebagai Pendeta senior ia mengambil 3 keputusan jalan pintas sebelum pesta natal 1989.  Dalam waktu seminggu ia mengambil tiga keputusan besar : mengubah beberapa unsur pertunjukan Natal yang sudah dilatih, menghentikan pelayanan ibadah hari Minggu dan memecat seorang staf. Keputusan itu sebenarnya dinilai tepat oleh jemaat, tetapi karena Maxwell tidak mempergunakan proses kepemimpinan yang sudah berjalan selama ini, yaitu mendiskusikannya dalam rapat para pemimpin gereja, maka hal ini menimbulkan keresahan. Dengan berani, Maxwell meminta maaf karena telah mengambil jalan pintas. Keberanian meminta maaf di depan umum ini mengembalikan kepercayaan pengikutnya.[61]  Maxwell adalah seorang pemimpin yang berani.  Keberanian mengakui kesalahan bukan merupakan kelemahan dan kejatuhan seorang pemimpin tetapi bahkan menimbulkan rasa hormat di hati para pengikut.

c)      Pemimpin adalah Seorang yang Rendah Hati

Pemimpin yang baik bersedia menerima saran dari orang lain. Musa memiliki sifat rendah hati ini. Ia menerima nasehat Yitro agar berbagi pekerjaan dengan orang-orang yang harus diseleksinya menjadi pemimpin atas seribu orang, pemimpin atas seratus orang, pemimpin atas lima puluh orang dan pemimpin atas sepuluh orang.[62]  

Menurut Henri Nouwen, salah satu godaan para pemimpin adalah godaan ingin menjadi populer, hebat dan berkuasa.[63] Popularitas dan kekuasaan membuat pemimpin kehilangan salah satu norma kebaikan seorang pemimpin yaitu kerendahhatian.

Pemimpin yang baik sebagaimana dituliskan Daniel Goleman, bukanlah bintang tunggal yang memercikkan serbuk keajaiban kepada orang lain.[64] Pemimpin sejati memahami bahwa mereka juga sedang dipimpin dan kepemimpinan merupakan sesuatu yang  bersifat timbal balik. Setiap pemimpin harus mampu mendengar dan menyesuaikan diri dengan orang lain agar mampu menangkap isyarat yang dapat membantu semua orang terlibat untuk berjalan sejajar di sepanjang jalan. Pemimpin terbaik tahu bahwa semua harus terlibat bersama-sama. Saat pemimpin gagal mendengarkan, mereka menciptakan ketidakpedulian, permusuhan, dan miskomunikasi di antara pengikut-pengikutnya. Orang-orang yang dipimpinnya lambat laun tapi pasti akan berhenti berkomunikasi dengannya. Sebaliknya, pemimpin yang terampil mendengarkan adalah pembujuk yang baik, sebagaimana Dean Rusk tuliskan, “salah satu jalan terbaik untuk membujuk orang lain adalah dengan telinga anda- dengan mendengarkan mereka”.[65]

d)     Pemimpin harus Memiliki Belas Kasihan

Pemimpin harus memiliki belas kasihan terhadap orang-orang yang dipimpinnya. Ia  memiliki empati dan mengerti kebutuhan orang-orang yang dipimpinnya. Pemimpin harus memiliki hubungan  hati dengan pengikutnya, saling mengenal dan memiliki kepedulian.  Hal ini ditunjukkan Musa tatkala Tuhan berencana memusnahkan bangsa Israel karena ketidakaatan mereka kepada Tuhan dan beribadah kepada patung lembu emas. Tuhan berencana akan membentuk umat baru melalui keturunan Musa, tetapi Musa menolak rencana pemusnahan bangsa Israel dan memohonkan pengampunan bagi Israel jika tidak Musa meminta namanya dihapuskan saja dalam Kitab Kehidupan.[66] Musa bertindak demikian karena belas kasihannya kepada umat Israel yang dipimpinnya.

Kepedulian adalah tindakan dijalankannya empati dan perhatian. Empati memungkinkan seseorang untuk membina hubungan dan ikatan dengan orang lain. Empati membuat dihindarkannya “korban” dalam kepemimpinan. Untuk itu harus dimulai dari sifat ingin tahu dari pemimpin kepada pengalaman-pengalaman anggotanya dan mempelajari kebutuhan dan hidup mereka. Kepedulian memiliki tiga komponen pokok, yaitu pemahaman dan empati kepada perasaan dan pengalaman orang lain, kesadaran kepada orang lain dan kemampuan bertindak berdasarkan perasaan tersebut dengan perhatian dan empati.[67]



e)      Pemimpin Memiliki Pandangan Positif Terhadap Dirinya dan Orang Lain

Pemimpin adalah orang yang percaya bahwa setiap orang, baik dirinya maupun orang-orang yang dipimpinnya itu  penting dan berharga.  Ia juga menyiapkan regenerasi pemimpin karena ia mengetahui dan menyambut secara positif   kepemimpinan yang tumbuh dan berkembang pada pengikutnya, seperti Musa menyambut dengan sukacita kehadiran dan pertumbuhan jiwa kepemimpinan Yosua dan Kaleb.[68] Pemimpin yang baik juga menyadari keterbatasannya sebagai manusia dan berupaya membangun kekuatan tim untuk bersinergi dalam mencapai tujuan bersama.

f)       Pemimpin adalah Orang yang Percaya dan Taat Kepada Allah

Sebagai pemimpin, Ia harus menjaga relasinya dengan Tuhan, menghormatiNya dan  menjaga kekudusan hidupnya.[69] Pemimpin adalah seorang yang  panca indera rohaninya peka dan terlatih dengan baik.[70] Disiplin rohani dan komunikasi yang intim dengan Tuhan adalah kuncinya. Ia adalah seorang pemimpin, sekaligus pendoa. Ketika Tuhan mengutus Musa, Musapun taat. Ia juga meluangkan waktunya untuk menghadap Tuhan dalam doa.  Karena kedekatannya dengan Tuhan, Tuhan menyebutnya sebagai orang yang setia sehingga diperkenankan berhadap-hadapan dengan Tuhan saat Tuhan berfirman. Musa adalah seseorang yang diperkenankan melihat kemuliaan dan rupa Tuhan.[71]

g)      Pemimpin adalah Orang yang Rela Berkorban

Pemimpin adalah orang yang berprinsip, “apa yang dapat kuberikan untuk organisasi dan pengikutku” dan mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadinya. Musa yang berlimpah harta benda dan fasilitas sebagai keluarga kerajaan Mesir, bersedia meninggalkan kenyamanan dan kenikmatan hidup istana karena jiwa nasionalisme dan demi memenuhi panggilan Allah untuk membawa umat Israel dari tanah Mesir.

Seorang pemimpin harus rela berkorban demi pengikutnya. dan biasanya, satu pengorbanan saja belumlah cukup untuk membawa sukses. Pengorbanan adalah sesuatu yang konstan dalam kepemimpinan. pengorbanan adalah proses yang berkelanjutan, bukan suatu pengorbanan yang sekali bayar. Biasanya, semakin tinggi kepemimpinannya, semakin besar  pengorbanan yang telah diberikan.[72]  Tak ada sukses tanpa pengorbanan. Pemimpin harus rela berkorban.

h)     Pemimpin adalah Seorang yang Dapat Dipercaya

Pemimpin bertanggung jawab penuh atas sikap dan keputusan yang diambilnya. Demikian pula dengan Musa. Ia adalah pemimpin yang dapat dipercaya. Ia melaksanakan tanggungjawab membawa Israel keluar dari tanah Mesir sampai kaki gunung Abarim. Karena kesalahannya, Musa tidak diperkenankan untuk memimpin bangsa Israel masuk tanah Kanaan. Musa bertanggungjawab atas kesalahannya, dan bersedia menyerahkan kepemimpinan kepada Yosua. Prosesi pergantian kepemimpinan ini begitu indah. Dikisahkan prosesi pemberkatan atau penahbisan Yosua sebagai pemimpin baru menggantikan Musa. Musa menumpangkan tangan di hadapan imam Eleazar dan disaksikan segenap umat Israel.[73]

i)        Pemimpin Memiliki Sifat Inovatif

Pemimpin terbuka terhadap pendekatan dan cara-cara baru tetapi tetap berfokus pada tujuan bersama. Saat Musa begitu lelah menjalankan tugas seorang diri sebagai hakim atas umat Israel, mertuanya memberi nasehat untuk berbagi beban pekerjaan dan mendelegasikannya kepada orang-orang terpilih. Musa memandang itu baik dan menerima saran tersebut. Sejak itu, pekerjaan pastoral dan pengadilan dijalankannya tidak secara single fighter tetapi secara tim. Musa adalah pemimpin yang inovatif.

Menurut Jansen H. Sinamo, untuk menjadi pemimpin yang inovatif, seseorang harus menjalankan paling tidak empat langkah praktis menuju pemimpin inovatif, sebagai berikut : Pertama, ia harus memiliki sikap positif. Baik sikap positif terhadap dirinya sendiri, tim maupun orang-rang yang dipimpinnya. Kedua, ia harus berimajinasi secara kreatif dengan jalan membayangkan dan menciptakan dalam bentuk bayangan-bayangan visual dalam otak tentang situasi yang hendak diciptakan. Ketiga, ia harus mengkonseptualisasikannya dalam bentuk tulisan, gambar, hitung-hitungan, maket, prototipe, dsb. Dan keempat, ia  harus memiliki etos inovatif. Etos inovatif  ini penting karena tanpanya, seorang kreatifpun akan berhenti dalam gagasan.  Etos inovatif membuat seseorang tidak putus asa, tidak mudah menyerah dan memiliki semangat juang tinggi.[74]

j)       Pemimpin Haruslah Visioner

Pemimpin yang baik digerakkan oleh visi. Musa digerakkan oleh visi melihat umat Israel hidup di tanah perjanjian yang berlimpah susu dan madunya.[75] Meskipun saat itu umat Israel dalam penjajahan di negeri Mesir, tetapi visi Musa begitu jelas.

Visi artinya seni atau kemampuan untuk melihat sesuatu yang tak terlihat.[76] Pemimpin yang visioner adalah pemimpin yang mampu untuk melihat serta memahami sesuatu yang tidak terlihat oleh kebanyakan orang. Bill Hybels mendefinisikan visi sebagai “suatu gambaran masa depan yang menghasilkan gairah”.[77] Visi membuat seorang pemimpin dimampukan memandang masa depan yang lebih baik. Hal ini menimbulkan semangat, gairah yang menyala-nyala untuk mencapainya. Visi inilah yang membuat seorang pemimpin mampu bertahan dalam kesulitan.[78]  Andy Stanley percaya bahwa  visi berasal dari Allah.[79] Allah adalah Sumber dan Pemberi visi dari seorang pemimpin. Senada dengan itu, George Barna mengatakan bahwa Allah adalah Subjek yang mengimpartasikan visi itu kepada pemimpin yang dipilihNya.[80]



5)      Jebakan Bagi Pemimpin

Yap Un Han mendaftarkan jebakan-jebakan utama bagi hamba Tuhan ada lima hal, yaitu : kesombongan, kecemburuaan atau kedengkian, kekeringan rohani, hubungan dengan lawan jenis, dan uang.[81]  Steven Berglas dalam bukunya The Succes Syndrome menyebutkan empat jebakan utama bagi para pemimpin yaitu : kecongkakan, perasaan kesepian yang menyakitkan, suka mencari gara-gara atau perselingkuhan.[82] Sementara itu Carson Pue menuliskan adanya tujuh jebakan dan titik serangan rohani terhadap para pemimpin Kristen, yaitu : kesombongan, sensualitas, ekses rohani, hawa nafsu yang dirohanikan, kelelahan dan kemalasan, dikelilingi dengan kelimpahan dan kondisi suam-suam kuku.[83]

Dari pendapat tiga pakar kepemimpinan di atas, BNH menyimpulkan terdapat lima jebakan bagi pemimpin pada umumnya dan delapan jebakan bagi para pemimpin Kristen. Titik serangan rohani ini harus diketahui dan diwaspadai oleh setiap pemimpin agar dalam kepemimpinannya memberi dampak baik bagi organisasi. Biasanya, masing-masing pemimpin memiliki satu atau dua kelemahan yang merupakan sisi lemah karakter dirinya yang bisa membuat kepemimpinannya gagal. Lima jebakan pertama merupakan jebakan bagi para pemimpin secara umum dan tiga jebakan berikutnya merupakan jebakan tambahan bagi pemimpin kristen.

a)      Bahaya Kesombongan

Para pemimpin yang telah tergelincir dalam kesombongan akan menghargai diri mereka begitu tinggi.[84] Kesombongan menyebabkan orang menjadi lupa diri dan menganggap dirinya luar biasa. Kesombongan membuat seseorang merasa hebat dan menjadi penentu kemajuan organisasi yang dipimpinnya. Ia memandang rendah peran serta rekan satu tim atau peran serta anggota.

