MODEL
KEPEMIMPINAN DALAM ORGANISASI
OLEH
Dr.
Bambang Nugroho Hadi, M.Th
1. Konsep Model
Kepemimpinan
Menurut William H.Newman (1968) dalam Miftah Thoha (2003;262)
kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain atau seni
mempengaruhi perilaku manusia baik perorangan maupun kelompok. Dan satu hal
yang perlu diingat bahwa kepemimpinan tidak harus dibatasi oleh aturan-aturan atau
tata karma birokrasi. Kepemimpinan bisa terjadi dimana saja, asalkan seseorang
menunjukkan kemampuannya mempengaruhi perilaku orang lain kearah tercapainya
suatu tujuan tertentu.
Bahasan mengenai pemimpin
dan kepemimpinan pada umumnya menjelaskan bagaimana untuk menjadi pemimpin yang
baik, gaya dan sifat yang sesuai dengan kepemimpinan serta syarat-syarat apa
yang perlu dimiliki oleh seorang pemimpin yang baik. Meskipun demikian masih
tetap sulit untuk menerapkan seluruhnya, sehingga dalam prakteknya hanya
beberapa pemimpin saja yang dapat melaksanakan kepemimpinannya dengan baik dan
dapat membawa para pengikutnya kepada keadaan yang diinginkan.
Kepemimpinan dapat dikategorikan sebagai ilmu sosial terapan (applied social
sciences). Hal ini didasarkan kepada pemikiran bahwa kepemimpinan dengan
prinsip-prinsipnya mempunyai manfaat langsung dan tidak langsung terhadap
upaya mewujudkan kesejahteraan umat manusia.
Kepemimpinan seperti
halnya ilmu-ilmu yang lain, mempunyai berbagai fungsi antara lain, menyajikan
berbagai hal yang berkaitan dengan permasalahan dalam kepemimpinan dan
memberikan pengaruh dalam menggunakan berbagai pendekatan dalam hubungannya
dengan pemecahan aneka macam persoalan yang mungkin timbul dalam ekologi
kepemimpinan. Kepemimpinan sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan, yang
mempunyai peran penting dalam rangka proses administrasi. Hal ini didasarkan
kepada pemikiran bahwa peran seorang pemimpin merupakan implementasi atau
penjabaran dari fungsi kepemimpinan. Fungsi kepemimpinan merupakan salah satu
di antara peran administrator dalam rangka mempengaruhi orang lain atau para
bawahan agar mau dengan senang hati untuk mencapai tujuan organisasi yang
telah ditetapkan sebelumnya.
Model/ gaya kepemimpinan, mengandung pengertian sebagai suatu
perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin, yang menyangkut kemampuannya
dalam memimpin. Perwujudan tersebut biasanya membentuk suatu pola atau bentuk
tertentu. Pengertian gaya kepemimpinan yang demikian ini sesuai dengan pendapat
yang disampaikan oleh Davis dan Newstrom (1995). Keduanya menyatakan bahwa pola
tindakan pemimpin secara keseluruhan seperti yang dipersepsikan atau diacu oleh
bawahan tersebut dikenal sebagai gaya kepemimpinan.
Hersey dan Blanchard (1992) berpendapat bahwa model/gaya
kepemimpinan pada dasarnya merupakan perwujudan dari tiga komponen, yaitu
pemimpin itu sendiri, bawahan, serta situasi di mana proses kepemimpinan
tersebut diwujudkan. Bertolak dari pemikiran tersebut, Hersey dan Blanchard
(1992) mengajukan proposisi bahwa gaya kepemimpinan (k) merupakan suatu fungsi
dari pimpinan (p), bawahan (b) dan situasi tertentu (s)., yang dapat
dinotasikan sebagai : k = f (p, b, s).
Menurut Hersey dan Blanchard, pimpinan (p) adalah
seseorang yang dapat mempengaruhi orang lain atau kelompok untuk melakukan
unjuk kerja maksimum yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan organisasi.