Menurut Yap Un Han, kesombongan berasal dari dua sumber,  yaitu : pertama, datangnya dari luar, karena  lingkungan terlalu mengidolakan atau terlalu menghormati. Kedua, dari dalam dirinya sendiri karena merasa berhasil, merasa sukses dan ingin dipuji.[85]

b)     Jebakan Seks atau Perselingkuhan

Para pemimpin mengetahui dengan benar batasan-batasan moral dan etika dari perilaku seksual. Tetapi godaan untuk bermain-main secara emosional dengan mencari keakraban dengan lawan jenis dan memenuhi kebutuhan emosional mereka dapat menjebak para pemimpin pada umumnya. [86] Ada empat macam orang yang perlu diperhatikan dalam pergaulan, yaitu : rekan sekerja lawan jenis, anggota lawan jenis, teman lawan jenis dan teman lawan jenis yang pernah akrab pada masa silam.[87] Karena berbagai kegiatan para pemimpin akan sering bertemu dan berkumpul dengan lawan jenis, untuk itu perlu kehati-hatian agar pemimpin tidak menunjukkan perhatian yang berlebihan, sehingga lawan jenis menjadi salah paham. 

c)      Iri Hati dan Kedengkian

Penyebab sesama pemimpin tidak mau bekerja sama adalah adanya iri hati dan kedengkian. Perasaan ini merupakan kompensasi rendah diri yang diwujudkan dalam bentuk kesombongan atau kecemburuan kepada pemimpin yang lain.[88] Iri hati dan kedengkian ini mewujud nyata saat hilangnya sukacita mendengar rekan pemimpin lain dipuji atau mengalami kesuksesan melebihi dirinya.  Iri hati dan kedengkian menyebabkan pemimpin tidak bisa mengagumi sisi baik dari pemimpin lain atau mau belajar sesuatu dari kelebihan mereka.
d)     Kondisi Suam-Suam Kuku

Kondisi sam-suam kuku adalah kondisi di mana pemimpin berpuas diri terhadap semua yang telah mereka capai dan tidak bersemangat untuk mencapai kondisi yang lebih lagi. Kemapanan atau kenyamanan ini   menyebabkan pemimpin tidak lagi memiliki visi atau cita-cita lagi, karena semua yang diimpikan dirasa  sudah dicapai.[89] 

e)      Jebakan Uang

Karena menginginkan uang dan kekayaan yang banyak, para pemimpin sudah banyak yang terjatuh. Pada masa otonomi daerah di Indonesia, banyak diberitakan di media massa tentang mantan pejabat yang diperkarakan secara hukum karena kasus korupsi.

f)       Jebakan Dikelilingi Kelimpahan

Inilah jebakan yang jarang diwaspadai pemimpin-pemimpin Kristen. Mereka dikelilingi dengan berbagai kelimpahan sumber daya dan kesempatan sehingga memungkinkan mereka untuk bersembunyi dari kehidupan mereka yang kurang terpuji. Kelimpahan sumber tersebut bisa kelimpahan buku-buku, bacaan-bacaan, riset rohani yang menyita seluruh waktu dan energi sang pemimpin sehingga tidak tersisa untuk keperluan batiniah.  Demikian pula kelimpahan pekerjaan pelayanan dan kesibukan yang mengikis pemimpin itu dari dalam. Demikian pula kelimpahan karunia dan kesempatan dalam pelbagai pelayanan sehingga akhirnya mereka memilih pelayanan-pelayanan tertentu yang biasanya mahal dari sudut keuangan maupun sudut sumber daya manusia.[90]

g)      Kekeringan Rohani

Para pemimpin khususnya pemimpin Gereja mempunyai semacam sindrom, yaitu : ia dengan mudah menjaga kebun orang lain, tetapi kebun anggur sendiri diabaikan.[91] Mereka tidak pernah mau mengakui dosa pribadi mereka yang merupakan inti permasalahan yang dihadapi dan mencari penghiburan dari manusia, bukan dari Allah. Mereka menyembunyikan dosa mereka dan tidak datang kepada Tuhan.[92] Menurut Yap un Han, dua penyebab kekeringan rohani bagi pemimpin Kristen adalah  karena dosa  dan karena kemalasan.[93]

h)     Hawa Nafsu yang Dirohanikan

Kadang kala, nafsu seks  “menyamar” dalam “baju rohani”. Hawa nafsu yang dirohanikan ini, menurut Pue, telah membuat seorang pemimpin gereja yang lemah lembut begitu merindukan keintiman dengan Tuhan sampai mengalami perasaan “terbang secara rohani” dan ingin selalu mengulanginya lagi dan lagi. Pada waktu berdoa, mungkin muncul perasaan-perasaan sensual. Doa adalah suatu pengalaman yang intim dan perasaan intim ini mirip dengan perasaan intim secara seksual. Bunda Teresa dari Avila menyebut hasrat-hasrat itu menunjukkan sedikit kasih kepada Allah dan terlalu banyak kasih kepada diri sendiri karena dampaknya yang terlihat adalah mereka merasa tidak tahan menerima “kuk ringan” yang dipasangkan kepada mereka. Mereka mengejar pengalaman “terbang secara rohani” itu sebagai pelarian terhadap beban yang mereka pikul.[94] 

b.      Pengikut

Pengikut adalah orang yang dipimpin. Mereka adalah anggota dan sekaligus tim kerja untuk pencapaian tujuan kelompok/organisasi. Pemimpin memerlukan pengikut dan begitu pula sebaliknya. Sudah banyak tulisan tentang bagaimana menjadi   pemimpin yang baik tetapi sedikit tulisan  mengenai bagaimana menjadi pengikut yang baik. Padahal, pemimpin yang baik sering bahkan hampir selalu muncul dari seorang pengikut yang baik.[95]

Pengikut adalah orang atau sekelompok orang yang secara sukarela menyediakan diri untuk dipimpin oleh pemimpin dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Oleh sebab itu, dalam diri para pengikut terdapat harapan yang harus dikenali oleh pemimpin mereka. Apabila harapan para pengikut ini tidak bisa atau semakin jauh didapatkan melalui kepemimpinan yang sedang dijalankan maka dengan sendirinya terjadi friksi, hilangnya kewibawaan pemimpin di mata pengikut  atau yang lebih parah terjadi yaitu pengikut kemudian meninggalkan pemimpin mereka.

Lalu, bagaimanakah persyaratan menjadi pengikut yang baik ? Pengikut yang baik menurut hemat BNH haruslah : Bersedia menyerahkan otoritas kepada pemimpin mereka, mempercayai pemimpin mereka, bersedia belajar dari pemimpin mereka, berlatih untuk mendengarkan pemimpin mereka, terbuka terhadap perubahan dengan tetap menjaga nilai-nilai kelompok/organisasi, bersedia mewujudkan visi bersama, bersedia menerima pendelegasian tugas dengan sukacita, dan menghargai setiap keputusan bersama dan menjalankannya.      

Pengikut adalah orang yang bersedia menyerahkan sejumlah otoritas kepada pemimpin mereka. Mereka menyadari bahwa pencapaian tujuan hanya dapat dicapai bila ada yang menyinergikan sumber daya yang dimiliki kelompok sehingga mereka mengangkat atau menerima seseorang atau sejumlah orang untuk memimpin mereka. Tanpa penyerahan sejumlah otoritas ini, praktis kepemimpinan tidak akan berjalan. Pengikut harus bersedia dipimpin oleh pemimpin mereka.

Pengikut mempercayai pemimpin mereka. Oleh sebab itu, pemimpin harus memiliki kualifikasi di atas rata-rata dari mereka yang dipimpinnya. Pengikut percaya bahwa pemimpin mereka memiliki keunggulan tertentu baik pengetahuan, keterampilan, pengalaman atau kewibawaan yang dapat dipergunakan untuk menyatukan kelompok dalam rangka mencapai tujuan bersama.

Pengikut adalah orang yang bersedia belajar dengan sukarela dari pemimpin mereka. Dengan demikian pengikut memerlukan inspirasi dari pemimpin mereka sehingga mereka dimampukan untuk melakukan bagian tanggungjawab mereka dengan sebaik mungkin.

Pengikut adalah orang yang bersedia untuk mendengarkan pemimpin mereka. Pengikut membutuhkan seseorang yang mengingatkan mereka akan tujuan dan cita-cita bersama serta membimbing mereka bagaimana cara mencapai tujuan dan cita-cita tersebut.

Pengikut adalah orang yang terbuka terhadap perubahan yang ditawarkan pemimpin mereka dengan tetap menjaga nilai-nilai kelompok/organisasi.  Mereka butuh untuk diyakinkan bahwa perjalanan yang sudah mereka lalui bersama pemimpin mereka semakin mendekati tujuan bersama.

Pengikut adalah orang yang bersedia mewujudkan visi bersama. Mereka merasakan api semangat yang ditularkan oleh pemimpin mereka. Mereka telah diyakinkan bahwa cita-cita tersebut dapat dicapai melalui langkah-langkah yang telah dijalani dan segala sumber daya yang telah dan akan dipergunakan.

Pengikut adalah mereka yang bersedia menerima pendelegasian tugas dengan sukacita.  Mereka dengan senang hati ambil bagian dalam tim kerja dan merasa kehadiran dan peran serta  mereka dibutuhkan oleh kelompok untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan.

Pengikut yang baik adalah mereka yang menghargai setiap keputusan bersama dan menjalankannya dengan senang hati. Mereka yakin bahwa mereka tidak sedang dimanfaatkan tetapi mereka sungguh-sungguh merasakan dipikirkan dalam kepemimpinan yang sedang berjalan.

Pengikut memiliki peran-peran strategis dalam mencapai maksud dan tujuan kelompok/organisasi. Dikisahkan dalam Alkitab, bahwa Allah berkenan memakai orang-orang yang adalah pengikut, orang-orang biasa dan bukan pemimpin resmi untuk menunjukkan kuasa Allah kepada umat Israel.  Anak laki-laki, Daud, menolak memakai baju perang sekaligus pelindung tubuh milik Saul, untuk menghadapi Goliat yang kuat dan bersenjata berat. Daud si-anak muda ini menantang pahlawan Filistin yang sombong itu: “Engkau mendatangi aku dengan pedang dan tombak dan lembing, tetapi aku mendatangi engkau dengan nama Tuhan semesta alam”[96]. Konfrontasi yang kuat melawan yang lemah ini menghasilkan kemenangan bagi pihak yang kecil atas pihak yang perkasa. Kisah ini menyatakan bahwa Allah bekerja juga melalui orang-orang yang lemah dan tak berdaya.[97] Allah kadang bekerja memakai para pengikut dan bukan pemimpin untuk menyatakan kuasaNya. Dengan demikian, pengikut bukanlah objek melainkan sesama subjek  dari layanan yang diberikan pemimpin dalam rangka mencapai sasaran dan tujuan bersama. Hal ini juga diperagakan dalam kepemimpinan Sang Pemimpin terbesar Yesus Kristus dalam menilai pengikutNya. “kamu adalah sahabatKu, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu. Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapaku.”[98]


c.       Situasi atau Budaya Organisasi dan Kepemimpinan

Situasi kepemimpinan berkaitan dengan konteks langsung dan konteks hidup/kerja yang lebih luas/ makro dan situasi yang direkayasa oleh pemimpin dalam kepemimpinan. [99] Tujuan merekayasa situasi adalah agar tercipta situasi yang kondisi yang kondusif  bagi kinerja kepemimpinan yang lebih baik. 

Pemimpin mempengaruhi situasi kepemimpinan dan situasi mempengaruhi pemimpin. Pemimpin harus menyadari hal ini agar ia tidak melebih-lebihkan kemampuan dan potensinya.  Sebaliknya ia juga tidak begitu saja mengikuti arus situasi yang ada. Dalam kepemimpinan Kristen, ia akan mengadakan perubahan dan menghasikan dampak bahkan ia berani menanggung risiko bila Tuhan mendorongnya melakukan hal itu. Selanjutnya ia menyadari keterbatasannya dan karena itu ia menggantungkan diri lebih penuh kepada Tuhan. Dalam kekhasannya inilah, seorang pemimpin Kristen menjadi inspirasi untuk orang di sekitarnya. [100]   

Para ahli kepemimpinan sudah lama mengetahui bahwa struktur dan kepemimpinan yang baik tanpa dukungan  dari situasi, budaya atau iklim hubungan di dalam komunitas tersebut akan menghasilkan berbagai masalah.  Budaya atau situasi organisasi adalah asumsi-asumsi yang dianut serta keyakinan bersama tentang dunia, waktu, kerja dan hubungan antar manusia. Ada pula keyakinan yang tidak nyata dan tidak disadari serta ada nilai-nilai yang dirumuskan.[101]

Organisasi apapun harus menanggapi perubahan. Seorang pemimpin harus mampu mempengaruhi sistem yang mendorong terjadinya adaptasi terhadap perubahan.[102] Pada umumnya, pemimpin dapat mempengaruhi situasi atau budaya organisasi dengan lima  mekanisme. Pertama, pemimpin mengkomunikasikan tentang prioritas, nilai dan keprihatinan organisasinya. Kedua, pada saat organisasi menghadapi krisis, pemimpin membuat kebijakan dan dari kebijakan tersebut dapat diketahui asumsi dan nilai organisasi. Ketiga, pemimpin memberikan teladan. Teladan yang diberikan oleh pemimpin menunjukkan budaya yang diharapkan berkembang dan perlu dijaga dalam organisasi. Keempat, dengan alokasi bonus kepada siapa diberikan. Kelima, terlihat pada saat pemimpin merekrut seseorang untuk menduduki jabatan tertentu. [103]

d.      Fungsi-Fungsi Kepemimpinan

Kepemimpinan akan berhasil bila berjalan sesuai dengan fungsinya. Fungsi kepemimpinan abad ke-21 menurut Anugerah Pekerti dan Jansen H. Sinamo adalah dalam fungsi manajerial, fungsi etikal dan fungsi spiritual.[104] Menurut Jerry Rumahlatu,  fungsi kepemimpinan dapat dibedakan dalam lima fungsi pokok kepemimpinan yaitu fungsi instruktif, fungsi konsultatif, fungsi partisipasi, fungsi delegasi, dan fungsi pengendalian.[105]

Fungsi instruktif bersifat komunikasi satu arah. Merupakan pemberian perintah, penugasan, pembebanan kerja, instruksi  kepada orang-orang yang dipimpinnya untuk dilaksanakan dalam rangka pencapaian tujuan organisasi. Instruksi, dengan demikian merupakan kemampuan menggerakkan orang-orang yang dipimpinnya untuk melakukan sesuatu yang sumber instruksinya berasal dari kesepakatan bersama atau hasil koordinasi tim pemimpin.     

Fungsi konsultatif  bersifat dua arah. Dilakukan oleh pemimpin kepada anggota dalam rangka konsultatif, mendapatkan feedback dari anggota, memperoleh masukan-masukan berharga untuk digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pemimpin dalam menetapkan keputusan.

Fungsi partisipasi menyangkut komunikasi yang efektif antara pemimpin dengan anggota yang dipimpinnya. Keterbukaan akan masukan dan perluasan partisipasi untuk mencapai tujuan organisasi.

Fungsi delegasi berhubungan dengan kemampuan pemimpin untuk mendelegasikan, mempercayakan pelaksanaan tugas dan tanggung jawab kepada anggota tim. Pendelegasian bertujuan agar semakin banyak yang terlibat untuk mengerjakan dan bertanggungjawab terhadap pencapaian visi organisasi.

Fungsi pengendalian merupakan kemampuan mengatur aktifitas anggotanya secara terarah dan dalam koordinasi yang efektif. Pelaksanaan pengendalian dapat melalui kegiatan bimbingan, pengarahan, koordinasi dan pengawasan.

Rama S. Nugraha mengatakan bahwa fungsi kepemimpinan adalah sebagai penentu arah, sebagai penyusun  rencana, sebagai pemilih orang-orang yang tepat, sebagai pengontrol dan sebagai pengevaluasi.[106]

Sementara itu Sondang P Siagian  menjelaskan bahwa fungsi kepemimpinan secara hakiki adalah sebagai penentu arah organisasi, sebagai wakil dan juru bicara organisasi terhadap pihak luar, sebagai komunikator yang efektif, sebagai mediator khususnya dalam penanganan konflik internal, dan sebagai integrator yang efektif, rasional, objektif dan netral.[107]

Kartini Kartono mengatakan bahwa fungsi kepemimpinan adalah memandu, menuntun, membimbing, memberi motivasi, mengemudikan organisasi, menjalin jaringan komunikasi, memberi supervisi yang efisien, dan membawa pengikut kepada sasaran atau tujuan bersama. [108]   

Dari pendapat para pakar di atas,  BNH menyimpulkan bahwa pada intinya ada lima fungsi pokok kepemimpinan. Fungsi kepemimpinan tersebut  adalah menjaga arah organisasi, mempersatukan anggota, memberdayakan anggota,  mengelola aset organisasi untuk mencapai visi, sasaran dan tujuan bersama dan menjadi representasi organisasi.

Fungsi kepemimpinan yang pertama adalah menjaga arah organisasi yang dilakukan dengan menyosialisasikan visi bersama yang hendak dicapai dan menjabarkannya dalam misi, rencana strategis[109] (Renstra), program dan kegiatan organisasi. Rick Warren mengatakan bahwa visi adalah kemampuan menilai dengan tepat perubahan-perubahan yang terjadi dewasa ini dan menarik manfaat dari perubahan-perubahan tersebut. Visi adalah perasaan peka terhadap setiap kesempatan.[110] Tetapi visi tak bisa dicapai sendiri.[111] Pemimpin memerlukan kerjasama dengan orang lain dalam satu tim kepemimpinan. Oleh karenanya, pemimpin harus mampu untuk bersikap peka terhadap perubahan yang terjadi, memobilisasi anggota tim dan pengikut serta menyusun skenario dengan menarik manfaat dari perubahan itu untuk masa depan yang lebih baik.

Fungsi kepemimpinan yang kedua adalah mempersatukan anggota.  Pemimpin adalah perekat komunitas yang menjaga anggota dari perpecahan. Dalam hal ini termasuk kecakapan menangani konflik internal dalam komunitas.

Fungsi kepemimpinan yang ketiga adalah memberdayakan anggota. Dalam hal ini fungsi kepemimpinan dinyatakan dalam kesediaan mendelegasikan tugas dan pemberdayaan tim kepemimpinan sekaligus juga pemberdayaan anggota. Pemberdayaan anggota didasarkan pada keyakinan adanya kapasitas kepemimpinan pada setiap orang yang perlu digali, ditemukan dan dikembangkan secara terencana, terarah dan terfokus. Yakob Tomatala mengutip pandangan Warren Bennis, yang mengatakan : “...... belajar menjadi pemimpin jauh lebih mudah daripada yang dibayangkan oleh banyak orang karena kita masing-masing memiliki kapasitas kepemimpinan.”[112]

Fungsi kepemimpinan keempat adalah mengelola aset untuk mencapai visi, sasaran dan tujuan bersama. Yang dimaksud aset adalah uang, harta benda, manusia /SDM, jaringan, pengalaman/ trade record organisasi dan segenap talenta yang dimiliki anggota. Seluruh aset organisasi diarahkan dalam rangka mencapai visi dan cita-cita bersama. Termasuk dalam fungsi kepemimpinan yang keempat ini adalah dalam fungsi manajemen yaitu pengambilan keputusan, pengarahan, pendelegasian dan pengendalian.

Fungsi kepemimpinan kelima adalah menjadi representasi organisasi dalam berhubungan dengan para pihak. Para pemimpinlah yang mengatasnamai organisasi tatkala berhubungan dengan pihak pemerintah, mitra organisasi, pengadilan dan pihak-pihak luar organisasi lainnya. Para pemimpin adalah juru bicara dan representasi organisasi.

e.       Motivasi Kepemimpinan

Motivasi adalah daya gerak dan daya dorong yang muncul dalam diri indivudu untuk secara sadar mengabdikan diri bagi pencapaian tujuan organisasi.[113] Motivasi juga merupakan kecerdasan yang dibangun oleh seseorang di dalam dirinya, sehingga dia tetap mendorong dan mengelola secara sadar dan aktif berbagai proses perubahan dan peningkatan kualitas kehidupan.[114] 

Ada banyak teori tentang motivasi. Teori Predisposisi Argyris didasarkan pada asumsi psikologis manusia organisasional yang terbagi atas manusia yang bersifat kanak-kanak dan manusia yang bersifat dewasa.[115] Teori Hierarki Kebutuhan Maslow berasumsi bahwa motivasi seseorang sangat dipengaruhi oleh kebutuhan internal manusia yang tersusun sebagai hierarki lima tingkatan kebutuhan, yang bersifat berjenjang. Jika kebutuhan pertama terpenuhi, muncul kebutuhan kedua, dan seterusnya. Kebutuhan pertama adalah kebutuhan fisik atau biologis, kebutuhan kedua adalah kebutuhan akan rasa aman. Kebutuhan berikutnya berturut-turut adalah kebutuhan akan cinta, kebutuhan rasa penghargaan dan kebutuhan aktualisasi diri.[116] Teori Motivasi Berprestasi menurut David C. McClelland menyebut ada tiga kebutuhan, yakni kebutuhan untuk berprestasi, kebutuhan untuk berafiliasi dan kebutuhan untuk kekuasaan.[117]  Sementara Clayton P. Alderfer mengemukakan adanya tiga kelompok inti kebutuhan manusia, yakni kebutuhan akan keberadaan, kebutuhan berhubungan dan kebutuhan untuk berkembang.[118]

Teori Patton menyebutkan bahwa motivasi seseorang dipengaruhi dua hal yaitu faktor individu dan faktor situasi yang sedang dihadapinya.[119] Masih dapat lagi disebutkan beberapa teori motivasi yang terkenal yakni Teori Tiga Faktor, Teori Dua Faktor, Teori Pengharapan, Teori Tradisional dan Teori Y  tentang motivasi.[120]

Menurut Sudarwan Danim, dalam kepemimpinan umum, ada banyak cara memotivasi pengikut agar memberikan yang terbaik bagi organisasi.  Pertama, dengan memberikan rasa hormat. Berikan rasa hormat secara adil. Adil berarti memberikan penghargaan berdasarkan prestasi, kepangkatan, pengalaman dan sebagainya. Kedua, dengan memberikan informasi terutama tentang apa yang harus mereka lakukan dan bagaimana cara melakukannya. Ketiga, usahakan mengubah perilaku pengikut. Keempat, dengan memberikan hukuman kepada staf yang bersalah tidak di depan umum. Kelima, berikan perintah atau komando yang jelas, dan keenam, dengan meningkatkan interaksi antara pemimpin dengan pengikut. [121] Tentu hal ini tidak sama persis dengan kepemimpinan yang berlaku dalam Gereja.

Motivasi dalam kepemimpinan sangatlah penting. Tanpa motivasi, tidak ada kepemimpinan.  Tanpa bermaksud mengunggulkan salah satu teori, hanya demi memudahkan penyebutan saja, memakai istilah yang dipakai Teori Dua Faktor, yakni motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik, BNH berpendapat bahwa dua motivasi ini harus terpenuhi dalam organisasi. Tanpa terpenuhinya kedua motivasi ini maka seseorang akan pindah organisasi, enggan berperan dalam organisasi atau menjadi oposisi dalam organisasi.  Oleh karenanya, pemimpin harus dapat memotivasi dirinya sendiri dan juga memotivasi pengikutnya.

f.       Dampak Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah proses memberikan pengaruh positif kepada pengikutnya melalui kerja tim dengan mengefektifkan seluruh sumber daya yang dimiliki untuk mencapai visi bersama. Dampak yang diharapkan dari kepemimpinan adalah tercapainya visi bersama yang dilakukan bersama-sama dengan mengefektifkan sumber daya yang dipergunakan. Oleh sebab itu, pemimpin harus seorang motivator yang baik sekaligus ia sendiri memiliki motivasi baik. Tetapi yang mengherankan adalah, Pemimpin dengan motivasi baik saja tidak selalu berdampak baik bagi pengikut dan organisasi yang dipimpinnya. Mengapa demikian?  Hal ini menurut Robby I. Chandra disebabkan karena pemimpin tersebut kurang mengenal dirinya sendiri secara mendalam. Mereka tidak mengenali kebutuhan emosinya sendiri, luka-luka batinnya, visinya dan gambarannya tentang dunia serta Tuhan. Selanjutnya, mereka juga tidak mengenali dampak yang dihasilkan.[122] 

Dampak kepemimpinan yang harus dihasilkan dalam kepemimpinan Kristen  adalah dampak yang menghasilkan inspirasi bagi orang lain agar mereka mau melangkah satu tindak lagi ke arah Kristus. Meskipun demikian, pemimpin terbaikpun tidak bisa selalu melakukan hal itu secara stabil dan konsisten sehingga pemimpin Kristen harus selalu belajar menyandarkan diri dan bergantung kepada kuasa Tuhan agar dampak tadi muncul.[123]

Kepemimpinan selalu menghasilkan dampak. Pemimpin harus menyadari bahwa akan selalu ada dampak dari dirinya. Ia tidak pernah dalam wilayah netral. Apapun yang ia lakukan atau tidak lakukan akan menghasilkan dampak. Dampak itu diakibatkan oleh apa yang ia katakan, caranya bergaul, tampilannya, kehadirannya dan keputusannya. Apa yang ia katakan, atau tidak ia putuskan, atau tidak ia sikapi, bahkan tidak lakukan pun dapat berdampak pada orang lain dan dirinya  sendiri.  Pemimpin harus menyadari bahwa dampak tersebut bisa berupa dampak positif atau negatif. Oleh karenanya, pemimpin harus mengenali dan mengendalikan dampak dari dirinya dengan mengenali akar dari segala kata-kata, sikap, keputusan, perbuatan, gaya hidup dan kehadirannya.[124]

Pada pihak lain, pemimpin berhubungan dengan terjadinya perubahan. Baik perubahan di luar organisasi maupun di dalam organisasi itu sendiri. Bahkan, Pemimpin dapat dikatakan ada untuk suatu perubahan atau pembaharuan menuju situasi yang lebih baik. Perubahan menuju terwujudnya visi bersama. Akan tetapi, tidak semua perubahan yang diupayakan oleh pemimpin sejalan dengan harapan  semua anggota yang dipimpinnya.

Dalam menghadapi perubahan, pemimpin kristen harus mengubah dirinya sendiri karena iapun adalah seorang murid. Murid Tuhan. [125] Sesudah itu, pemimpin harus mempersiapkan pengikut untuk berubah, dengan menjelaskan apa yang harus berubah dan mengapa harus berubah. Bila tidak, pemimpin akan menghadapi masalah karena disalahmengerti oleh anggota.

Oleh sebab hal-hal di atas, maka pemimpin harus memahami dampak keberadaan dirinya sebagai pemimpin organisasi atau komunitas agar perubahan yang diperjuangkannya dapat didukung oleh seluruh sumber daya yang dimiliki organisasi .

1)      Dampak Kata-Kata Pemimpin

Kata-kata pemimpin  dapat membuat orang merasa bersemangat atau merasa tidak mampu, bangga atau kecewa. Kata-kata yang diucapkan pemimpin dapat membekas di hati para pengikut dan orang lain yang mendengarkannya.

Perkataan pemimpin memiliki tuah. Pemimpin bisa memotivasi atau mematahkan semangat pengikutnya.  Dengan perkataan, pemimpin memberi informasi yang sangat diperlukan sebelum pelaksanaan kegiatan dan pada akhir kegiatan dalam rangka evaluasi untuk mengetahui hasil dan dampak kegiatan. Orang haus akan informasi yang ada hubungannya dengan kehidupan mereka. Dan pemimpin yang bijaksana tahu bagaimana mengkomunikasikannya. [126]

2)      Dampak Sikap Pemimpin

Sikap pemimpin dapat membuat seseorang merasa sangat diperhatikan atau disepelekan. Sikap pemimpin  yang penuh ketulusan, empati dan belas kasihan akan sangat dirasakan pengikutnya dan berpengaruh pada kesetiaan dan semangat kerjanya di kemudian hari. Sebaliknya, sikap pemimpin yang tidak mau tahu, meremehkan pengikutnya akan menuai ketidaknyamanan etos kerja dan pelayanan mereka.

3)      Dampak Keputusan dan Perilaku Pemimpin

Keputusan pemimpin  berdampak pada kesejahteraan dan semangat dari orang-orang yang dipimpinnya, suasana kerja yang tercipta dan minat mereka terhadap pencapaian visi bersama.  Demikian pula perilaku pemimpin memiliki dampak terhadap pandangan orang yang dipimpinnya, tingkat kepercayaan dan wibawa pemimpin. Perilaku yang buruk dari pemimpin akan menjadi desas-desus dan bahan lelucon bagi anggota yang menurunkan rasa hormat mereka kepada pemimpin mereka.

4)      Dampak Kehadiran Pemimpin

Kehadiran pemimpin sangat besar dampaknya bagi pengikutnya.  Pemimpin akan dihargai oleh orang-orang yang dipimpinnya bila bersedia mengalami situasi yang dialami mereka dan tidak hanya mengambil keputusan dari belakang meja.