Organisasi akan berjalan dengan baik jika pimpinan mempunyai kecakapan dalam
bidangnya, dan setiap pimpinan mempunyai keterampilan yang berbeda, seperti
keterampilan teknis, manusiawi dan konseptual. Sedangkan bawahan adalah seorang
atau sekelompok orang yang merupakan anggota dari suatu perkumpulan atau
pengikut yang setiap saat siap melaksanakan perintah atau tugas yang telah
disepakati bersama guna mencapai tujuan. Dalam suatu organisasi, bawahan
mempunyai peranan yang sangat strategis, karena sukses tidaknya seseorang
pimpinan bergantung kepada para pengikutnya ini. Oleh sebab itu, seorang
pemimpin dituntut untuk memilih rekan kerja (bawahan) dengan secermat mungkin.
Adapun situasi (s) menurut Hersey dan Blanchard adalah
suatu keadaan yang kondusif, di mana seorang pimpinan berusaha pada saat-saat
tertentu mempengaruhi perilaku orang lain agar dapat mengikuti kehendaknya
dalam rangka mencapai tujuan bersama. Dalam satu situasi misalnya, tindakan
pimpinan pada beberapa tahun yang lalu tentunya tidak sama dengan yang
dilakukan pada saat sekarang, karena memang situasinya telah berlainan. Dengan
demikian, ketiga unsur yang mempengaruhi gaya kepemimpinan tersebut, yaitu
pimpinan, bawahan dan situasi merupakan unsur yang saling terkait satu dengan
lainnya, dan akan menentukan tingkat keberhasilan kepemimpinan.
2. MACAM-MACAM PEMIKIRAN MODEL KEPEMIMPINAN
Ada beberapa jenis model/gaya kepemimpinan
yang di tawarkan oleh para pakar leardership, mulai dari yang klasik sampai
kepada yang modern yaitu model/gaya kepemimpinan situasional Hersey dan Blancard.
2. A.
Teori Gaya Kepemimpinan Klasik
Teori klasik gaya kepemimpinan mengemukakan, pada dasarnya di
dalam setiap gaya kepemimpinan terdapat 2 unsur utama, yaitu unsur pengarahan (directive
behavior) dan unsur bantuan (supporting behavior). Dari dua unsur
tersebut gaya kepemimpinan dapat dikelompokkan menjadi 4 kelompok, yaitu
otokrasi (directing), pembinaan (coaching), demokrasi (supporting),
dan kendali bebas (delegating).
![]() |

1). Mengarahkan (directing)
Gaya
kepemimpinan yang mengarahkan, merupakan respon kepemimpinan yang perlu
dilakukan oleh manajer pada kondisi karyawan lemah dalam kemampuan, minat dan
komitmenya. Sementara itu, organisasi menghendaki penyelesaian tugas-tugas yang
tinggi. Dalam situasi seperti ini Hersey and Blancard menyarankan agar manajer
memainkan peran directive yang tinggi, memberi saran bagaimana menyelesaikan
tugas-tugas itu, dengan terus intens berhubungan sosial dan komunikasi dengan
bawahannya.
Pertama
pemimpin harus mencari tahu mengapa orang tersebut tidak termotivasi, kemudian
mencari tahu dimana keterbatasannya. Dengan demikian pemimpin harus memberi
arahan dalam penyelesaian tugas dengan terus menumbuhkan motivasi dan
optimismenya.
2). Melatih (coaching)
Pada
kondisi karyawan menghadapi kesulitan menyelesaikan tugas-tugas, takut untuk
mencoba melakukannya, manajer juga harus memproporsikan struktur tugas sesuai
kemampuan dan tanggung jawab karyawan.
Oleh
karena itu, pemimpin hendaknya menghabiskan waktu mendengarkan dan menasihati,
dan membantu karyawan untuk memperoleh keterampilan yang diperlukan melalui
metode pembinaan.
3). Mendorong (Supporting)
Model/gaya kepemimpinan mendorong, adalah respon manajer yang harus diperankan ketika karyawan memiliki tingkat kemampuan yang cukup, tetapi tidak memiliki kemauan untuk melakukan tanggung jawab. Hal ini bisa dikarenakan rendahnya etos kerja atau ketidakyakinan mereka untuk melakukan tugas/tangung jawab. Dalam kasus ini pemimpin perlu membuka komunikasi dua arah dan secara aktif mendegarkan dan mengapresiasi usaha-usaha yang dilakukan para karyawan, sehingga bawahan merasa dirinya penting dan senang menyelesaikan tugas.