Kehadiran pemimpin memiliki dampak karena menunjukkan kepeduliannya kepada situasi anggotanya. Kehadiran pemimpin berdampak karena menunjukkan bahwa pemimpin bersedia menanggung beban dan penderitaan yang ditanggung bawahannya. Kehadiran pemimpin menunjukkan bahwa ia adalah bagian dari kehidupan mereka, bukan sebaliknya. Dan kehadiran pemimpin menunjukkan bahwa ia bersedia memikul risiko besar yang mungkin dihadapi mereka yang dipimpinnya.[127]  Kehadiran pemimpin tentu saja mustahil tanpa adanya keterampilan mendengarkan. Pemimpin harus hadir bukan hanya fisik tapi totalitas dirinya. Dan keterampilan mendengarkan ini dapat ditingkatkan. [128]

Pemimpin, baik seorang atau beberapa orang yang bekerjasama dalam tim kepemimpinan harus merencanakan dampak apa yang akan dihasilkan dalam kepemimpinan mereka agar berhasil.   


D.    DASAR TEOLOGIS KEPEMIMPINAN KRISTEN

Shakespeare berkata, “Jangan takut pada kebesaran. Ada yang besar karena dilahirkan besar, ada yang besar karena usaha sendiri, tapi ada juga yang besar karena dipaksa oleh keadaan.”[129]  Kepemimpinan secara umum meyakini bahwa ada tiga sebab di atas untuk menjawab pertanyaan mengapa seseorang menjadi pemimpin yang besar. 

Gereja, demikian pula banyak ahli kepemimpinan mengakui bahwa Tokoh pemimpin terbaik yang pernah ada di dunia adalah Yesus Kristus. Gereja merupakan persekutuan orang-orang yang menjadi pengikut Yesus Kristus dan  di sepanjang tempat dan abad mereka mengakui  bahwa Tuhan Yesus Kristus adalah Kepala dan Pemimpin gereja. Apakah ini berarti tidak ada kepemimpinan dalam gereja ? Tidak demikian. Semua gereja, juga gereja aliran hierarkhis, mengakui bahwa Kristus berkenan mewakilkan kuasanya kepada manusia. Dalam gereja-gereja protestan, kekuasaan Kristus diberikan kepada Majelis Jemaat (Pendeta, Penatua, Diaken). Dengan demikian, kuasa Majelis jemaat itu tidak diberikan oleh warga jemaat, meskipun mereka dipilih oleh warga jemaat. Kuasa itu diberikan oleh Tuhan Yesus Kristus sendiri, Sang Kepala Gereja.

Sama dengan organisasi lain pada umumnya, keberadaan gereja sangat ditentukan dengan keberadaan pemimpinnya. Tanpa pemimpin, gereja bagai anak panah tanpa busur. Gereja mustahil dapat melayani dengan efektif tanpa didukung kepemimpinan yang matang dan bersemangat sebagai pembaharu[130]. Gereja hanya akan dapat menjalankan tugasnya sebagai garam dan terang dunia bila didukung oleh kepemimpinan yang berjuang untuk membaharui dan bukan hanya sibuk mengurusi persoalan internal gereja atau sekedar menjaga tradisi saja. Model kepemimpinan dalam gereja adalah kepemimpinan tim dan bukan kepemimpinan single fighter. Hal ini ditunjukkan sangat jelas dalam kepemimpinan Musa yang diterangkan dalam Keluaran 18:13-27. Musa tidak bekerja sendirian. Ia mengangkat Hakim-hakim  yang diberinya wewenang untuk mengadili umat Israel, baik dalam urusan patoral (memintakan petunjuk Allah), penyelesaian perkara di antara mereka (konflik) maupun seminasi mengenai ketetapan dan keputusan Allah (pengajaran). Maka diangkatlah oleh Musa orang-orang yang cakap dan takut akan Allah, orang-orang yang dapat dipercaya dan yang benci terhadap pengejaran suap menjadi pemimpin atas seribu orang, pemimpin atas seratus orang, pemimpin atas lima puluh orang, dan pemimpin atas sepuluh orang. Tugas mereka adalah mengadili umat Israel sewaktu-waktu. Perkara-perkara yang mudah mereka selesaikan sendiri dan hanya persoalan yang sukar saja yang dihadapkan kepada Musa. 

Profesor Kenneth O. Gangel menyebutkan 6 dimensi yang bisa kita teladani dari kepemimpinan Musa.[131] Pertama, Musa mengalami bahwa kepemimpinan tidak mungkin atas dasar kekuatan sendiri. Dalam Keluaran 2:11-14, sesudah ia membunuh orang Mesir,  ia kuatir dan takut sehingga ia lari ke Midian. Tanpa Tuhan, Musa merasa tidak bisa membela bangsanya. Kedua, Musa memanfaatkan kegagalan menjadi keuntungan. Dalam Keluaran 3:11, saat Tuhan mengutusnya, Musa berkata, “Siapakah aku ini, maka aku yang akan menghadap Firaun dan membawa orang Israel keluar dari Mesir?”. Walaupun kematangan memang baik bagi kita, kita harus menyadari kekurangan kita dan oleh sebab itu para pemimpin yang muda pengalaman harus bersabar dalam keterbatasan dan kekurangan. Ketiga, Musa mengenali panggilan dan amanatnya berasal dari Tuhan. Dalam Keluaran 7:14-18,  saat Tuhan memerintahkan agar Musa memukulkan tongkat di tangannya atas sungai Nil sehingga air sungai Nil menjadi darah, Musa pun taat. Ia percaya kepada Tuhan. Ia yakin bahwa Tuhanlah yang mengutusnya. Musa sadar bahwa ia tak akan mampu berkonfrontasi dengan Firaun. Hanya karena Musa yakin akan panggilan dan amanat Tuhan sajalah maka ia menjalani pelayanannya dengan berani. Keempat, Musa tetap bertahan terhadap segala kritik dan kesengsaraan. Meskipun ada sungut-sungut dari orang Israel atas kepemimpinannya selama 40 tahun, Musa menjalani panggilannya dengan setia. Musa paham bahwa bila segala sesuatu berjalan baik para pengikutnya akan mengikutinya dengan sukarela dan apabila situasi tidak berjalan sesuai harapan maka pemimpinlah yang akan dijadikan sasaran keluhan dan kemarahan. Kelima, Musa memperlihatkan hati yang lembut dan hangat di hadapan pengikutnya. Saat umat Israel berdosa besar dengan membuat dan menyembah patung lembu emas, Allah menghukum bangsa Israel sehingga yang mati terbunuh tiga ribu orang banyaknya. Musa bersedia berkorban menggantikan dan mewakili umatNya yang tidak setia kepada Allah, dengan meminta agar Allah mengampuni dosa Israel, bila tidak, Musa meminta namanya dihapuskan Allah dalam Kitab Kehidupan. Musa mengasihi mereka yang dipimpinnya. Keenam, Musa senantiasa berada di dalam Tuhan. Musa menjaga hubungannya dengan Allah dengan hidup kudus dan berdoa secara pribadi untuk berjumpa dengan Allah.[132]   

Tuhan Yesus Kristus adalah Pemilik dan sekaligus Kepala Gereja. Tuhan Yesus Kristus juga menjadi teladan bagi seluruh pengikutNya. Termasuk dalam persoalan kepemimpinan. Apakah gereja steril terhadap krisis kepemimpinan ? Kita melihat bahwa gereja juga mengalaminya. Hal ini nampak bahwa di berbagai tempat terjadi konflik dalam gereja, kesulitan mengoptimalkan anggota jemaat untuk melayani pekerjaan Tuhan dan regenerasi yang tidak berjalan baik, tidak banyaknya orang yang mau menjadi pemimpin dalam gereja. Kita menyaksikan banyak pos-pos pelayanan yang diisi hanya orang itu-itu saja, pelayanan dipahami sebagai kegiatan sukarela sebagian umat yang terpanggil dan bukan panggilan dari semua umat percaya. Pada pihak lain, banyak orang merasa tidak layak ataupun tidak pantas melayani dengan dalih tidak punya karunia yang bisa dibanggakan. Padahal dalam 1 Korintus 12:4-12 jelas-jelas setiap orang kristen diperlengkapi dengan karunia masing-masing. Menjadi pemimpin bukanlah menjadi orang yang sempurna yang mempunyai semua talenta dan dan bisa melakukan apa saja. Seorang pemimpin kristen melayani dengan talenta yang Tuhan berikan kepadanya. Kepemimpinan juga tidak bergantung pada penampilan fisik seseorang. Dalam 1 Samuel 16:7 mengajarkan kepada kita bahwa bukan apa yang dilihat dari luar yang menentukan dia pantas menjadi pemimpin atau bukan, tetapi Tuhan melihat hatinya. Jadi, selain karunia yang sudah pasti ada dalam setiap diri manusia, hati yang bersedia  melayani menjadikannya layak untuk memimpin gerejaNya. Anggota-anggota Majelis Jemaat memang memiliki tugas dan persyaratan yang sama dengan manajemen pada umumnya yaitu harus dapat menyalurkan aspirasi dan mengatur, mempersatukan serta menggerakkan. Mereka juga harus memiliki kepercayaan diri, kecakapan dan diterima oleh anggota jemaatnya. Syarat-syarat yang kita baca dalam 1 Timotius 3 : 1-13 sebenarnya tidak bertentangan dengan apa yang kita  lihat dalam manajemen umum. Hanya memang, dalam 1 Timotius 3 : 1-13 ada ciri khasnya yaitu ciri kegerejaan. Syarat-syarat manajerial ini sudah tentu perlu diperhatikan juga dalam pemilihan anggota Majelis. Begitu pentingnya kepemimpinan dalam gereja agar gereja dapat melaksanakan tugas pangilannya, sehingga Tuhan Yesus Kristus mempergunakan sebagian besar waktuNya untuk mempersiapkan pemimpin-pemimpin gereja.

Caleb Tong saat menguraikan tentang pemimpin rohani yang kompeten, ia menjelaskan bahwa seorang pemimpin berasal dari pengikut yang baik.   Seorang jenderal dapat muncul dari dasar prajurit, perdana menteri dapat pula hanya seorang pemimpin daerah pada mulanya, harapan itu selalu ada pada orang yang mau setia dan tekun dalam hal kecil dan rendah.[133] Memang, seorang pemimpin yang baik pasti berasal dari seorang pengikut yang baik.[134] Bila menjadi sersan saja tidak becus, maka ia tidak pantas menjadi Jenderal.  Pemimpin gereja yang baik dengan demikian berasal dari anggota jemaat yang baik pula, sebab dengan menundukkan diri itulah yang bersangkutan telah membuktikan kesungguhan dan ketangguhannya dalam menundukkan diri sendiri.  Bila seseorang bisa menundukkan diri sendiri maka ia bisa menundukkan diri kepada Kristus dan kepada pemimpin gerejaNya.

Bisakah manusia menundukkan diri kepada Kristus? Manusia adalah manusia berdosa. Surat Roma 3:23 menjelaskan bahwa semua orang telah kehilangan kemuliaan Allah dan berkecenderungan untuk berbuat dosa. Oleh sebab itu manusia tidak akan memakai hidupnya untuk kebenaran. Karena anugerahNya saja maka seseorang bisa menundukkan diri kepada Kristus. Semua terjadi karena anugerah. Maka langkah pertama agar dapat dipergunakan sebagai alatNya, seseorang harus menyerahkan dirinya kepada Kristus. Ia harus mengalami kelahiran baru. Si “aku” yang lama harus lenyap, barulah ia dapat memakai hidupnya untuk kebenaran.  Rasul Paulus menegaskan bahwa, “dan janganlah kamu menyerahkan anggota-anggota tubuhmu kepada dosa untuk dipakai sebagai senjata kelaliman, tetapi serahkanlah dirimu kepada Allah sebagai orang-orang, yang dahulu mati, tetapi yang sekarang hidup. Dan serahkanlah anggota-anggota tubuhmu kepada Allah untuk menjadi senjata-senjata kebenaran.”[135]  Bukan hanya setiap orang kristen dipanggil menjadi ciptaan baru, tetapi gereja juga. Menjadi ciptaan baru merupakan perjuangan terus menerus sepanjang hidup. Ciptaan baru berarti yang lama yang usang sudah ditinggalkan, yang baru yang lebih efektif dikerjakan. Meskipun setiap orang kristen harus menjadi ciptaan baru dengan spiritualitas baru, tetapi manifestasi spiritualitas bergantung pada tingkat kematangan pribadi setiap individu. [136] Octavianus mengatakan bahwa “tugas seorang pemimpin rohani tidak hanya mewariskan pengetahuannya, melainkan mewariskan seluruh kehidupannya, kepribadiannya dan teladannya.[137] Apa yang dikatakannya itu senada dengan kesaksian rasul Paulus yang mengatakan, “Dan apa yang telah kamu pelajari dan yang telah kamu terima, dan apa yang telah kamu dengar dan apa yang telah kamu lihat padaku, lakukanlah itu.”[138]

Pemimpin harus memiliki spiritualitas yang baik. Kepemimpinan yang diberlakukan di gereja adalah kepemimpinan yang meneladan pada, dan menerapkan kehendak Tuhan Yesus Kristus.
Semua pemimpin kristen  harus menerapkan kepemimpinan kristen.  Tetapi banyak orang berputus asa menerapkan kepemimpinan ini dan memilih pola pikir kepemimpinan populer. Hal ini bukan hanya terjadi di dunia kerja tetapi juga dalam hidup organisasi atau komunitas kristen seperti persekutuan, sekolah, rumah sakit dan gereja. Misalnya dalam mengembangkan orang-orang yang menjadi pengikutnya, pemimpin Kristen cenderung mempraktikkan cara kepemimpinan populer dalam dunia kerja, yaitu kepemimpinan yang umumnya menghasilkan pencapaian sasaran walaupun mutu prosesnya tidak memadai. Padahal dalam kepemimpinan kristen, baik proses maupun hasil harus berjalan selaras. [139]

Yesus Kristus adalah model Pemimpin kristen yang sejati.[140]   Tetapi, bukankah terbentang jarak yang jauh antara manusia biasa dengan Yesus Kristus ? Umumnya, orang Kristen mengatakan bahwa apa yang dilakukan Yesus Kristus tidak mungkin dilakukan pengikutNya. Mengenai hal ini Henry J.M. Nouwen mengatakan, “segala milik Yesus diberikan kepada kita  untuk kita terima. Segala yang dikerjakan Yesus dapat kita lakukan juga. Yesus tidak menganggap kita sebagai warga kelas dua. Ia tidak menyembunyikan sesuatupun kepada kita.”[141]  Tuhan Yesus Kristus sendiri berkata, “Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu. Aku berkata kepadamu : sesungguhnya seorang hamba tidaklah lebih tinggi daripada tuannya, ataupun seorang utusan daripada dia yang mengutusnya. Jikalau kamu tahu semua ini, maka berbahagialah kamu, jika kamu melakukannya.”[142]  Dengan menggali dan belajar dari kepemimpinan Yesus Kristus, kita akan menemukan prinsip-prinsip kepemimpinan Kristen yang berguna bagi pengembangan kepemimpinan gereja pada masa kini.

Patut disadari bahwa kepemimpinan tidak selalu merupakan kepemimpinan yang bertujuan dan berdampak baik. Ada kepemimpinan yang dijalankan dengan tujuan dan dampak baik, tapi ada pula yang dilakukan untuk mencelakakan orang lain demi keuntungan pribadi atau golongan. Tetapi kepemimpinan yang bertujuan dan berdampak baik selalu berhubungan dengan spiritualitas pemimpin yang baik.  Ada kontras yang tajam antara pemimpin dengan spiritualitas baik dengan yang buruk. Demikian pula dampak kepemimpinannnya. Kitab Injil mencatat bahwa Yesus Kristus sering menarik kontras yang tajam antara standar spiritualitas pengikutNya dengan standar spiritualitas non pengikutNya. Kadang-kadang kontras itu diambil Yesus antara orang non Yahudi atau bangsa-bangsa kafir dan pengikut-pengikutNya. Pada kesempatan lain, Yesus menarik kontras itu antara murid-muridNya dengan orang-orang yang religius, khususnya para ahli Taurat dan orang-orang Farisi. [143]  

Kepemimpinan adalah konsep yang dipakai baik oleh gereja maupun dunia. Namun paham kepemimpinan kristen dan paham kepemimpinan dunia pada umumnya tidak identik. Dari sudut pandang iman Kristen, kepemimpinan memiliki dasar teologis yang kokoh. Allah menganugerahkan karunia-karunia rohani termasuk karunia kepemimpinan kepada gerejaNya.[144] Umat Kristen berusaha hidup suci, benar, punya komitmen terhadap Kristus, atau patuh secara mutlak kepada Tuhan. Untuk hal-hal di atas diperlukan pemimpin-pemimpin yang akan melakukan apa saja yang diperlukan untuk membantu umat manusia yang berkecenderungan berbuat dosa, mementingkan diri sendiri dan sesat ini sehingga melalui kepemimpinan kristen mereka dapat memiliki sifat-sifat seperti Kristus.[145]

Robby E Chandra memandang kepemimpinan kristen melalui dua metafor. Pertama, kepemimpinan sebagai sebuah perjalanan dan kepemimpinan sebagai suatu api.[146]  Dengan mengibaratkan kepemimpinan sebagai perjalanan, proses kepemimpinan dimengerti sebagai dinamika atau gerak. Artinya, dalam perjalanan kepemimpinannya, pemimpin harus tahu tujuan perjalanan, mengerti seberapa jauh mereka sudah menempuh perjalanan mereka, kerelaan meninggalkan masa lalu yang telah ditempuh dan menghadapkan pandangannya jauh ke depan, yaitu kepada tujuan ke mana  mereka pergi.  Sementara metafor api dalam kepemimpinan kristen, merupakan gambaran bahwa dalam kepemimpinan itu, pemimpin dapat memberikan terang atau kejelasan arah. Dengan daya itu pemimpin dapat menghangatkan hati anak buah atau pengikutnya. Ia juga dapat membuat mereka semakin matang dalam kualitas  keterampilan dan karakter mereka. Pemimpin dapat membakar semangat yang dipimpinnya sehingga dapat mencapai hal-hal yang istimewa. Api atau semangat itu didapat sang pemimpin dari Tuhan yang dilayaninya.

Kepemimpinan kristen memiliki dasar teologis yang kuat. Dasar-dasar teologis kepemimpinan Kristen menurut BNH sebagai berikut: Pertama,  kepemimpinan kristen sebagai hakikat manusia sebagai gambar Allah. Kedua, kepemimpinan kristen  sebagai sarana memuliakan Allah. Ketiga, kepemimpinan kristen sebagai sarana bersyukur kepada Allah dan keempat, kepemimpinan kristen sebagai sarana pertanggungjawaban atas anugerah Allah.

a.      Kepemimpinan Adalah  Hakikat Manusia Sebagai Gambar Allah

Sebagai mahluk ciptaan Allah yang diciptakan secara khusus sebagai gambarNya, manusia menerima hakikatnya sebagai pemimpin. Dalam Kejadian 1:26 dinarasikan, berfirmanlah Allah : “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi.”  Manusia sejak mulanya diciptakan Allah dengan membawa hakikat kepemimpinan di dalam dirinya. Eka Darmaputera melihat ayat di atas sebagai petunjuk bahwa semua manusia tanpa terkecuali sama-sama adalah pemimpin.[147]  Semua orang ditentukan dan dipanggil Allah untuk memimpin.

Myles Munroe dalam bukunya The Spirit Of Leadership mengatakan bahwa manusia diciptakan Allah masing-masing untuk mengatur, memerintah, mengendalikan, menguasai, mengelola, dan memimpin lingkungan mereka. Tidak peduli siapapun dia, manusia memiliki sifat dan kapasitas untuk memimpin. Seperti burung memiliki naluri untuk terbang, dan ikan untuk berenang, demikianlah manusia memiliki kapasitas untuk memimpin dan memegang kendali kehidupan.[148]

Meskipun demikian, dalam hubungannya dengan relasi antar manusia,  berlaku prinsip pokok : hanya ada satu Pemimpin. Pemimpin satu-satunya tersebut adalah Tuhan sendiri. PEMIMPIN dalam huruf besar. Tuhan adalah Sang Pemimpin, bukan sekedar salah satu pemimpin dalam relasi antar manusia.[149]  Alkitab menyebutkan, bahwa Allah memberi kuasa kepada manusia untuk berkuasa atas segala mahluk tetapi dalam hubungan antar manusia, Allah tidak pernah memberi wewenang untuk berkuasa atas manusia lain. Allah menghendaki dalam hubungan antar manusia yang terjadi adalah saling menolong. Saling menjadi penolong yang sepadan.  Tidak saling mendominasi.[150]

Dalam suatu kehidupan bersama bagaimanapun  kepemimpinan tak terelakkan, namun kepemimpinan itu harus mengacu kepada mandat dan penugasan Allah;  Sang Pemimpin satu-satunya, yaitu untuk mengembangkan kemungkinan saling tolong-menolong dalam kesepadanan, kesetarafan dan kesetaraan. Manusia adalah gambar Allah dan bukan Allah. Oleh karenanya, kepemimpinan manusia haruslah mencerminkan kepemimpinan Allah.[151]

Iman kristen meyakini bahwa Yesus Kristus telah dengan sempurna mempresentasikan kepemimpinan Allah itu. Dialah model Pemimpin kristen yang sejati.[152]   Dalam setiap kitab Injil, baik secara keseluruhan maupun secara terpisah dapat dilihat keberadaan Tuhan Yesus dari berbagai sisi tetapi selalu berpusatkan pada Yesus Kristus yaitu pada keberadaanNya, perkataan maupun perbuatanNya. Yesus Kristus adalah tema utamanya.[153] Dia menjadi model bagi pengikutNya termasuk dalam bidang kepemimpinan. Tuhan Yesus Kristus sendiri berkata, “Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu. Aku berkata kepadamu : sesungguhnya seorang hamba tidaklah lebih tinggi daripada tuannya, ataupun seorang utusan daripada dia yang mengutusnya. Jikalau kamu tahu semua ini, maka berbahagialah kamu, jika kamu melakukannya.”[154]  Dengan ini maka dalam kepemimpinan kristen  berlaku kepemimpinan seperti yang diteladankan oleh Yesus. Dengan kata lain kepemimpinan  yang melayani.

Manusia sebagai gambar Allah adalah para pemimpin. Dalam relasi antar manusia ia dipanggil uuntuk melaksanakan kepemimpinan yang  mencerminkan kepemimpinan Allah. Dengan kata lain, mencerminkan kepemimpinan Yesus Kristus.

b.      Kepemimpinan Kristen Adalah Sarana untuk Memuliakan Allah

Kepemimpinan Kristen harus dimulai dari Allah. Segala sesuatu diciptakan oleh Allah dan untuk kemuliaan Allah, termasuk kepemimpinan. Surat rasul Paulus kepada jemaat di Kolose menyebutkan, “Karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan......... segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia.”[155] Allah tidak hanya menciptakan planet, matahari, lautan, tanah, udara, air, bebatuan, marga satwa, tumbuh-tumbuhan, hukum-hukum alam, manusia dan seluruh semesta yang dapat dilihat oleh mata jasmani manusia. Tetapi termasuk di dalamnya segala yang tak terlihat. Maka segala potensi yang ada di dalam diri manusia termasuk potensi kepemimpinan adalah ciptaanNya. Senada dengan ini, Rick Warren dalam bukunya The Purpose Driven Life  mengatakan dengan tegas bahwa segala sesuatu harus diawali dengan Allah.[156]

Demikian pula dengan kepemimpinan. Kepemimpinan Kristen ada pertama-tama untuk Allah yaitu untuk mendatangkan kemuliaan bagiNya. Tuhan Yesus memahami dengan sempurna bahwa itulah tujuan misiNya di bumi, sehingga Ia berkata kepada Bapa, “Aku telah mempermuliakan Engkau di bumi dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan kepadaKu untuk melakukannya.”[157]  Bagi seorang Kristen, kepemimpinan menjadi sarana untuk mempermuliakan Allah.

c.       Kepemimpinan Kristen Adalah Sarana Untuk Mengucap Syukur

Kepemimpinan juga dapat dijadikan sarana bersyukur kepada Allah. Seorang Kristen yang sungguh mengenal dan mengasihi Tuhan Yesus pasti menjadikan hidupnya sebagai tanda syukur kepada Allah. Salah satunya adalah melalui apa yang dilakukan, termasuk kepemimpinan. Rasul Paulus berkata, “Apapun juga  yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.”[158]  Menjalankan kepemimpinan dengan mengingat Tuhan, dilakukan sebagai ungkapan syukur   menjadikan kepemimpinan Kristen berfokus pertama-tama kepada Tuhan baru kemudian kepada manusia. Pemimpin Kristen menjalankan kepemimpinannya harus dengan semangat, sebaik dan segiat mungkin, seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia saja.

d.      Kepemimpinan Kristen Adalah Tanggung Jawab Atas Anugerah

Alkitab menunjukkan bahwa setiap orang yang menerima Yesus Kristus mendapat anugerah kepemimpinan, yakni memperoleh kuasa untuk menjadi anak-anak Allah.[159] Dengan menerima kuasa, berarti setiap pengikut Tuhan Yesus Kristus memiliki hak, kekuatan, kapasitas, kompetensi, kemampuan, pengaruh atau otoritas untuk memimpin.[160] Setiap murid Yesus Kristus diberi kuasa untuk meraih orang-orang di sekitarnya yang belum mengenal kasih Yesus Kristus. Dengan kuasa yang sudah diberikan Tuhan ini, maka setiap orang Kristen adalah pemimpin. Pemimpin Kristen adalah seorang yang sudah menerima Yesus Kristus dan telah diubahkan untuk kemudian menggerakkan orang lain melalui visi yang Tuhan berikan kepadanya.  Kelebihan pemimpin Kristen dengan demikian tidak bersumber di dalam dirinya, tetapi berada di dalam keintimannya dengan Tuhan. Selebihnya adalah pemberian atau anugerah Tuhan. Seorang pemimpin Kristen bergantung sepenuhnya kepada Tuhan dan tidak kepada kelebihan pribadi yang ada padanya, maka ia menjadi peka pada suaraNya, mengetahui visiNya, lebih patuh kepadaNya dan makin bertumbuh terus di dalam Tuhan. Pertumbuhan itu mencakup aspek pengetahuan, emosi dan perilakunya.[161]


E.     KONSEP KEPEMIMPINAN YESUS KRISTUS

Tokoh Yesus dari Nasaret sangat kontroversial. Sejak kemunculanNya sebagai Pemimpin di muka umum pada sekitar tahun 27, banyak yang bertanya-tanya tentang identitasNya : Siapakah Anak Manusia itu ?  Dan jawabannya beraneka ragam. Ada yang mengatakan : Yohanes pembaptis, ada juga yang mengatakan Elia dan ada pula yang mengatakan Yeremia, atau salah seorang dari para nabi.[162] Lalu, pada masa selanjutnya, ada yang memandangNya sebagai tokoh revolusi, nabi eskhatologis, nabi sosial, orang suci kharismatis, guru hikmat, filsuf yang sinis, dsb.[163] Tetapi pengakuan iman Kristen ortodoks menyatakan bahwa Yesus dari Nasaret sesungguhnya adalah Allah yang menjadi manusia. “Yesus adalah Tuhan” merupakan bunyi pengakuan iman kristen yang pertama.[164] Pokok pengakuan iman ini secara mutak membedakan agama Kristen dengan agama Yudaisme dan Islam.[165]  Dengan mengakui Yesus Kristus sebagai Tuhan yang berkuasa di sorga dan di bumi, sudah sewajarnya gereja sebagai milikNya mengakui dan tunduk kepada otoritas kepemimpinanNya.

Kepemimpinan Yesus Kristus adalah sumber kepemimpinan Kristen. Kepemimpinan Kristen harus meneladan kepada kepemimpinan Yesus Kristus karena Dialah Guru dalam kepemimpinan para muridNya sepanjang masa.  