Model/gaya kepemimpinan mendorong, adalah respon manajer yang harus diperankan ketika karyawan memiliki tingkat kemampuan yang cukup, tetapi tidak memiliki kemauan untuk melakukan tanggung jawab. Hal ini bisa dikarenakan rendahnya etos kerja atau ketidakyakinan mereka untuk melakukan tugas/tangung jawab. Dalam kasus ini pemimpin perlu membuka komunikasi dua arah dan secara aktif mendegarkan dan mengapresiasi usaha-usaha yang dilakukan para karyawan, sehingga bawahan merasa dirinya penting dan senang menyelesaikan tugas.
4). Mendelegasikan (delegating)
Selanjutnya, untuk tingkat karyawan dengan kemampuan dan kemauan yang tinggi, maka gaya kepemimpinan yang sesuai adalah model “delegasi”. Dengan model delegasi ini pimpinan sedikit memberi pengarahan maupun dukungan, karena dianggap sudah mampu dan mau melaksanakan tugas/tanggung jawabnya. Mereka diperkenankan untuk melaksanakan sendiri dan memutuskannya tentang bagaimana, kapan dan dimana pekerjaan mereka harus dilaksanakan. Pada model delegasi ini tidak terlalu diperlukan komunikasi dua arah, cukup memberikan tugas dengan mengijinkan inovasi tanpa terus-menerus diawasi.
Selanjutnya, untuk tingkat karyawan dengan kemampuan dan kemauan yang tinggi, maka gaya kepemimpinan yang sesuai adalah model “delegasi”. Dengan model delegasi ini pimpinan sedikit memberi pengarahan maupun dukungan, karena dianggap sudah mampu dan mau melaksanakan tugas/tanggung jawabnya. Mereka diperkenankan untuk melaksanakan sendiri dan memutuskannya tentang bagaimana, kapan dan dimana pekerjaan mereka harus dilaksanakan. Pada model delegasi ini tidak terlalu diperlukan komunikasi dua arah, cukup memberikan tugas dengan mengijinkan inovasi tanpa terus-menerus diawasi.
Dalam
model/gaya kepemimpinan klasik juga diperkenalkan beberapa model/gaya
kepemimpinan lain yang cukup populer yang pada prinsipnya merupakan sama
seperti model/gaya klasik diatas maupun gabungan dari beberapa model/gaya
klasik yang disebutkan sebelumnya. Model/gaya
kepemimpinan tersebut adalah model/gaya kepemimpinan otokrasi, model/gaya
kepemimpinan pembinaan, model/gaya kepemimpinan demokrasi dan model/gaya kepemimpinan
kendali bebas.
Pada model/gaya kepemimpinan otokrasi, pemimpin mengendalikan semua aspek
kegiatan. Pemimpin memberitahukan sasaran apa saja yang ingin dicapai dan cara
untuk mencapai sasaran tersebut, baik itu sasaran utama maupun sasaran minornya.
Pemimpin juga berperan sebagai pengawas terhadap semua aktivitas anggotanya dan
pemberi jalan keluar bila anggota mengalami masalah. Dengan kata lain, anggota
tidak perlu pusing memikirkan apapun. Anggota cukup melaksanakan apa yang
diputuskan pemimpin. Model/gaya
kepemimpinan pembinaan mirip dengan otokrasi. Pada model kepemimpinan ini
seorang pemimpin masih menunjukkan sasaran yang ingin dicapai dan cara untuk
mencapai sasaran tersebut. Namun, pada kepemimpinan ini anggota diajak untuk
ikut memecahkan masalah yang sedang dihadapi. Pada Model kepemimpinan demokrasi, anggota memiliki peranan yang lebih
besar. Pada kepemimpinan ini seorang pemimpin hanya menunjukkan sasaran yang
ingin dicapai saja, tentang cara untuk mencapai sasaran tersebut, anggota yang menentukan.