Pemimpin Kristen memiliki kelebihan pertama-tama bukan karena keunggulannya dibandingkan pengikutnya, tetapi karena keintimannya dengan Tuhan. Pemimpin Kristen memperoleh kuasa dan kemampuan karena anugerah Tuhan. Ia  bergantung pada Tuhan dan tidak bersandar pada kelebihan pribadi yang dimiliki. Di situlah letak kelebihannya.[166]  

Alkitab menjelaskan bahwa kepemimpinan Yesus Kristus tidak sama dengan kepemimpinan pada umumnya.  Yesus Kristus sendiri menyatakan perbedaan itu sebagai berikut :
“Kamu tahu, bahwa mereka yang disebut pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi, dan pembesar-pembesarnya menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya. Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang."[167]

Menurut John Stott, bagi pengikut-pengikut Yesus, menjadi pemimpin itu tidak sinonim dengan menjadi tuan. Menjadi pemimpin berarti melayani, bukan menguasai. Pemimpin dipanggil untuk menjadi hamba, bukan raja di raja. Meskipun pemimpin adalah pelayan, tetapi kepemimpinan mustahil dapat berjalan tanpa otoritas tertentu. Otoritas tersebut diberikan oleh Yesus Kristus bukan untuk menguasai tapi untuk melayani, bukan dengan jalan kekerasan tapi dengan jalan memberi teladan, bukan dengan paksaan melainkan persuasi.[168]

Cara memimpin seperti Yesus disebut kepemimpinan yang melayani. Menurut Rick Warren, saat ini, Yesus Kristus adalah Pemimpin terbesar di dunia. Pengikutnya ada 2,1 miliar orang. Tak seorangpun yang menyamainya.[169] Kepemimpinan yang melayani yang dilakukan Yesus adalah jenis kepemimpinan terbaik. Lee Brase berkata, “Jika anda melatih seseorang maka ia akan menjadi seperti anda tetapi jika anda melayaninya, langit adalah batas dari perkembangannya.”[170]

Pemimpin dalam perspektif Yesus, harus mampu memberikan pelayanan yang baik demi kepentingan pengikut yang dipimpinnya. Pemimpin dipanggil untuk melayani, yaitu memperhatikan, menolong dan mempedulikan orang-orang yang dipimpin. Itulah fungsinya, dan tanpa adanya kesungguhan dan kemampuan itu, pemimpin tidak diperlukan.[171]

Alasan Yesus menitikberatkan unsur pelayanan dalam kepemimpinan karena adanya bahaya utama yang terkandung dalam kepemimpinan yaitu keangkuhan. Tetapi itu bukan alasan yang terutama. Menurut John Stott, hal ini lebih disebabkan dalam kepemimpinan yang melayani terdapat pengakuan akan harkat dan martabat orang-orang sebagai manusia.[172] Manusia adalah gambar Allah. Dan sebagai gambar Allah, mereka seharusnya dilayani dan bukan dieksploitasi, dihormati dan bukan dimanipulasi.

Ada enam aspek atau indikator hasil penelitian Sanjaya, seorang Indonesia yang tinggal di Melbourne, Australia yang menunjukkan kehadiran pemimpin yang melayani yaitu : Pemimpin merendahkan diri dengan sadar, ia memiliki diri yang otentik, menghidupkan spiritualitas transenden, memberikan penekanan pada moralitas, menjalin hubungan persaudaraan dan menggunakan pengaruhnya untuk menghasilkan transformasi pada pengikutnya.[173] John Stott menyimpulkan bahwa terdapat lima unsur pokok sebagai ciri khas kepemimpinan yang melayani, yaitu : visi yang jelas, kerja keras, ketekunan yang penuh ketabahan, pelayanan dengan rendah hati dan disiplin baja.[174] Sementara itu Ken Blanchard dan Phil Hodges dalam bukunya Lead like Jesus, Belajar Dari Model Kepemimpinan Paling Dahsyat Sepanjang Zaman menguraikan empat ranah kepemimpinan Yesus yang integral yaitu kepemimpinan dengan hati, kepala, tangan dan kebiasaan.[175]

Kepemimpinan Yesus Kristus secara garis besar memiliki ciri-ciri  sebagai mana penulis paparkan di bawah ini.

a.         Kepemimpinan dengan Visi yang Jelas

Bagi seorang pemimpin, visi bukanlah suatu pilihan. Visi adalah bagian perlengkapan standar untuk seorang pemimpin sejati. Bagi pemimpin Kristen, visi yang dipakai olehnya untuk memimpin bukanlah visi yang dibuat sendiri melainkan harus visi yang Tuhan berikan kepadanya. Hal ini juga dikatakan oleh George Barna. menurutnya visi sejati berasal dari Tuhan. Bila seorang pemimpin Kristen memunculkan suatu visi tentang masa depan, visinya bisa keliru, kurang dan terbatas. Visi Tuhanlah yang sempurna dalam segala hal. Dan Tuhan memberikan visi itu kepada para pemimpin yang dipilihNya.[176]

Karena visi itu berasal dari Tuhan, maka orang-orang yang ingin memimpin karena memiliki karunia, karena pengalaman, karena mereka menikmati kekuasaan, karena memiliki ide-ide untuk membangun, karena mereka mencintai perhatian, atau mereka telah diatur untuk melakukan itu adalah orang-orang yang berbahaya bila menjadi pemimpin. Motivasi mereka tidak tepat. Pemimpin adalah pelayan. Mereka yang mencari posisi kepemimpinan karena alasan-alasan selain memenuhi visi yang diberikan Tuhan, bukanlah pemimpin yang sejati.[177]

Kisah Yesus yang berpuasa empat puluh hari lamanya dan kemudian mengalami pencobaan di padang gurun pada awal-awal pelayananNya hendak menampilkan fakta sejarah bagaimana perjuangan dan pertarungan spiritual Yesus pada awal Dia mencari visi dan menemukan panggilan hidupNya.[178]  Puasa  yang dilakukan Yesus juga merupakan gejala umum lintas budaya  yang juga biasa ditempuh para pemimpin kharismatis pada masa dulu hingga sekarang untuk mencari visi mereka.[179] Begitu pentingnya visi bagi seorang pemimpin. Pemimpin harus mendapatkan visi dari Allah agar kepemimpinannya berhasil.  

b.        Kepemimpinan dengan Integritas dan Karakter Kuat

Karakter pribadi dapat dikembangkan. Jack W. Hayford mengatakan bahwa perkembangan karakter kepemimpinan memerlukan lebih dari sekedar praktik disiplin lahiriah, karena hal itu melibatkan hati dan bukan hanya kebiasaan. Karakter bukan hanya berhubungan dengan pengabdian, karena hal itu melibatkan transformasi bukan sekedar inspirasi. Juga bukan sekedar kepatuhan pada peraturan karena melibatkan Roh Kudus yang berkarya dalam batin seseorang. Karakter juga bukan hanya soal kekudusan hidup pribadi tetapi hidup yang transparan di hadapan orang lain yang didorong hati yang penuh ketulusan.[180]

c.         Kepemimpinan dengan Kuasa Doa

Seorang pemimpin harus mampu mendengarkan suara Tuhan. Ia tidak tergesa-gesa membuat keputusan. Ia menunggu suaraNya. Ada saat di mana keputusan cepat dan tepat harus diambil tetapi keputusan dipertimbangkan sedemikian rupa dengan mempergumulkannya dalam doa. Meskipun pemimpin-pemimpin dunia dan pemimpin-pemimpin kristen dapat memimpin dengan atau tanpa doa,[181] tetapi pemimpin-pemimpin besar dalam Alkitab adalah para pemimpin yang berdoa.[182] Pemimpin gereja haruslah seorang pendoa.

Kisah Tuhan Yesus bersama Petrus, Yakobus dan Yohanes menyendiri di gunung yang tinggi untuk berdoa. Pada saat Yesus berdoa, Ia bertransfigurasi sehingga pakaianNya berkilau-kilauan. Yesus berhubungan langsung dengan alam roh yang tak kasat mata.[183] Kepemimpinan Yesus dimulai dengan doa dilakukan dengan doa dan diakhiri dengan doa.

e.       Kepemimpinan Yang Memberdayakan

Tom Philips, salah satu pemimpin dalam tim pelayanan Billy Graham menjelaskan prinsip-prinsip dalam membangun suatu tim pelayanan Kristen, yang penyusun rangkum sebagai berikut:   Suatu tim harus mempunyai seorang pemimpin yang memiliki karunia dan komitmen. Tim terdiri dari pria dan wanita yang memiliki hati yang sudah dijamah oleh Allah. Mereka merupakan sekelompok orang yang bersatu  di bawah ketuhanan Yesus Kristus. Tiap anggota tim harus berfokus pada visi, ditempatkan secara tepat dalam bidang pelayanan tertentu, dalam  komunikasi dengan sesama anggota tim yang terjaga baik. Tim harus selalu dilatih dan diberdayakan. Setiap anggota tim memahami dan menghormati otoritas yang ada. Mereka memiliki prinsip melayani lebih penting daripada kedudukan. Bila mengalami kegagalan, tim harus menyadari bahwa hal itu bisa menjadi suatu langkah menuju sukses. Suasana hubungan tiap anggota tim  harus mencapai tingkat kenyamanan seperti suasana rumah. Tim harus mampu merespons perubahan dengan tetap fleksibel. Anggota tim menerima pendelegasian, tetapi tidak dilepaskan dan transparan. Kepemimpinan merupakan kepemimpinan berjenjang, seperti kepemimpinan Musa. Menjaga kesatuan tim. Setiap pemimpin tim merupakan pelatih bagi mereka yang dibawah otoritasnya, setiap anggota tim yang tidak berpartisipasi diganti dan setiap anggota tim selalu terfokus dalam tujuan.[184]

f.       Kepemimpinan yang Menginspirasi
g.      Kepemimpinan yang Dilakukan dalam Ketaatan Pada Allah
h.      Kepemimpinan yang Memberi Teladan
i.        Kepemimpinan dalam Semangat Rela Berkorban














DAFTAR PUSTAKA

1.       Andy Stanley,  Visioneering.
2.       Andrias Harefa, “Visi Dan Misi Kepemimpinan Kristiani” Kepemimpinan Kristiani.
3.       Anugerah Pekerti dan Jansen H. Sinamo, “Kompetensi Etis dan Spiritual, Keniscayaan Pemimpin Abad Ke-21” Kepemimpinan Kristiani.
4.       A. Roy Eckardt, Menggali Ulang Yesus Sejarah : Kristologi Masa Kini
5.       A.A Yewangoe, Theologia Crucis di Asia
6.       Bambang Mulyatno dan lainnya, “Kepemimpinan Gereja Dalam Mengelola Keesaan Dan Konflik Studi Kasus GKJ” Kepemimpinan dan Pembinaan Warga Gereja.    
7.       Benny Salindeho, “Mengelola Perubahan Di Era Reformasi” Kepemimpinan Kristiani
8.       Bill Hybels, Courageous Leadership.
9.       Caleb Tong, “Pemimpin Rohani Yang Kompeten”  Kepemimpinan dan Pembinaan Warga Gereja
10.    Chris Lowney, Heroic Leadership.
11.    Carson Pue, Mentoring Leaders
12.    Charles Agyin-Asare, Dari Orang Biasa  Menjadi luar Biasa.
13.    C. Peter Wagner, “Pentingnya Doa Dalam Memimpin” Leaders On Leadership, Pandangan Para Pemimpin Tentang Kepemimpinan.
14.    Eka Darmaputera, Kepemimpinan dalam Perspektif Alkitab
15.    Eka Darmaputera, “Kepemimpinan Perspektif Alkitab” Kepemimpinan Kristiani .
16.    Elmer L. Towns, “Peran Pembaharuan Dalam kepemimpinan” Leaders On Leadership, Pandangan Para Pemimpin Tentang Kepemimpinan.
17.    Eva Yunita, Pemimpin Muda Peka Zaman.
18.    George Barna,  Turning Vision into Action .
19.    George Barna, “Hal Yang Berkaitan Dengan Visi” Leaders On Leadership, Pandangan Para Pemimpin Tentang Kepemimpinan.
20.    George Barna, “Tidak Ada Yang Lebih Penting Daripada Kepemimpinan” Leaders On Leadership, Pandangan Para Pemimpin Tentang Kepemimpinan.
21.    Hans Ruedi Weber, Kuasa.
22.    Hendri J.M. Nouwen, Cakrawala Hidup Baru
23.    Henri J.M. Nouwen, Dalam Nama Yesus, Permenungan tentang Kepemimpinan Kristiani,
24.    Ioanes Rakhmat, Memandang Wajah Yesus Sebuah Eksplorasi Kritis
25.    Jack W. Hayford, “Karakter Seorang Pemimpin” Leaders On Leadership, Pandangan Para Pemimpin Tentang Kepemimpinan.
26.    Jansen H. Sinamo, “Kreativitas dan Inovasi, Keterampilan Untuk Memecahkan Masalah kehidupan” Kepemimpinan Kristiani.
27.    Jerry Rumahlatu,  Psikologi Kepemimpinan
28.    Jimmy Oentoro,  “Pemimpin Abad XXI”   Kepemimpinan dan Pembinaan Warga Gereja 
29.    John C. Maxwell, The Choice Is Yours,
30.    John C. Maxwell, The 21 Indispensable Qualities Of A Leader  (21 Kualitas Kepemimpinan Sejati),
31.    John C. Maxwell, The 21 Irrefutable Laws Of Leadership (21 Hukum Kepemimpinan Sejati.)
32.    John Stott, Isu-Isu Global Menantang Kepemimpinan Kristiani
33.    John R.W. Stott, Khotbah Di Bukit jilid 1,
34.    Jonathan L. Parapak, “Komunikasi, Elemen Dasar Kepemimpinan Kristiani” Kepemimpinan Kristiani  
35.    Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, Apakah Kepemimpinan Abnormal Iitu?.
36.    Ken Blanchard dan Phil Hodges, Lead like Jesus, Belajar Dari Model Kepemimpinan Paling Dahsyat Sepanjang Zaman.
37.    Kenneth O. Gangel,  Feeding and Leading
38.    Leroy Eims, 12 Ciri Kepemimpinan Yang Efektif,
39.    Majalah Wanita Kartini no 2253, edisi 25 Juli-15 Agustus 2013, 46-49.
40.    Marcus J. Borg, Kali Pertama Jumpa Yesus Kembali : Yesus Sejarah dan Hakikat Iman Kristen Masa Kini
41.    Mark Allan Powell, Jesus As A Figure in History : How Modern Historians  View the Man from Galilea
42.    Martin Handoko,  Motivasi Daya Penggerak Tingkah laku.
43.    Meno Soebagjo, “Esensi Dasar Pelayanan Gereja”  Pelayanan Gereja,  Gema Duta Wacana .
44.    Myles Munroe,  The Spirit Leadership
45.    Norman Geisler & Peter Bocchino, Unshakable Foundations.
46.     Paul J. Meyer, Menjadi Pelatih Sejati dalam Kehidupan-5 Langkah Menjadi Pemimpin.
47.    Peter Drucker,  Management .
48.    P. Octavianus, Manajemen dan kepemimpinan Menurut Wahyu Allah.
49.    Rauch C.F. dan Behling O. Bdk Rauch C.F. and Behling O, “Functionalism : Basis for An Alternate Approach to The Study of Leadership” Leader and Managers : International Perspectives on Managerial Behavior and Leadership
50.    Rama S. Nugraha, Jangan Jadi Pemimpin Sebelum Baca Buku Ini !,
51.    Rick Warren, The Purpose Driven Life,
52.    Rick Warren, Pertumbuhan Gereja Masa Kini
53.    Richard Boyatziz dan Annie McKee. Resonant Leadership,
54.    Robby I. Chandra, Kamu Juga Bisa Kenal ! Cara Memimpin Di Wilayah Diri.
55.    Robby I. Chandra,  Kamu Juga Bisa !
56.    Robby I. Chandra, Kamu Juga Bisa Meraih ! Cara Meraih Mitra dan Menghasikan Kerjasama
57.    Robby I. Chandra, Ketika pemimpin Harus Menghadapi Perubahan,
58.    Robby I. Chandra, Pemimpin Dan mentoring dalam organisasi.
59.    Robert P. Borrong, “Etika dan Karakter Kepemimpinan Dalam Perspektif Kristiani” Kepemimpinan Kristiani.
60.    Robert D. Dale, Pelayanan Sebagai Pemimpin,
61.    Rudi Lack,   101 Prinsip-Prinsip Kepemimpinan Dari Kitab Nehemia
62.    Sinclair B. Ferguson, Khotbah Di Bukit Cermin Kehidupan Sorgawi Di Tengah Dunia Berdosa,
63.    Soen Siregar, “Motivasi Pelayanan”  Kepemimpinan Kristiani.
64.    Sudarwan Danim, Motivasi Kepemimpinan Dann Efektivitas kelompok
65.    S.A.E Nababan, peny., Panggilan Kristen dalam Pembaharuan Masyarakat
66.    Tom Philips, “Membentuk Suatu tim Agar Pekerjaan Terlaksana” Leaders On Leadership, Pandangan Para Pemimpin Tentang Kepemimpinan.
67.    Triantoro Safaria, Kepemimpinan.
68.    Wallace Erickson, “Peralihan Dalam Kepemimpinan” Leaders On Leadership, Pandangan Para Pemimpin Tentang Kepemimpinan.
69.    Yakub B. Susabda, Kaum Injili, Membangkitkan Kembali Iman Kristen Ortodoks.
70.    Yap Un Han, Problematika Hamba Tuhan, .
71.    Yusak Tridarmanto, “Yesus dan Pelayanan”  Pelayanan Gereja Gema Duta Wacana .
72.    Yakob Tomatala,  Kepemimpinan Yang Dinamis
73.    Yakob Tomatala, Manajemen : Pengembangan SDM Pemimpin Kristen
74.    Yakob Tomatala,  Pemimpin Yang Handal.
75.    Yakob Tomatala, Manusia Sukses.


