Selain itu, anggota juga diberi keleluasaan untuk menyelesaikan masalah yang
dihadapinya. Model kepemimpinan kendali
bebas merupakan model kepemimpinan yang paling dinamis. Pada model/gaya
kepemimpinan ini seorang pemimpin hanya menunjukkan sasaran utama yang ingin
dicapai saja. Tiap divisi atau seksi diberi kepercayaan penuh untuk menentukan
sasaran minor, cara untuk mencapai sasaran, dan untuk menyelesaikan masalah
yang dihadapinya sendiri-sendiri. Dengan demikian, pemimpin hanya berperan sebagai
pemantau saja. Lalu, model/gaya kepemimpinan yang mana yang sebaiknya
dijalankan? Jawaban dari pertanyaan ini adalah tergantung pada kondisi anggota
itu sendiri. Pada dasarnya tiap model kepemimpinan hanya cocok untuk kondisi
tertentu saja. Dengan mengetahui kondisi nyata anggota, seorang pemimpin dapat
memilih model kepemimpinan yang tepat. Tidak menutup kemungkinan seorang
pemimpin menerapkan gaya yang berbeda untuk divisi atau seksi yang berbeda.
Kepemimpinan otokrasi cocok untuk anggota yang memiliki kompetensi rendah tapi
komitmennya tinggi. Kepemimpinan pembinaan cocok untuk anggota yang memiliki
kompetensi sedang dan komitmen rendah. Kepemimpinan demokrasi cocok untuk
anggota yang memiliki kompetensi tinggi dengan komitmen yang bervariasi. Sementara
itu, kepemimpinan kendali bebas cocok untuk angggota yang memiliki kompetensi
dan komitmen tinggi.
2.B. Model/gaya kepemimpinan
situasional Hersey dan Blancard.
Mengambil contoh kepada manajer dari
suatu perusahaan yang berhasil menerapkan model/gaya kepemimpinan situasional
di perusahaan yang dipimpinnya
1) Model/Gaya Kepemimpinan Kontinum
Gaya ini pertama sekali
dikembangkan oleh Robert Tannenbaum dan Warren Schmidt. Menurut kedua ahli ini
ada dua bidang pengaruh yang ekstrim, yaitu:
·
Bidang
pengaruh pimpinan (pemimpin lebih menggunakan otoritas)
·
Bidang
pengaruh kebebasan bawahan. (Pemimpin lebih menekankan gaya demokratis)
2) Model/Gaya Managerial Grid
Sesungguhnya, model/gaya
managerial grid lebih menekankan kepada pendekatan dua aspek yaitu aspek produksi
di satu pihak, dan orang-orang di pihak lain. Blake dan Mouton menghendaki
bagaimana perhatian pemimpin terhadap produksi dan bawahannya (followers).
Dalam managerial grid, ada empat model yang ekstrim dan ada satu model yang berada di tengah-tengah model ekstrim tersebut.
Dalam managerial grid, ada empat model yang ekstrim dan ada satu model yang berada di tengah-tengah model ekstrim tersebut.
·
Grid
1 manajer sedikit sekali memikirkan produksi yang harus dicapai. sedangkan juga
sedikit perhatian terhadap orang-orang (followers) di dalam organisasinya.
Dalam grid ini manajer hanya berfungsi sebagai perantara menyampaikan informasi
dari atasan kepada bawahannya.
·
Grid
2 manajer mempunyai perhatian yang tinggi terhadap produksi yang akan dicapai
juga terhadap orang-orang yang bekerja dengannya. Manajer seperti ini dapat
dikatakan sebagai “manajer tim” yang riel (The real team manajer) karena ia
mampu menyatukan antara kebutuhan-kebutuhan produksi dan kebutuhan orang-orang
secara individu.
·
Grid
3 manajer memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap orang-orang dalam
organisasi, tetapi perhatian terhadap produksi adalah rendah. Manajer seperti
ini disebut sebagai “pemimpin club”. Gaya seperti ini lebih mengutamakan
bagaimana menyenangkan hati bawahannya agar bawahannya dapat bekerja rileks,
santai, bersahabat, tetapi tidak ada seorangpun yang berusaha untuk mencapai
produktlvitas.
·
Grid
4. adalah manajer yang menggunakan gaya kepemimpinan yang otokratis
(autrocratic task managers), karena manejer seperti ini lebih menekankan
produksi yang harus dicapai organisasinya, baik melalui efisiensi atau
efektivitas pelaksanaan kerja, tetapi tidak mempunyai atau sedikit mempuyai
perhatian terhadap bawahan.
Pemimpin yang baik adalah lebih memperhatikan terhadap produksi yang akan dicapai maupun terhadap orang-orang. Grid seperti ini berusaha menyeimbangkan produksi yang akan dicapai dengan perhatian terhadap orang-orang, dalam arti tidak terlalu menyolok. Manajer seperti ini tidak terlalu menciptakan target produksi yang akan dicapai, tetapi juga tidak mempunyai perhatian yang tidak terlalu menyolok kepada orang-orang.
Pemimpin yang baik adalah lebih memperhatikan terhadap produksi yang akan dicapai maupun terhadap orang-orang. Grid seperti ini berusaha menyeimbangkan produksi yang akan dicapai dengan perhatian terhadap orang-orang, dalam arti tidak terlalu menyolok. Manajer seperti ini tidak terlalu menciptakan target produksi yang akan dicapai, tetapi juga tidak mempunyai perhatian yang tidak terlalu menyolok kepada orang-orang.
3. MODEL/ GAYA KEPEMIMPINAN
SITUASIONAL DAN PRODUKTIVITAS KERJA
Model/gaya kepemimpinan,
Secara langsung maupun tidak langsung mempunyai pengaruh yang positif terhadap
peningkatan produktivitas kerja karyawan atau pegawai. Hal ini didukung oleh
Sinungan (1987) yang menyatakan bahwa model kepemimpinan yang termasuk di dalam
lingkungan organisasi merupakan faktor potensi dalam meningkatkan produktivitas
kerja. Dewasa ini, banyak para ahli yang menawarkan model Kepemimpinan yang
dapat meningkatkan produktivitas kerja karyawan, dimulai dari yang paling
klasik yaitu teori sifat sampai kepada teori situasional. Dari beberapa model
yang di tawarkan para ahli di atas, maka model/gaya kepemimpinan situasionallah
yang paling baru dan sering di gunakan pemimpin saat ini. Gaya kepemimpinan situasional
dianggap para ahli manajemen sebagai model yang sangat cocok untuk diterapkan
saat ini. Sedangkan untuk bawahan yang tergolong pada tingkat kematangan yaitu
bawahan yang tidak mampu tetapi berkemauan, maka gaya kepemimpinan yang seperti
ini masih pengarahan, karena kurang mampu, juga memberikan perilaku yang
mendukung. Dalam hal ini pimpinan atau pemimpin perlu membuka komunikasi dua
arah (two way communications), yaitu untuk membantu bawahan dalam
meningkatkan motivasi kerjanya. Selanjutnya, yang mampu tetapi tidak mau
melaksanakan tugas atau tangung jawabnya. Bawahan seperti ini sebenarnya
memiliki kemampuan untuk melakukan pekerjaan, akan tetapi kurang memiliki
kemauan dalam melaksanakan tugas. Untuk meningkatkan produktivitas kerjanya,
dalam hal ini pemimpin harus aktif membuka komunikasi dua arah dan mendengarkan
apa yang diinginkan oleh bawahan. Sedangkan model delegasi adalah gaya yang
cocok diterapkan pada bawahan yang memiliki kemauan juga kemampuan dalam
bekerja. Dalam hal ini pemimpin tidak perlu banyak memberikan dukungan maupun
pengarahan, karena dianggap bawahan sudah mengetahui bagaimana, kapan dan
dimana mereka barus melaksanakan tugas atau tangung jawabnya. Dengan penerapan model/gaya
kepemimpinan situasional ini, maka bawahan atau pegawai merasa diperhatikan
oleh pemimpin, sehingga diharapkan produktivitas kerjanya akan meningkat.
Harsey & Blanchard mengembangkan
model kepemimpinan situasional efektif dengan memadukan tingkat kematangan anak
buah dengan pola perilaku yang dimiliki pimpinannya.
Ada 4 tingkat kematangan bawahan,
yaitu:
·
M
1 : bawahan tidak mampu dan tidak mau atau tidak ada keyakinan.
·
M
2 : bawahan tidak mampu tetapi memiliki kemauan dan keyakinan bahwa ia bisa.
·
M
3 : bawahan mampu tetapi tidak mempunyai kemauan dan tidak yakin.
·
M
4 : bawahan mampu dan memiliki kemauan dan keyakinan untuk menyelesaikan tugas.
Ada 4 gaya yang efektif untuk
diterapkan yaitu:
·
Gaya
1 : telling, pemimpin memberi instruksi dan mengawasi pelaksanaan tugas dan
kinerja anak buahnya.