[1] Richard  Boyatziz dan Annie McKee. Resonant Leadership, pen.Hikmat Gumelar, ed. F. Budi Hardiman (T.k.: Esensi divisi Penerbit Erlangga, 2010),1-4.
[2] Eka Darmaputera, “Kepemimpinan Perspektif Alkitab” Kepemimpinan Kristiani  (Jakarta: Unit Publikasi dan Informasi STT Jakarta, 2001), 1.
[3] Myles Munroe,  The Spirit Leadership,  pen. Budijanto, peny. Paula Allo (Jakarta: Immanuel Publishing House,  cet kedua 2008), 17.
[4] Ibid, 18.
[5] Meno Soebagjo, “Esensi Dasar Pelayanan Gereja”  Pelayanan Gereja  ( Yogyakarta: Jurnal Teologi Gema Duta Wacana No. 57, 2001), 27.
[6] Mat. 20:20-28, Mrk. 10:35-45.
[7] Meno Soebagjo, “Esensi Dasar Pelayanan Gereja”  Pelayanan Gereja,  27.
[8] Yusak Tridarmanto, “Yesus dan Pelayanan”  Pelayanan Gereja (Yogyakarta: Jurnal Teologi Gema Duta Wacana No. 57, 2001), 93.
[9] Mat. 20:28, Mrk 10:45.
[10] Robby I. Chandra,  Kamu Juga Bisa !  (t.k. : Young Leader Institute, 2009), 42.
[11] Jerry Rumahlatu,  Psikologi Kepemimpinan (t.k. :  CV Cipta Varia Sarana, 2011), 53.
[12] Ibid, 53-54.
[13] Sudarwan Danim, Motivasi Kepemimpinan Dann Efektivitas kelompok  (Jakarta : Penerbit Rineka Cipta, 2004), 55-56.
[14] Robby I. Chandra,  Kamu Juga Bisa !,  42.
[15] Sebagaimana dikutip oleh Yakob Tomatala. Lih Yakob Tomatala,  Kepemimpinan Yang Dinamis (Jakarta:  YT Leadership Foundation dan Gandum Mas, 1997), 28-29.
[16] Jerry Rumahlatu,  Psikologi Kepemimpinan, 55-56.
[17] Triantoro Safaria, Kepemimpinan (Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu, 2004), 3.
[18] Jerry Rumahlatu,  Psikologi Kepemimpinan, 56.
[19] Ibid.
[20] Jerry Rumahlatu, Psikologi Kepemimpinan, 35-36.
[21] Caleb Tong, “Pemimpin Rohani Yang Kompeten”  Kepemimpinan dan Pembinaan Warga Gereja (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, Cet pertama 1998), 190.
[22] Ibid., 190-194.
[23] Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, Apakah Kepemimpinan Abnormal Iitu? (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2009), 87.
[24] Majalah Wanita Kartini no 2253, edisi 25 Juli-15 Agustus 2013, 46-49.
[25] Jerry Rumahlatu,  Psikologi Kepemimpinan, 42-45.
[26] Peter Drucker,  Management (California: t.p., 1985), 421. [Terjemahan Langsung]. Ia mengatakan bahwa manajerpun harus memberdayakan diri mereka.
[27] Robby I. Chandra, Kamu Juga Bisa !,  107-109.
[28] Ibid.
[29] Kel. 24:1-18.
[30] Leroy Eims, 12 Ciri Kepemimpinan Yang Efektif, pen. C.Th. Enni Sasanti, red. Pauline Tiendas, ed. Ketujuh  (Bandung: Yayasan Kalam hidup, 2003), 61-70.
[31] Jimmy Oentoro,  “Pemimpin Abad XXI”   Kepemimpinan dan Pembinaan Warga Gereja  (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,  1998), 206-216. 
[32]Ibid, 206-208.
[33] Paul J. Meyer, Menjadi Pelatih Sejati dalam Kehidupan-5 Langkah Menjadi Pemimpin, pen. Yahya Kristiyanto, peny. Yorry Anderson Nathan (Jakarta Barat: Penerbit Adonai, 2010), 15. Meyer menekankan pentingnya menuliskan visi dan tenggat waktu pencapaian visi tersebut.
[34] Yakob Tomatala, Manusia Sukses (Jakarta : YT Leadership Foundation dan Penerbit Gandum Mas, 2004), 31-32.
[35] John C. Maxwell, The 21 Indispensable Qualities Of A Leader (21 Kualitas Kepemimpinan Sejati), pen. Arvin Saputra, ed. Lyndon Saputra (Batam:  Interaksara, 2001), 13-14. Maxwell mengutip hasil penelitian Steven Berglas, psikolog di Harvard Medical School yang menulis buku The Succes Syndrome.
[36] Robert P. Borrong, “Etika dan Karakter Kepemimpinan Dalam Perspektif Kristiani” Kepemimpinan Kristiani  (Jakarta: Unit Publikasi dan Informasi STT Jakarta, 2001), 71.
[37] Jimmy Oentoro,  “Pemimpin Abad XXI”   Kepemimpinan dan Pembinaan Warga Gereja, 209-211.
[38] Robby I. Chandra, Kamu Juga Bisa Meraih ! Cara Meraih Mitra dan Menghasikan Kerjasama, peny. Dyhni Adrawersthi dan Rudi Juan Sipahutar. (T.k. : Young Leader Institute, 2011), 20-22.
[39] Jimmy Oentoro,  “Pemimpin Abad XXI”   Kepemimpinan dan Pembinaan Warga Gereja, 211-213.
[40]Robert D. Dale, Pelayanan Sebagai Pemimpin, ed.  kedua (Malang: Penerbit Gandum Mas, 1997), 30.  Dale mengatakan pemimpin Jemaat dapat dibedkan dalam empat tipe yaitu tipe katalisator, tipe komandan, tipe pendorong dan tipe pertapa. Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangannya. Meskipun demikian, Robert D. Dale berpendapat bahwa dalam kepemimpinan di Jemaat, tipe katalisatorlah yang paling cocok. Menurut hemat BNH, dalam kepemimpinan jemaat, model kepemimpinan dapat dikenali tetapi tidak ada yang selalu tepat dalam sepanjang situasi. Kepemimpinan yang baik dapat merupakan gabungan dari dua tipe yaitu tipe katalisator dan tipe pendorong dan tidak harus konsisten dengan satu tipe saja.
[41] Ibid, 213-214.
[42] Rama S. Nugraha, Jangan Jadi Pemimpin Sebelum Baca Buku Ini !, Peny. Muthia Esfand (Jakarta: Visi Media, 2012), 23.
[43] Sudarwan Danim, Motivasi Kepemimpinan dan Efektivitas kelompok, 77-81
[44] Ibid., 78.
[45] Ibid., 78-79.
[46] Jonathan L. Parapak, “Komunikasi, Elemen Dasar Kepemimpinan Kristiani” Kepemimpinan Kristiani  (Jakarta: Unit Publikasi dan Informasi STT Jakarta, 2001), 135.
[47] Sudarwan Danim, Motivasi Kepemimpinan dan Efektivitas kelompok, 79.
[48] Wallace Erickson, “Peralihan Dalam Kepemimpinan” Leaders On Leadership, Pandangan Para Pemimpin Tentang Kepemimpinan, ed. George Barna (Malang: Penerbit Gandum Mas, 2002), 389.
[49] Triantoro Safaria, Kepemimpinan, 210.
[50] Wallace Erickson, “Peralihan Dalam Kepemimpinan” Leaders On Leadership, Pandangan Para Pemimpin Tentang Kepemimpinan, 381.
[51] Jerry Rumahlatu,  Psikologi Kepemimpinan,, 49-51.
[52] Ibid., 47-48.
[53] Martin Handoko,  Motivasi Daya Penggerak Tingkah laku  (Yogyakarta:  Penerbit Andi, 1992), 61-63.
[54] Kel. 3:7-10.
[55] Sudarwan Danim, Motivasi Kepemimpinan dan Efektivitas Kelompok, 140.
[56] Kel. 5-11.
[57] John C. Maxwell, The Choice Is Yours, pen. Elin Rosalin, peny. Hidayat Saleh, Sofin Gunawan   (Bandung: Penerbit Pionir Jaya, 2009), 78.
[58] John C. Maxwell, The 21 Indispensable Qualities Of A Leader (21 Kualitas Kepemimpinan Sejati), 62.
[59] Ibid, 63.
[60] Chris Lowney, Heroic Leadership, pen. Alfons Taryadi, ed. Kedua (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2006), 273-274.
[61] John C. Maxwell, The 21 Irrefutable Laws Of Leadership (21 Hukum Kepemimpinan Sejati), pen. Arvin Saputra, ed. Lyndon Saputra (Batam : Interaksara, 2001), 115-119.
[62] Kel. 18:13-27.
[63] Henri J.M. Nouwen, Dalam Nama Yesus, Permenungan tentang Kepemimpinan Kristiani, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1993), 17-19, 29-30, 39-41.
[64] Pendapat Daniel Goleman, dalam Prakata untuk buku Resonant Leadership., Lih. Richard Boyatziz dan Annie McKee. Resonant Leadership, pen. Hikmat Gumelar, ed. F. Budi Hardiman  (T.k.: Esensi divisi Penerbit Erlangga, 2010), ix-xi.
[65] John C. Maxwell, The Choice Is yours, 108-109.
[66] Kel. 32:7-14, 32.
[67] Richard Boyatziz dan Annie McKee,  Resonant Leadership, 230-231.
[68] Ul. 1:34-38.
[69] Carson Pue, Mentoring Leaders,  pen. Agustinus Arvin Saputra  (Yogyakarta:  Penerbit Andi, 2010), 43. 
[70] Eva Yunita, Pemimpin Muda Peka Zaman, cetakan kedua (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2008), 65.
[71] Bil. 12:7-9.
[72] John C. Maxwell, The 21 Irrefutable Laws Of Leadership (21 Hukum Kepemimpinan Sejati), 323.
[73] Bil. 27:18-23.
[74] Jansen H. Sinamo, “Kreativitas dan Inovasi, Keterampilan Untuk Memecahkan Masalah kehidupan” Kepemimpinan Kristiani  (Jakarta: Unit Publikasi dan Informasi STT Jakarta, 2001), 148.
[75] Kel. 3:7-10.
[76] Andy Stanley,  Visioneering (Oregon: Multnomah Publishers Siater, 1999), 29. [Terjemahan Langsung]. Stanley mengutip pendapat Jonathan Swift yang mengatakan, “Vision is the art of seeing things invisible”.
[77] Bill Hybels, Courageous Leadership (Grand Rapids : Zondervan, 2002), 32. [Terjemahan Langsung].
[78] Jimmy Oentoro,  “Pemimpin Rohani Abad XXI”  Kepemimpinan dan Pembinaan Warga Gereja, 206.
[79] Andy Stanley,  Visioneering, 24-25.
[80] George Barna,  Turning Vision into Action, (California: Regal  Books, 1999), 35-36. [Terjemahan langsung.]
[81]  Yap Un Han, Problematika Hamba Tuhan, pen. Paulus Daun, (Manado: Yayasan Daun Family,  2004), 137-157.
[82] John C. Maxwell, The 21 Indispensable Qualities Of A Leader (21 Kualitas Kepemimpinan Sejati), 13-14.
[83] Carson Pue,  Mentoring Leaders,  40.
[84] Ibid.
[85] Yap Un Han, Problematika Hamba Tuhan, 140-144.
[86] Carson Pue,  Mentoring Leaders, 42-43.
[87] Yap Un Han, Problematika Hamba Tuhan, 150-151.
[88] Ibid, 144-145.
[89] Carson Pue,  Mentoring Leaders, 46.
[90] Carson Pue,  Mentoring Leaders, 46.
[91] Yap Un Han, Problematika Hamba Tuhan, 146.
[92] Carson Pue,  Mentoring Leaders, 44.
[93] Yap Un Han, Problematika Hamba Tuhan, 148.
[94] Carson Pue,  Mentoring Leaders, 44-45.
[95] Yoshua, Nabi Elisa,  Nabi Samuel, Timotius, Titus, Lukas dan para rasul Tuhan Yesus Kristus berasal dari pengikut yang baik dan setia. Mereka belajar memimpin dari guru dan pemimpin mereka.
[96] 1 Sam 17:45.
[97] Hans Ruedi Weber, Kuasa, pen. Samuel M.H. Siahaan  (Jakarta, BPK gunung Mulia, 1993), 217-219.
[98] Yoh 15:14-15.
[99] Yakob Tomatala, Kepemimpinan Yang Dinamis, 20.
[100] Robby I. Chandra, Kamu Juga Bisa Kenal !, Seri Perjalanan Kepemimpinan 2, peny. Lisa Suroso dan Emmanuella (T.k. : Young Leader Institute, 2009), 72.