·
Gaya
2 : selling, pemimpin menjelaskan keputusannya dan membuka kesempatan untuk
bertanya bila kurang jelas.
·
Gaya
3 : participating, pemimpin memberikan kesempatan untuk menyampaikan ide-ide
sebagai dasar pengambilan keputusan.
·
Gaya
4 : delegating, pemimpin melimpahkan keputusan dan pelaksanaan tugas kepada
bawahannya.
4. KONTINUM MODEL/GAYA KEPEMIMPINAN KONTINUM
Model/Gaya kepemimpinan kontinum
dipelopori oleh Robert Tannenbaum dan Warren Schmidt. Kedua ahli menggambarkan
gagasannya bahwa ada dua bidang pengaruh yang ekstrem , pertama bidang pengaruh
pimpinan kedua bidang pengaruh kebebasan bawahan. Gaya kepemimpinan managerial
grid dipelopori oleh Robert R Blake dan Jane S Mouton. Dalam pendekatan
managerial grid ini, manajer berhubungan dengan 2 hal yakni produksi di satu pihak dan orang-orang di
pihak lain. Managerial Grid menekankan bagaimana manajer memikirkan
produksi dan hubungan manajer serta memikirkan produksi dan hubungan kerja
dengan manusianya. Bukannya ditekankan pada berapa banyak produksi harus
dihasilkan, dan berapa banyak ia harus berhubungan dengan bawahan. Inilah yang
dimaksud dengan Model Kepemimpinan Kontinum
(Otokratis-Demokratis).
Tannenbaun dan Schmidt dalam Hersey
dan Blanchard (1994) berpendapat bahwa pemimpin mempengaruhi pengikutnya
melalui beberapa cara, yaitu dari cara yang menonjolkan sisi ekstrim yang
disebut dengan perilaku otokratis sampai dengan cara yang menonjolkan sisi
ekstrim lainnya yang disebut dengan perilaku demokratis. Perilaku otokratis,
pada umumnya dinilai bersifat negatif, di mana sumber kuasa atau wewenang
berasal dari adanya pengaruh pimpinan. Jadi otoritas berada di tangan pemimpin,
karena pemusatan kekuatan dan pengambilan keputusan ada pada dirinya serta
memegang tanggung jawab penuh, sedangkan bawahannya dipengaruhi melalui ancaman
dan hukuman. Selain bersifat negatif, gaya kepemimpinan ini mempunyai manfaat
antara lain, pengambilan keputusan cepat, dapat memberikan kepuasan pada
pimpinan serta memberikan rasa aman dan keteraturan bagi bawahan. Selain itu,
orientasi utama dari perilaku otokratis ini adalah pada tugas.
Perilaku demokratis; perilaku
kepemimpinan ini memperoleh sumber kuasa atau wewenang yang berawal dari
bawahan. Hal ini terjadi jika bawahan dimotivasi dengan tepat dan pimpinan
dalam melaksanakan kepemimpinannya berusaha mengutamakan kerjasama dan team
work untuk mencapai tujuan, di mana si pemimpin senang menerima saran, pendapat
dan bahkan kritik dari bawahannya. Kebijakan di sini terbuka bagi diskusi dan
keputusan kelompok.
Namun, menurut Hersey-Blanchard, kenyataannya
perilaku kepemimpinan ini tidak mengacu pada dua model perilaku kepemimpinan
yang ekstrim di atas, melainkan memiliki kecenderungan yang terdapat di antara
dua sisi ekstrim tersebut. Perilaku pemimpin memiliki kecenderungan mengikuti
suatu garis kontinum dari sisi otokratis yang berorientasi pada tugas atau
dengan sisi demokratis yang berorientasi pada hubungan.
DAFTAR PUSTAKA
Riberu, J. 1982.
Dasar-dasar Kepemimpinan. Jakarta
: LEPPENAS
Thoha, Miftah. 1983. Kepemimpinan dalam Manajemen. Jakarta:
Rajawali Pers.
http://mgtabersaudara.blogspot.com/2010/10/08/gaya-kepemimpinan-tipologi-kepemimpinan.html//
file:///E:/gaya%20kepemimpinan/note.php.htm/2010/10/05
Tidak ada komentar:
Posting Komentar