[101] Robby I. Chandra, Ketika pemimpin Harus Menghadapi Perubahan, ed. Jason Lase (Bandung: Bina Media Informasi, 2005), 76.
[102] Benny Salindeho, “Mengelola Perubahan Di Era Reformasi” Kepemimpinan Kristiani  (Jakarta: Unit Publikasi dan Informasi STT Jakarta, 2001),53.
[103] Robby I. Chandra, Ketika pemimpin Harus Menghadapi Perubahan, 90-92.
[104] Anugerah Pekerti dan Jansen H. Sinamo, “Kompetensi Etis dan Spiritual, Keniscayaan Pemimpin Abad Ke-21” Kepemimpinan Kristiani  (Jakarta: Unit Publikasi dan Informasi STT Jakarta, 2001), 91-92.
[105] Jerry Rumahlatu,  Psikologi Kepemimpinan, 64-69.
[106] Rama S. Nugraha, Jangan Jadi Pemimpin Sebelum Baca Buku Ini, peny.Muthia Esfand (Jakarta Selatan: Visi Media, 2012), 203-206.
[107] Jerry Rumahlatu, Psikologi Kepemimpinan, 68-69.
[108] Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, Apakah Kepemimpinan Abnormal Itu?, 92.
[109] Rudi Lack,  pen. Arvin Saputra,  101 Prinsip-Prinsip Kepemimpinan Dari Kitab Nehemia (Jakarta: Yaski, 2004), 32. Menurut Rudi Lack, Nehemia adalah seorang pemimpin yang berwawasan jauh ke depan dan membuat perencanaan dengan baik. Pemimpin akan berhasil bila merencanakan segala-sesuatunya dengan sungguh-sungguh.    
[110] Rick Warren, The Purpose Driven Church, Pertumbuhan Gereja Masa Kini, Cet. Ketujuh (Malang, Penerbit Gandum Mas, 2006), 32.
[111] Charles Agyin-Asare, Dari Orang Biasa  Menjadi luar Biasa, pen. Yan Iskandar, red. Ester S.W. (Yogyakarta: Penerbit Andi Offset, 2008), 4.
[112] Yakob Tomatala, Manajemen : Pengembangan SDM Pemimpin Kristen (Jakarta: YT Leadership Foundation, 2003), 32.
[113] Sudarwan Danim, Motivasi Kepemimpinan dan Efektivitas Kelompok, 23.
[114] Soen Siregar, “Motivasi Pelayanan”  Kepemimpinan Kristiani  (Jakarta: Unit Publikasi dan Informasi STT Jakarta, 2001), 114.
[115] Sudarwan Danim, Motivasi Kepemimpinan dan Efektivitas Kelompok, 24.
[116] Ibid, 25.
[117] Soen Siregar, “Motivasi Pelayanan”  Kepemimpinan Kristiani, 116.
[118] Ibid, 117.
[119] Sudarwan Danim, Motivasi Kepemimpinan dan Efektivitas Kelompok,, 28.
[120] Ibid, 29-35.
[121] Ibid, 41-42.
[122] Robby I. Chandra, Kamu Juga Bisa Kenal !, Cara Memimpin Di Wilayah Diri, 11-12.
[123] Ibid. 15-16.
[124] Ibid. 30-31.
[125] Elmer L. Towns, “Peran Pembaharuan Dalam kepemimpinan” Leaders On Leadership, Pandangan Para Pemimpin Tentang Kepemimpinan, ed. George Barna (Malang: Penerbit Gandum Mas, 2002), 235. Elmer L. Town mengutip pernyataan Rick Warren, “Para pemimpin adalah para murid. Karena mereka terus-menerus memimpin orang untuk berubah, maka seorag pemimpin harus terus-menerus belajar dan bertumbuh.” Artinya juga mengalami perubahan.
[126] Leroy Eims, 12 Ciri Kepemimpinan Yang Efektif,  112.
[127] Robby I. Chandra, Kamu Juga Bisa Kenal !  Cara memimpin Di Wilayah Diri, 55.
[128] Robby I. Chandra, Pemimpin Dan mentoring dalam organisasi  (t.k. : Generasi info Media, 2006), 94-96.
[129] John Stott, Isu-Isu Global Menantang Kepemimpinan Kristiani, pen. G.M.A. Nainggolan, ed kedua (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1994), 460.
[130] S.A.E Nababan, peny., Panggilan Kristen dalam Pembaharuan Masyarakat (Jakarta: t.p., 1968), 3-4. Dikutip A.A Yewangoe, Theologia Crucis di Asia, pen. Sthepen Suleeman (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1989), 273.  
[131] Kenneth O. Gangel,  Feeding and Leading  (Wheaton: Victor Books, 1989), 17-18. [Terjemahan Langsung]
[132] Kel 34:1-9.
[133] Caleb Tong, “Pemimpin Rohani Yang Kompeten”  Kepemimpinan dan Pembinaan Warga Gereja (Jakarta:Pustaka Sinar Harapan, 1998), 168-169. Pendapat Caleb Tong ini didasarkan sabda Tuhan Yesus, “Barang siapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar.”
[134] Eka Darmaputera, Kepemimpinan dalam Perspektif Alkitab (Yogyakarta: Kairos Books, 2005), 22. 
[135] Rm 6:13.
[136] Yakub B. Susabda, Kaum Injili, Membangkitkan Kembali Iman Kristen Ortodoks (Malang: Penerbit Gandum Mas, 1991), 79-80.
[137] P. Octavianus, Manajemen dan kepemimpinan Menurut Wahyu Allah, ed keempat (Malang: Yayasan Pekabaran Injil Indonesia dan Gandum Mas, 1991), 16.
[138] Flp 4:9.
[139] Robby I. Chandra, Kamu Juga Bisa Kenal ! Cara Memimpin Di Wilayah Diri, peny. Lisa Suroso dan Emmanuella (T.k.: Young Leader Institute, 2009), 22-23.
[140] Andrias Harefa, “Visi Dan Misi Kepemimpinan Kristiani” Kepemimpinan Kristiani  (Jakarta: Unit Publikasi dan Informasi STT Jakarta, 2001), 32.
[141] Hendry J.M. Nouwen, Cakrawala Hidup Baru (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1986), 29.
[142] Yoh. 13:15-17.
[143] John R.W. Stott, Khotbah Di Bukit jilid 1, pen. G.M.A. Nainggolan (Jakarta: Yayasan komunikasi Bina Kasih/OMF, 1988), 18-19.
[144] 1 Kor. 12:28.
[145] George Barna, “Tidak Ada Yang Lebih Penting Daripada Kepemimpinan” Leaders On Leadership, Pandangan Para Pemimpin Tentang Kepemimpinan, ed. George Barna  (Malang: Penerbit Gandum Mas, 2002), 18.
[146] Robby I. Chandra,  Kamu Juga Bisa !, 11. Robby I Chandra memandang kepemimpinan sebagai metafor perjalanan dan metafor api yang merupakan pengembangan Robby I Chandra atas pendapat Rauch C.F. dan Behling O. Bdk Rauch C.F. and Behling O, “Functionalism : Basis for An Alternate Approach to The Study of Leadership” Leader and Managers : International Perspectives on Managerial Behavior and Leadership, (Elmsfords : NY, Pergamon Press, 1984), 45-62. 
[147] Eka Darmaputera, Kepemimpinan Dalam perspektif Alkitab, 24-25. Sejak mulanya, Kej. 1:26 menurut Eka Darmaputera, menunjukkan bahwa setiap manusia bahkan mendapatkan 3 at : hakikat, mandat, berkat untuk memimpin. Meskipun semua orang sama-sama pemimpin, bukan berarti bahwa semua manusia kepemimpinannya sama dan setara. “Sama-sama” berbeda dengan “sama saja”. Perbedaan mereka terletak dalam kualitas kepemimpinannya. 
[148] Myles Munroe, The Spirit Of Leadership, 34-35.
[149] Eka Darmaputera, “Kepemimpinan Perspektif Alkitab” Kepemimpinan Kristiani, 3.
[150]Ibid, 5.
[151] Ibid, 6.
[152] Andrias Harefa, “Visi Dan Misi Kepemimpinan Kristiani” Kepemimpinan Kristiani  (Jakarta: Unit Publikasi dan Informasi STT Jakarta, 2001), 32.
[153] Sinclair B. Ferguson, Khotbah Di Bukit Cermin Kehidupan Sorgawi Di Tengah Dunia Berdosa, pen. Shirley Liz M.T.M, ed. Hendry Ongkowidjojo (Surabaya: Momentum, 2009), 4.
[154] Yoh. 13:15-17.
[155] Kol. 1:16. Cetak miring oleh BNH.
[156] Rick Warren, The Purpose Driven Life, pen. Paulus Adiwijaya (Malang: Penerbit Gandum Mas, 2005), 19.
[157] Yoh. 17:4.
[158] Kol. 3:23.
[159] Yoh. 1:12.
[160] Robby I. Chandra, Kamu Juga Bisa !, 40-41.
[161] Ibid, 52-53.
[162] Mat. 16:13-14.
[163] Mark Allan Powell, Jesus As A Figure in History : How Modern Historians  View the Man from Galilea ( Louisville : Westminster John Knox, 1998), 13 dst, 52 dst. [Terjemahan Langsung]. Powell menuliskan bermacam-macam pandangan para sarjana modern tentang identitas Yesus.
[164] Kis 2:36, Rm 10:9, 1 Kor 12:3.
[165] Norman Geisler & Peter Bocchino, Unshakable Foundations (Minneapolis : Bethany House, 2001), 283-284. [Terjemahan Langsung].
[166] Ibid, 52.
[167] Mrk. 10:42-45.
[168] John Stott, Isu-Isu Global Menantang Kepemimpinan Kristiani, 472.
[169] Blanchard, Ken dan Phil Hodges, Lead like Jesus, Belajar Dari Model Kepemimpinan Paling Dahsyat Sepanjang Zaman, pen.  Dionisius Pare.  Ed. Kedua (Jakarta: Visimedia, 2007), iii .
[170] Yakob Tomatala,  Pemimpin Yang Handal (Jakarta:  Penerbit YT Foundation, 2003), 9.
[171] Meno Soebagjo, “ Esensi Dasar Pelayanan Gereja”  Pelayanan Gereja, 26.
[172] John Stott, Isu-Isu Global Menantang Kepemimpinan Kristiani, 473.
[173] Robby I. Chandra, Ketika Pemimpin Harus Menghadapi Perubahan, 109.
[174] John Stott, Isu-Isu Global Menantang Kepemimpinan Kristiani, 478.
[175] Blanchard, Ken dan Phil Hodges, Lead like Jesus, Belajar Dari Model Kepemimpinan Paling Dahsyat Sepanjang Zaman, 40.
[176] George Barna, “Hal Yang Berkaitan Dengan Visi” Leaders On Leadership, Pandangan Para Pemimpin Tentang Kepemimpinan, ed. George Barna (Malang: Penerbit Gandum Mas, 2002), 54-55..
[177] Ibid, 59-60.
[178] Ioanes Rakhmat, Memandang Wajah Yesus Sebuah Eksplorasi Kritis (Jakarta Utara : Pustaka Surya Daun, 2012), 41.
[179] Marcus J. Borg, Kali Pertama Jumpa Yesus Kembali : Yesus Sejarah dan Hakikat Iman Kristen Masa Kini, pen. Ioanes Rakhmat (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1997), 45.
[180] Jack W. Hayford, “Karakter Seorang Pemimpin” Leaders On Leadership, Pandangan Para Pemimpin Tentang Kepemimpinan, ed. George Barna (Malang: Penerbit Gandum Mas, 2002), 96.
[181] C. Peter Wagner, “Pentingnya Doa Dalam Memimpin” Leaders On Leadership, Pandangan Para Pemimpin Tentang Kepemimpinan, ed. George Barna (Malang: Penerbit Gandum Mas, 2002), 359.
[182] Jimmy Oentoro,  “Pemimpin Abad XXI”   Kepemimpinan dan Pembinaan Warga Gereja, 214-216.
[183] A. Roy Eckardt, Menggali Ulang Yesus Sejarah : Kristologi Masa Kini, pen. Ioanes Rakhmat (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1996), 42-44.
[184] Tom Philips, “Membentuk Suatu Tim Agar Pekerjaan Terlaksana” Leaders On Leadership, Pandangan Para Pemimpin Tentang Kepemimpinan, ed. George Barna (Malang: Penerbit Gandum Mas, 2002), 280-295.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar